Polusi, Kemacetan, dan Urgensi Kenaikan Tarif Parkir

Senin, 09 Desember 2019 - 08:20 WIB
Polusi, Kemacetan, dan Urgensi Kenaikan Tarif Parkir
Polusi, Kemacetan, dan Urgensi Kenaikan Tarif Parkir
A A A
Anggawira

Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Pengelola Perparkiran Indonesia (PPPI)

JAKARTA sebagai pu­sat ekonomi Indo­ne­sia tidak serta-merta berdampak positif pada lingkungan dan ke­hi­dupan sosial masyarakat. Se­ca­ra ekonomi, masyarakat me­mang terbantu akibat pe­mu­sat­an modal yang menciptakan la­pangan pekerjaan dan men­do­rong laju urbanisasi dalam skala besar. Istilah Jakarta-sentris tampak masih relevan dengan kon­disi saat ini. Beragam ke­bi­jakan untuk melepaskan slogan sentralisme telah dilakukan. Hanya, masih perlu upaya eks­tra dan konsistensi dari berba­gai pemangku kepentingan.

Penumpukan modal yang mendorong laju urbanisasi ten­tu­nya menciptakan masalah ter­sendiri, misalnya jumlah pen­duduk yang semakin tinggi, ke­padatan, kemacetan, kri­mi­na­li­tas, premanisme, hingga minimnya ruang terbuka hijau. Hingga kini Gubernur Anies Bas­waden masih berupaya ke­ras mencari alternatif ke­bijakan yang tepat untuk mengatasi ber­bagai persoalan tersebut. Mi­salnya, dalam beberapa bu­lan terakhir ramai dibi­ca­ra­kan Instruksi Gubernur Nomor 66/2019 tentang Pengendalian Kua­litas Udara. Beleid tersebut di­picu oleh kualitas udara Ja­kar­ta yang menurut data AirVisual berada dalam posisi “tidak sehat“. Selain itu, beleid ini juga mengatur tentang ren­cana kenaikan tarif parkir di Ja­karta yang digadang-gadang mampu menekan tingkat po­lu­si serta kemacetan.

Wacana kenaikan tarif par­kir ini bukan tanpa alasan jika disandingkan dengan per­tu­m­buh­an kendaraan di Jakarta yang terus melonjak tajam. Hal ini juga ditopang oleh akses mendapatkan kendaraan se­ca­ra mudah. Berdasarkan data Sta­tistik Transportasi DKI Ja­karta 2017, pertumbuhan ken­da­ra­an bermotor (2012-2016) mencapai 5,35% per tahun. Jika dirinci menurut jenis ken­da­ra­an, mobil penumpang meng­alami pertumbuhan tertinggi, yakni 6,48% per tahun. Setelah itu sepeda motor tumbuh 5,30% per tahun, mobil beban tum­buh 5,25% per tahun, dan te­r­akhir mobil bus yang meng­alami penurunan 1,44% per tahun (Purbolaksono, 2019).

Kebijakan kredit nol persen uang muka oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ditengarai men­­jadi faktor penyebab ma­rak­nya pertumbuhan ken­dara­an. Dalam peraturan OJK No­mor 35/POJK.05/2019 dise­but­kan, perusahaan pembia­ya­an dapat menyalurkan kredit ken­daraan bermotor, baik roda dua, tiga, maupun empat, de­ngan uang muka nol persen. Per­lu dipahami, kebijakan ter­se­but di sisi lain juga merupakan langkah OJK menekan angka pengangguran, khususnya ma­sya­rakat yang meng­gan­tung­kan pen­da­pat­an sebagai pe­nge­mud­i ojek daring.

Arti­nya, perlu di­­cer­mati juga ma­na pengen­da­ra pri­badi yang le­luasa meng­­­gu­na­­kan ken­­­da­ra­an­nya hing­­­ga me­­mi­­cu ke­ma­­cet­an dan me­reka yang meng­gu­nakan ken­daraan un­tuk me­me­nuhi kebutuhan eko­nomisnya. Dengan begitu, ada ke­bijakan yang tepat untuk mengatasi problem polusi dan kemacetan.

Lembaga pengukur tingkat kemacetan kota-kota di dunia, TomTom Trafic Index, misal­nya, saat ini menempatkan ting­kat kemacetan Jakarta pa­da Juni 2018 sebesar 53%. Ang­ka ini menurun dari angka se­belumnya, 95% pada Februari 2018. Tingkat kemacetan 53% menempatkan Jakarta setara dengan kota lain seperti Bang­kok dan Istanbul.

Meskipun data tersebut me­nunjukkan penurunan, fakta­nya Jakarta hingga kini masih meng­alami problem kemacetan akibat dari proyek pem­ba­ngun­an jalan yang sedang di­gen­car­kan oleh pemerintah. Artinya, perlu kebi­jakan yang lebih cepat dan pro­gresif untuk me­nye­­le­sai­kan kema­cetan, salah sa­tu­nya dengan memper­barui ta­­rif parkir se­cepat mung­kin.

Masalah Tarif Parkir

Jakarta sejauh ini masih me­miliki tarif parkir yang rendah dibandingkan negara-negara lain. Laporan Global Parking Index 2017 mencatat kota-kota di Amerika Serikat (AS) menjadi kota dengan tarif parkir ter­ma­hal di dunia. Di New York mi­sal­nya, pengendara harus me­nge­luar­kan ongkos 26 juta atau 2.000 dolar AS per bulan untuk biaya parkir. Sydney menem­pa­ti posisi kedua biaya parkir ter­ma­hal, disusul London dan Tokyo.

Di Jakarta tarif parkir masih terbilang rendah sehingga me­micu banyak pengendara pri­ba­di yang tetap menggunakan ken­daraan mereka. Berda­sar­kan Pergub DKI Jakarta Nomor 179/2013 tentang Tarif La­yan­an Parkir, tarif parkir mobil ada­lah Rp3.000-8.000 per jam, dan Rp2.000-4.000 per jam untuk sepeda motor. Golongan jalan A de­ngan tarif parkir mobil Rp3.000-6.000 per jam, dan Rp2.000-3.000 per jam untuk sepeda motor, serta golongan jalan B dengan tarif parkir mobil Rp2.000-4.000 per jam, dan Rp2.000 per jam untuk sepeda motor (Tirto.id , 2017).

Data ini menunjukkan su­dah semestinya Pemprov DKI Ja­kar­ta dengan cepat mene­lur­kan ke­bi­jakan yang tepat, mi­sal­nya se­ce­pat mungkin me­naik­kan tarif parkir sebagai solusi untuk meng­atasi kemacetan dan po­lu­si. Selain dapat men­do­rong pe­ma­sukan, kenaikan tarif dapat me­maksa kelas me­ne­ngah ber­alih ke layanan trans­por­tasi publik.

Salah satu masalah lain per­parkiran adalah intervensi or­mas. Ini telah menjadi rahasia umum. Banyak keluhan warga, misalnya, sering dipungut biaya parkir meskipun hanya mampir sebentar ke minimarket atau mesin ATM. Ironisnya, warga dimintai ongkos parkir yang ditentukan sendiri oleh oknum ormas ini. Sebetulnya ini bukan persoalan besaran nilai rupiah, tapi soal kenyamanan dan ke­be­basan warga untuk tidak me­ra­sa terusik sebagai warga kota.

Di sisi lain, rapat kerja Pem­prov DKI dengan Komisi C DPRD DKI Jakarta pada Juni 2019 silam menunjukkan rea­li­sa­si penda­pat­an parkir selama 2018 mencapai Rp104,55 mi­liar. Realisasi pen­da­patan ini ter­diri atas parkir tepi jalan umum Rp11,69 miliar, ge­dung parkir Rp1,12 miliar, semen­ta­ra pendapatan dari terminal par­kir elektronik (TPE) sebesar 22,83 miliar, parkir PD Pasar Jaya sebesar Rp22,61 miliar, dan parkir dari perjanjian kerja sama Rp21,4 miliar, serta pen­dapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sebesar 2,9 miliar.

Pendapatan tarif parkir yang besar tentu perlu dikelola secara bijak sehingga tidak me­nim­bul­kan spekulasi di masyarakat. Un­tuk itu, perlu penerapan good cor­po­rate governance (CGC). Me­nu­rut Thomas S Kaihatu dalam Good Corporate Governance, se­cara de­fi­nitif GCG merupakan sistem yang mengatur dan me­ngen­da­likan perusahaan yang mencip­ta­kan nilai tambah un­tuk semua stakeholder (Monks, 2003).

Dua hal yang ditekankan dalam kon­sep ini. Pertama, pen­tingnya hak pemegang saham untuk mem­per­oleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban pe­rusahaan untuk mengung­kap­kan (disclosure) se­ca­ra aku­rat, tepat waktu, trans­paran ter­ha­dap semua informasi kinerja pe­ru­sahaan, kepemi­likan, dan sta­keholder.

Pemprov DKI semestinya me­nunjukkan prinsip mana­je­men pendapatan parkir secara baku. Tata kelola yang baik me­rupakan perwujudan dari prin­sip good governace. Dalam prin­sip GCG, misalnya, terdapat lima hal yang perlu dilakukan, yakni trans­pa­ransi, akun­ta­bi­li­tas, respon­si­bi­li­tas, kewajaran, dan indepen­den­si.

Transparansi adalah pen­ting­nya pemerintah untuk mem­be­ri­kan informasi secara terbuka ke­pa­da masyarakat, mi­salnya se­bera­pa besar pen­da­patan parkir dan bagaimana ang­garan itu di­kelola. Akun­ta­bi­li­tas berarti ke­se­luruhan ang­gar­an tersebut da­pat diper­tang­gung jawabkan, baik secara tek­nis maupun admi­nistratif. Res­pon­sibilitas yakni Pemprov DKI ha­rus mematuhi segala aturan hukum yang ber­la­ku serta ber­tanggung jawab ter­ha­dap ma­sya­rakat, termasuk ling­kungan usaha. Selanjutnya, kewajaran yakni adanya keadilan dan ke­se­taraan di dalam mela­ku­kan tata kelola, serta inde­pen­densi, yak­ni masalah perpar­kiran harus dikelola secara inde­penden se­hingga tidak merugi­kan pihak lain yang terlibat dalam akti­vi­tas tersebut.

Tentu, dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, Pem­prov DKI Jakarta diharapkan mampu mengelola anggaran perparkiran secara profesional sehingga sinergi antara semua pihak dapat terwujud dengan baik. Kenaikan tarif parkir saat ini adalah solusi terbaik di te­ngah ancaman kemacetan dan polusi udara.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7156 seconds (0.1#10.140)