Respons Elite GAM Terkait Pandangan Mahfud MD

Jum'at, 24 Januari 2020 - 17:58 WIB
Respons Elite GAM Terkait Pandangan Mahfud MD
Respons Elite GAM Terkait Pandangan Mahfud MD
A A A
JAKARTA - Beberapa mantan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Komite Peralihan Aceh (KPA) secara terbuka menyatakan responsnya terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, terkait bendera Aceh di Istana Negara, Jakarta, Jum'at (17/1/2020).

Respons tersebut dinilai sebagai bentuk "pelecehan" terhadap aspirasi masyarakat Aceh dan pengkhianatan kesepakatan damai yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah RI dan GAM yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005.

"Kita sangat kecewa terhadap sikap Mahfud MD yang menunjukkan dia tidak menguasai permasalahan yang terjadi di Aceh," kata mantan Wakil Panglima GAM dan Wakil Ketua KPA Kamaruddin Abubakar atau akrab disapa Abu Razak, dalam rilisnya, Jumat (24/1/2020).

"Ini menandakan dia bukan seorang negarawan yang bijak, dan sama sekali tidak paham suasana kebatinan masyarakat Aceh yang menginginkan MoU Helsinki dilaksanakan secara menyeluruh," tambahnya.

Video sikap ketus Mahfud MD tersebut beberapa hari terakhir ini memang tersiar di televisi lokal Aceh maupun nasional. Sikap Mahfud itu dianggap sangat tidak simpatik dan kurang bijak.

Sikap emosional juga ditunjukkan beberapa mantan Panglima GAM di berbagai wilayah. Sarbaini, mantan Panglima GAM Wilayah Singkil bahkan minta GAM secara kelembagaan mempertanyakan respons Mahfud MD ini.

"Sikap Mahfud MD jelas menunjukkan RI sepertinya sedang memainkan politik tarik ulur dengan rakyat Aceh soal bendera dan kewenangan Aceh lainnya di bidang politik," ujarnya.

"Maka rakyat Aceh juga harus memiliki sikap segera. Hana mungken tapreh boh ara anyot (tidak mungkin menunggu buah ara hanyut)," tambah Sarbaini lagi.

Sarbaini bahkan berharap DPR Aceh segera mengambil sikap dan memperjelas status kewenangan Aceh terhadap pemerintah pusat.

"DPR Aceh harus mempertegas hal ini dengan pemerintah pusat. Kalau masih komit soal MoU Helsinki, maka beri batas waktu untuk segera merealisasi. Kalau tidak ada berarti mereka berbohong selama ini, maka kami juga akan bersikap," kata Sarbaini berapi-api.

Namun sikap emosional dan amarah mantan pimpinan GAM tersebut dicoba diredam oleh pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono yang juga pemegang amanah dari Wali Nanggroe Aceh dan tokoh-tokoh GAM untuk mengomunikasikan aspirasi masyarakat Aceh kepada Presiden Joko Widodo.

"Saya memahami kemarahan dan kekecewaan saudara-saudara saya di Aceh, karena memang komentar dan sikap Menkopolhukam kurang bijak. Namun demi kemaslahatan dan kepentingan lebih luas masyarakat Aceh untuk masa sekarang dan yang akan datang," ujar Suhendra di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

"Saya mohon para mantan pimpinan GAM menahan diri untuk tidak mengambil tindakan apa pun. Biarlah saya yang akan menjalankan amanah yang saya terima dari Wali Nanggroe Aceh untuk saya komunikasikan langsung dengan Presiden Jokowi," sambungnya.

Suhendra meyakini, sikap Mahfud itu tidak merepresentasikan sikap resmi pemerintah pusat. "Saya masih sangat percaya terhadap sikap dan niat baik Bapak Presiden untuk menyelesaikan masalah Aceh ini dengan sebaik-baiknya," ujar Suhendra.

Lebih lanjut Suhendra berharap semua pejabat negara di pemerintah pusat untuk berhati-hati dan menahan diri serta bijak dalam memberikan komentar tentang Aceh agar tidak menimbulkan resistensi dari masyarakat Aceh yang sedang sensitif. Suhendra menekankan para pejabat negara memahami implikasi dari suatu komunikasi publik sehingga tidak menyulitkan posisi Presiden Jokowi.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0249 seconds (0.1#10.140)