Popularitas Cukup Kuat, Megawati Dinilai Berpeluang Restui Gibran

Jum'at, 13 Desember 2019 - 10:00 WIB
Popularitas Cukup Kuat, Megawati Dinilai Berpeluang Restui Gibran
Popularitas Cukup Kuat, Megawati Dinilai Berpeluang Restui Gibran
A A A
JAKARTA - Analis Politik asal UIN Jakarta, Bakir Ihsan menilai, kepastian putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon Wali Kota Solo wajar.

Sebagai ikhtiar politik, kata dia, hal itu bisa saja dilakukan oleh siapa saja, karena semua warga negara setara. "Namun faktanya politik kita masih dijejali oleh budaya kekeluargaan dalam arti modal keluarga masih menjadi pertimbangan yang kadang mengalahkan aspek kapasitas dan kapabilitas," tutur Bakir saat dihubungi SINDOnews, Jumat (13/12/2019).

Bakir menilai, Gibran mencalonkan diri tentu lebih karena ayahnya seorang presiden, sehingga menjadi modal untuk berkontestasi. Sebagai anak presiden tentu lebih mudah dan lebih banyak dikenal oleh masyarakat (pemilih).

"Ini modal yang given (tanpa keringat) yang didapatkan Gibran sebagai anak presiden, walaupun popularitas tidak selalu berbanding lurus dengan elektabilitas," ujarnya.

Bakir melanjutkan, terkait peluang dukungan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri terhadap Gibran menjadi pertaruhan untuk memastikan apakah PDIP lebih mengedepankan popularitas calon atau pada proses pendidikan politik yang kuat bagi kader-kadernya untuk tampil menjadi pemimpin yang selama ini dilakukan.

"Kalau merujuk pada dukungan PDIP terhadap Jokowi saat pencalonan wali kota Solo yang notabene baru setahun sebelumnya masuk PDIP, tidak menutup kemungkinan Megawati akan merestui Gibran, karena secara popularitas cukup kuat dibandingkan calon lainnya," ungkapnya.

Bakir memandang, politik dinasti dalam arti punya kaitan kuat antara pencalonan Gibran dengan posisi Jokowi sebagai presiden. Politik dinasti ini terjadi karena dua faktor, yaitu adanya kesempatan atau peluang misalnya anak presiden atau kepala daerah dan dukungan masyarakat.

"Dampaknya adalah terhambatnya proses kaderisasi dan rekrutmen kepemimpinan di dalam tubuh partai, karena partai lebih mengedepan "orang baru" dibandingkan orang yang sudah lama berkeringat membangun partainya," pungkasnya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7319 seconds (0.1#10.140)