Urgensi Mendidik Pekerja Migran

Kamis, 12 Desember 2019 - 08:00 WIB
Urgensi Mendidik Pekerja Migran
Urgensi Mendidik Pekerja Migran
A A A
BIYANTO
Dosen UIN Sunan Ampel, Anggota BAN PAUD dan PNF

SAAT menjalankan tugas sebagai asesor Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Nonformal di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Kedutaan Besar Republik (KBRI) Singapura, saya mendalami persoalan pendidikan bagi pekerja migran Indonesia (PMI).

Persoalan ini penting karena jumlah PMI di Singapura mencapai 150.000. Jumlah itu berdasarkan estimasi KBRI Singapura. Umumnya mereka bekerja sebagai penata laksana atau asisten rumah tangga. Sebagian lagi menjadi care giver (perawat orang tua dan bayi).
Para pekerja migran perempuan itu umumnya sudah bertahun-tahun bekerja di Singapura. Saat mereka masuk ke negara tetangga itu, modal pendidikannya sebagian hanya lulusan SD atau SMP. Seiring dengan kebijakan Pemerintah Singapura yang mensyaratkan pendidikan minimal SMA bagi pekerja migran, mereka harus melanjutkan pendidikan. Jika tidak, mereka harus pulang ke kampung halaman. Dengan kondisi itu, tidak ada pilihan lain, para pekerja migran harus mengambil Paket B (SMP) atau Paket C (SMA).

Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan lanjutan pekerja migran itulah, KBRI mendirikan Sekolah Indonesia Singapura (SIS). Sebagai lembaga formal, SIS melayani pendidikan mulai Taman Kanak-Kanak (TK), SD, SMP, SMA, hingga Universitas Terbuka (UT). Di lembaga pendidikan formal itulah anak-anak Indonesia belajar. Persoalannya, tidak semua warga Indonesia bisa belajar di SIS. Ada banyak alasan yang dikemukakan. Salah satunya, model pendidikan SIS tidak sesuai dengan kelonggaran waktu yang dimiliki pekerja migran.
Dengan model pendidikan formal yang sangat ketat dan kewajiban masuk lima hari dalam seminggu, hal itu jelas tidak sesuai dengan kondisi pekerja migran. Hal itu karena mereka yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga atau care giver hanya memiliki waktu libur pada hari Minggu. Untuk itulah Atase Pendidikan dan Kebudayaan Singapura mendirikan PKBM.

PKBM KBRI Singapura melayani Program Kesetaraan Paket B dan Paket C. Waktu belajar PKBM juga dilaksanakan secara fleksibel, menyesuaikan dengan waktu libur pekerja migran sehingga tidak mengganggu waktu bekerja.

Dalam praktiknya, untuk pembelajaran kelas di PKBM KBRI Singapura hanya dilaksanakan dua hari dalam sebulan. Sebagian pembelajaran dilaksanakan dengan model mandiri dan daring (dalam jaringan). Pembelajaran secara daring dilakukan untuk mengurangi jadwal tatap muka agar pekerja migran tetap bisa belajar dan bekerja sekaligus. Untuk kebutuhan sarana-prasarana pembelajaran tidak menjadi masalah. PKBM dapat leluasa menempati Gedung SIS di Daerah Siglap Road Singapore. Apalagi, pembelajaran PKBM dilaksanakan pada hari Minggu, ketika kelas-kelas Kompleks SIS tidak banyak digunakan.

Fasilitas SIS dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran atau kegiatan ekstra bagi siswa PKBM. Jumlah siswa yang belajar di PKBM KBRI Singapura cukup banyak. Pada tahun ajaran 2019/2020, siswa program Paket B berjumlah 38 anak yang dibagi menjadi dua kelas. Sementara untuk program Paket C berjumlah 104 anak yang dibagi dalam tiga kelas besar. Karena itu, dapat dibayangkan betapa ramai Kompleks SIS pada hari Minggu. Fasilitas kelas dan sarana-prasarana di SIS juga tergolong istimewa. Tidak mengherankan jika SIS dinobatkan sebagai yang terbaik untuk kategori Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN).

Dengan fasilitas yang memadai, pembelajaran PKBM juga sangat nyaman. Apalagi, siswa PKBM memperoleh pendampingan dari guru-guru terbaik hasil rekrutmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Selain belajar, sebagian besar siswa yang umumnya sudah berumur itu juga mengambil program vokasi di sejumlah lembaga kursus. Melalui Atase Ketenagakerjaan, KBRI Singapura juga menyelenggarakan program Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja (P3K). P3K melayani kursus sesuai kebutuhan siswa.

Di antara program yang ditawarkan adalah komputer, kecantikan rambut dan kulit, menjahit, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, dan care giver. Pembelajaran P3K juga dilaksanakan pada Minggu di Kompleks SIS. Tidak hanya di P3K, sebagian siswa PKBM juga mengambil kursus di sejumlah lembaga profesional. Mereka mengambil bidang kursus yang tidak ada di P3K. Salah satu program yang diminati pekerja migran adalah financial management (manajemen keuangan). Bidang ini dirasa sangat relevan dengan kebutuhan pekerja migran. Hal itu karena mereka harus mampu mengelola penghasilan selama bekerja di Singapura.

Melihat begitu banyak problem dan kebutuhan yang dihadapi pekerja migran maka pemerintah penting menaruh perhatian pada persoalan tersebut. Bahkan, bukan hanya pemerintah, organisasi sosial kemasyarakatan yang memiliki cabang di luar negeri juga penting berperan. Terutama dalam persoalan pendidikan lanjutan, peningkatan keterampilan yang mendukung pekerjaan, dan pembinaan keagamaan pekerja migran. Selain untuk meningkatkan strata pendidikan, proses pembelajaran PKBM KBRI Singapura juga menyesuaikan kebutuhan pekerja migran.

Hal yang tidak kalah penting adalah memberikan edukasi tentang hak-hak dan kewajiban pekerja migran. Persoalan ini penting karena ada banyak kasus perselisihan antara majikan dan pekerja migran asal Indonesia. Jika ditelisik lebih jauh, penyebab utama perselisihan itu karena sering kali pekerja migran tidak cermat memahami dokumen perjanjian pekerjaan. Dampaknya, mereka selalu dalam posisi lemah tatkala berhadapan dengan majikan. Pada konteks itulah pendidikan untuk pekerja migran penting menjadi perhatian semua pihak.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3874 seconds (0.1#10.140)