Didakwa Terima Suap Rp2 Miliar, I Nyoman Dhamantra Ajukan Eksepsi

Selasa, 31 Desember 2019 - 21:08 WIB
Didakwa Terima Suap Rp2 Miliar, I Nyoman Dhamantra Ajukan Eksepsi
Didakwa Terima Suap Rp2 Miliar, I Nyoman Dhamantra Ajukan Eksepsi
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa I Nyoman Dhamantra selaku anggota Komisi VI DPR telah menerima suap Rp2 miliar dan janji Rp1,5 miliar.

Surat dakwaan nomor: 131/TUT.01.04/24/12/2019 atas nama I Nyoman Dhamantra disusun oleh JPU yang dipimpin Kresno Anto Wibowo dan Wawan Yunarwanto dengan anggota Moch Takdir Suhan, Nur Haris Arhadi, Yoga Pratomo, Ariawan Agustiartono, Ni Nengah Gina Saraswati, dan Handry Sulistiawan. Surat dakwaan dibacakan oleh JPU Moch Takdir Suhan dan Yoga Pratomo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (31/12/2019).

Dalam persidangan berbeda di hari yang sama, JPU juga membacakan surat dakwaan atas nama orang dekat Dhamantra sekaligus Presiden Direktur PT Asiatech Integrasi Mirawati Basri dan Elviyanto (kakak kandung Mirawati).

Moch Takdir Suhan membeberkan, I Nyoman Dhamantra sebagai anggota Komisi VI DPR periode 2014-2019 bersama dengan Mirawati Basri dan Elviyanto telah melakukan perbuatan pidana penerimaan suap secara berlanjut kurun Januari hingga Agustus 2019 di sejumlah tempat.

Di antaranya di Hotel Dharmawangsa, Jalan Brawijaya Raya, Jakarta Selatan, di kantor PT Asiatech Integrasi, Jalan Cilandak KKO Nomor 10 Jakarta Jalan Iskandar Muda, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, di Restoran Imperial Steam Pot Senayan City, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, di Coffee Shop Office 8 Building Senopati, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Selatan, di Restoran Paulaner Brauhaus Grand Indonesia Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, dan di sebuah bank cabang Thamrin Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

"Yaitu menerima hadiah berupa uang sebesar Rp2 miliar dan janji berupa uang sebesar Rp1,5 miliar," tegas Takdir saat membacakan surat dakwaan Dhamantra.

Takdir mengungkapkan, uang suap tersebut berasal dari tiga terdakwa pemberi suap yakni, Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung (sebelumnya dituntut dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan), Direktur PT Sampico Adhi Abattoir (SAA) Dody Wahyudi (dituntut 2 tahun 6 bulan), dan Zulfikar (wiraswasta, dituntut 2 tahun 6 bulan).

Takdir memaparkan, Dhamantra bersama Mirawati dan Elviyanto mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan Dhamantra selaku anggota DPR pada Komisi VI periode 2014-2019 mengupayakan dua hal utama.

"Mengupayakan pengurusan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih di Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian untuk kepentingan Chandry Suanda alias Afung, yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa I Nyoman Dhamantra selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme," tegasnya.

Perbuatan suap bermula dari Maret 2018. Ketika itu Afung selaku Direktur PT CSA yang salah satu bidang usahanya bergerak pada jual beli komoditas hasil bumi bekerja sama dengan Dody Wahyudi selaku Direktur PT Sampico Adhi Abattoir dalam mengurus penerbitan RIPH dan SPI untuk kepentingan perusahaan Afung mengajukan kuota impor bawang putih.

Berikutnya sekitar Juli 2018, Afung mengajukan PT CSA sebagai perusahaan importir bawang putih yang bekerja sama dengan PT Pertani sebagai penyedia wajib tanam 5% dalam rangka untuk memperoleh RIPH dari Kementerian Pertanian. Kemudian pada Oktober 2018, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan SPI bawang putih sebesar 20.000 ton kepada PT CSA.

Rupanya pada awal 2019, Afung kembali berupaya mengajukan izin kuota impor bawang putih. Afung kemudian mengajukan kerja sama dengan PT Pertani melalui empat perusahaan milik Afung. Empat perusahaan tersebut yaitu PT Perkasa Teo Agro, PT Citra Sejahtera Antarasia, PT CSA, dan PT Abelux Kawan Sejahtera guna memenuhi kewajiban tanam 5% sebagai syarat penerbitan RIPH dari Kementan. Padahal pada 2018, PT CSA milik Afung belum menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada PT Pertani atas wajib tanam yang telah dilaksanakan oleh PT Pertani pada 2018.

Selanjutnya Dhamantra bersama Mirawati bertemu dengan Dody di Hotel Dharmawangsa, Jalan Brawijaya Raya, Jakarta Selatan pada Januari 2019. Dalam pertemuan, Dody meminta agar Dhamantra bisa membantu Dody menjadi Direktur PT Berdikari (Persero) sekaligus meminta bantuan Dhamantra untuk pengurusan impor bawang putih.

"Atas penyampaian Dody Wahyudi tersebut, terdakwa I Nyoman Dhamantra memberitahu agar teknis pengurusan impor bawang putih dilakukan melalui Mirawati sebagai orang kepercayaan terdakwa Dhamantra," ucap Takdir.

JPU Yoga Pratomo mengatakan, Mirawati dan Elviyanto sebagai orang kepercayaan Dhamantra kemudian menggelar pertemuan dengan Dody, Zulfikar, Achmad Syafiq, dan Indiana alias Nino di Kantor PT Asiatech Integrasi, Jalan Cilandak KKO Nomor 10, Jakarta Selatan pada 29 Mei 2019. Saat pertemuan, Dody menegaskan kembali terkait permintaan bantuan pengurusan impor bawang putih untuk 2019 kepada Dhamantra melalui Mirawati dan Elviyanto.

Satu bulan berselang, Dody menemui Afung. Dody menyampaikan bahwa dia telah memiliki jalur untuk pengurusan kuota impor bawang putih untuk 2019. Afung setuju dia menjadi importir untuk kuota tersebut dan meminta agar Dody mengurusi SPI di Kemendag.

Berikutnya pada 1 Agustus 2019, Dhamantra bertemu dan makan dengan Mirawati di Restoran Imperial Steam Pot Senayan City. Di saat bersamaan, Indiana alias Nino mengontak Mirawati dan meminta bertemu Mirawati untuk membicarakan pengurusan impor bawang putih. Selanjutnya di restoran yang sama, terjadi pertemuan antara Mirawati dengan Elviyanto, Dody, Zulfikar, Nino, dan Ahmad Syafiq (orang kepercayaan Elviyanto).

Setelah pertemuan itu, Mirawati menyampaikan ke Dhamantra bahwa Dody menanyakan pengurusan impor bawang putih. Selain itu, Dody juga meminta dibantu Dhamantra untuk pengurusan RIPH. Sebab, RIPH yang diajukan oleh Afung tidak keluar.

"Kemudian disepakati uang muka commitment fee terkait pengurusan impor bawang putih sebesar Rp3,5 miliar. Elviyanto meminta agar Dody Wahyudi menyerahkan uang sebesar Rp2 miliar untuk mengunci (lock) kuota impor bawang putih tersebut," kata Yoga.

Singkat cerita, untuk proses pemberian uang suap kemudian Dody, Zulfikar, Nino, dan Syafiq berkumpul di salah satu bank swasta cabang Thamrin, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Agustus 2019. Mereka melakukan transaksi keuangan untuk pemenuhan kesepakatan sebelumnya. Zulfikar mengirimkan uang sebesar Rp2,1 miliar ke nomor rekening milik Dody.

Selanjutnya Dody mengirimkan uang sejumlah Rp2 miliar ke rekening atas nama Daniar Ramadhan Putri, kasir money changer Indocev (perusahaan milik Dhamantra). Uang itu sebagai uang muka commitment fee pengurusan impor bawang putih.

Setelah itu, Dody dan Syafiq membuat rekening bersama untuk memasukkan sisa uang muka commitment fee sebesar Rp1,5 miliar. JPU mendakwa Dhamantra bersama Mirawati dan Elviyanto dengan menggunakan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, pada dakwaan. Atau, pada dakwaan kedua dengan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Atas dakwaan tersebut, I Nyoman Dhamantra bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota keberatan (eksepsi). Selepas persidangan, Dhamantra menyatakan, berdasarkan dakwaan yang dibacakan JPU dan telah didengar Dhamantra maka jelas isinya tidak berdasarkan fakta-fakta sebenarnya.

"Dari dakwaannya yang saya dengar, banyak hal-hal yang menurut saya informasinya yang tidak sesuai dengan fakta yang ada," ujar Dhamantra selepas persidangan.

Pemilik PT Indonesia Central Valutamas (Indocev) ini mengklaim, tidak menggunakan jabatannya sebagai anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP untuk pengurusan kuota impor bawang putih serta pengurus SPI dan RIPH. Dhamantra mengaku tidak memahami bagaimana sampai ada dugaan seperti itu hingga terjadi penerimaan suap dan janji. "Menurut saya ya tanyakan sama jaksanya saja," imbuhnya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5497 seconds (0.1#10.140)