Soekarno Rayakan Ultah di Moskow, Putin di Bali

Rabu, 05 Februari 2020 - 09:05 WIB
Soekarno Rayakan Ultah di Moskow, Putin di Bali
Soekarno Rayakan Ultah di Moskow, Putin di Bali
A A A
M Wahid Supriyadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia Merangkap Republik BelarusPada awal abad ke-21, hubungan dan kerja sama antara Indonesia dan Rusia memasuki babak baru. Hal ini ditandai dengan saling mengunjungi atau pertemuan pemimpin kedua negara dan para pejabat tinggi pemerintahan. Kedua negara juga saling mendukung dalam berbagai ajang forum internasional seperti APEC.
Kedekatan kedua negara juga terasa hingga tingkat legislatif dan yudikatif, pelaku usaha, media, dan masyarakat. Selama tahun 2000-2020, pertemuan bilateral Indonesia dan Rusia berlangsung intensif, yakni 13 kali pertemuan; empat kunjungan kenegaraan dan sembilan lainnya di sela-sela konferensi global.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah bertemu dengan empat generasi Presiden Indonesia mulai dari Abdurrahman Wahid (1999-2001), Megawati Soekarno-putri (2001-2004), Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), hingga Joko Widodo (2014-sekarang). Presiden Jokowi bertemu Presiden Putin sekitar tiga kali.

Jika Presiden Soekarno (1945-1967) merayakan hari ulang tahun (HUT) di Moskow pada 1961, Presiden SBY merayakan HUT ke-63 di Vladivostok saat menghadiri KTT APEC pada 9 September 2012. Sementara itu, Presiden Putin merayakan HUT ke-61 di Bali saat menghadiri KTT APEC pada 7 Oktober 2013.

Kontak dan pertemuan Presiden kedua negara diharapkan dapat terus berlangsung mengingat Presiden Jokowi dan Putin sama-sama menjabat hingga 2024. Hubungan kedua negara saat ini menuju Kemitraan Strategis. Dokumen hubungan tertinggi itu sedang dipersiapkan dan diharapkan dapat segera ditandatangani.

Indonesia dan Rusia memiliki banyak posisi yang sama dalam menyikapi isu internasional dan regional, termasuk tantangan global. Kedua negara juga memiliki peluang kerja sama di berbagai bidang, baik ekonomi, perdagangan, investasi, energi, pariwisata, iptek, pendidikan, sosial budaya, keamanan dan militer.
Rusia merupakan pasar potensial bagi produk Indonesia seperti minyak sawit, produk ikan, kopi, dan garmen. Adapun Rusia menawarkan gandum dan produk berteknologi tinggi. Indonesia juga menjadi salah satu tujuan investasi Rusia seperti investasi pembangunan kilang minyak senilai USD16 miliar di Tuban.

Berdasarkan data BKPM, nilai investasi Rusia ke Indonesia pada periode Januari-September 2019 naik 10 kali lipat sebesar USD17,29 juta dari USD1,7 juta pada periode yang sama tahun 2018. Angka ini jauh dari nilai yang sebenarnya mengingat sebagian besar investasi Rusia ke Indonesia selalu melalui negara ketiga.

Indonesia juga telah menjadi salah satu tujuan utama wisatawan Rusia. Berdasarkan data Kementerian Pariwisatadan Ekonomi Kreatif, wisatawan Rusia ke Indonesia tahun 2018 sebanyak 125.728, naik 6,51% dari tahun 2017. Sebaliknya, tidak sedikit juga warga Indonesia yang berkunjung ke Rusia dan jumlahnya meningkat.

Banyak pihak di Indonesia yang tidak mengetahui Rusia adalah negara multikultural yang terdiri atas sekitar 120 suku bangsa dengan berbagai ragam bahasa dan budaya. Walaupun mayoritas beragama Kristen Ortodoks, sekitar 14% atau 24 juta penduduknya adalah penganut agama Islam, mungkin terbesar di Eropa.

Multikultural

Banyak pihak di Indonesia tidak mengetahui Rusia adalah negara multikultural yang terdiri atas sekitar 120 suku bangsa dengan berbagai ragam bahasa dan budaya. Walaupun mayoritas beragama Kristen Ortodoks, sekitar 14% atau 24 juta penduduknya adalah penganut agama Islam, mungkin terbesar di Eropa.

Beberapa negara bagianseperti Tatarstan, Dagestan,Chechnya, dan Bashkortostanmayoritas penduduknyaberagama Islam. Sejakruntuhnya Uni Soviet, sekitar8.000 masjid telah didirikandan menjadikan Islam sebagaiagama yang paling pesatpertumbuhannya di Rusia.

Pada 988, Prince Vladimir, yang juga dikenal sebagai Grand Prince of Kiev and All Russia, sebelum menentukan Kristen Ortodoks sebagai agama negara mempertimbangkan Islam dan Yudaisme sebagai pembanding. Islam kemudian tidak diterima karena melarang minum alkohol, sementara Yudaisme dinilai tidak berhasil mendorong kaum Yahudi mengambil tanah kelahirannya. Islam ketika itu banyak dianut oleh masyarakat di Volga Bulgars.

Islam sebenarnya sudah masuk Rusia sekitar 10 tahun setelah Nabi Muhammad wafat. Pada 734 di masa Kekhalifahan Umayyah, telah didirikan sebuah masjid yang disebut Masjid Juma di kota tua Derbent, masuk wilayah Dagestan saat ini. Masjid itu masih berdiri kokoh sampaisekarang walau pernah diterpa gempa bumi yang hebat.

HUT Ke-70

Pada 3 Februari 2020 ini genap 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia yang dimulai tahun 1950. Dalam kurun waktu 70 tahun hubungan kedua negara mengalami pasang surut. Di era kepresidenan Soekarno, atau Orde Lama, hubungan Jakarta dan Moskow sangat dekat, bahkan sangat “mesra”.

Kedua kepala negara sering bertemu dan saling kunjung. Presiden Soekarno telah berkunjung empat kali ke Uni Soviet, pada 1956, 1959, 1961, dan 1964. Sebaliknya, pemimpin Uni Soviet, yaitu Kliment Voroshilov dan Nikita Khruschev, mengunjungi Indonesia masing-masing pada 1957 dan 1960.

Uni Soviet ketika itu banyak membantu ndonesia, baik di sektor infrastruktur, keuangan, penyiapan kader-kader bangsa melalui bidang pendidikan maupun militer. Salah satu peran penting Uni Soviet lainnya adalah dukungannya dalam proses kembalinya Irian Barat kepangkuan Ibu Pertiwi pada 1963.

Di era Orde Baru, Moskow seakan jauh dari “radar” Indonesia. Akan tetapi, terdapat beragam upaya untuk mendekatkan hubungan kedua negara. Pada Juli 1986, ketika berpidato di Vladivostok, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev menyebut Indonesia salah satu di antara negara-negara di mana Uni Soviet siap memperluas hubungan.

Terobosan untuk mendekatkan kembali hubungan kedua negara ditandai dengan kunjungan Presiden Soeharto ke Moskow pada 7-12 September 1989. Dalam kunjungan tersebut ditandatangani pernyataan mengenai Dasar-Dasar Hubungan Persahabatan dan Kerja Sama antara Indonesia dan Uni Soviet. Perubahan geopolitik di dunia internasional pada awal 1990-an yang ditandai dengan runtuhnya tembok Berlin dan bubarnya Uni Soviet berdampak pula pada arah hubungan Indonesia dan Rusia.

Uni Soviet dibentuk pada 30 Desember 1922 dan dinyatakan bubar pada 25 Desember 1991. Pada 28 Desember 1991 melalui surat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ali Alatas, yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Rusia Andrei V Kozyrev, Pemerintah Indonesia mengakui secara resmi Federasi Rusia sebagai “pengganti sah” Uni Soviet. Indonesia dan Rusia terus berupaya meningkatkan hubungan dan kerja sama.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7369 seconds (0.1#10.140)