Said Aqil: Kesejahteraan Rakyat Masih Jauh Panggang dari Api

Rabu, 27 November 2019 - 18:55 WIB
Said Aqil: Kesejahteraan Rakyat Masih Jauh Panggang dari Api
Said Aqil: Kesejahteraan Rakyat Masih Jauh Panggang dari Api
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyebut sila kelima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” masih jauh dari harapan.

Pernyataan tersebut disampaikan Kiai Said saat menerima rombongan para pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Di antaranya Ketua MPR Bambang Soesatyo dan sejumlah wakil ketua, Jazilul Fawaid, Hidayat Nur Wahid dan Fadel Muhammad.

”Sila kelima masih jauh dari harapan, jauh panggang dari api. Ketimpangan sosial, kemiskinan, pengangguran, gap ekonomi luar biasa yang semuanya adalah warga NU yang sangat miskin, sangat dhaif. Satu meter, sejengkal tanah aja enggak punya dan berada di tepi kekayaan alam, tambang, di tepi laut, di tepi hutan. Justru di situ kekayaan luar biasa, tapi justru di situ miskin,” tuturnya.

Kiai Said mencontohkan, kemiskinan itu banyak terdapat di daerah-daerah yang merupakan basis warga NU seperti Bondowoso dan Tasikmalaya. ”Itu merupakan amanat yang membebani kita semua, lalu kita pikirkan. (Isu kesejahteraan) jangan hanya dijadikan pidato ketika kampanye, diorasikan ketika seminar, tapi tak ada implementasinya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Kiai Said juga menyatakan PBNU setuju pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) kembali dipilih oleh MPR. Alasannya, pilpres secara langsung selama ini dinilai lebih banyak dampak negatifnya (mudharat) daripada manfaatnya.

Kiai Said mengatakan, keinginan untuk mengembalikan pilpres ke MPR tersebut merupakan keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konbes NU di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat pada 2012.

”Tentang pemilihan presiden oleh MPR, itu keputusan munas di (Ponpes) Kempek, waktu Pak SBY masih presiden, 2012, Munas NU di Kempek, Cirebon. Ada kiai-kiai sepuh, waktu masih ada Kiai Sahal Mahfudz (Rais Aam PBNU) ketika masih hidup. Ada KH Musthofa Bisri, melihat madharat dan manfaat, jelas sekali pemilihan presiden langsung itu high cost, terutama cost sosial,” tutur Kiai Said.

Menurutnya, pelaksanaan pilpres langsung selalu dibayangi konflik yang mengancam. ”Kita tahu kemarin saja, baru saja kita lalui (pilpres), betapa keadaan kita ini mendidih, panas, sangat-sangat memprihatinkan. Untung alhamdulillah (aman). Tapi apakah setiap lima tahun harus begini,” katanya.

Menurut Kiai Sid, para kiai NU saat itu berfikir pengembalian pilpres oleh MPR, semua demi kepentingan rakyat. ”Tidak ada kepentingan politik praktis. Demikian pula GBHN, demikian pua amandemen terbatas atau menyeluruh, kita serahkan bapak-bapak (pimpinan MPR) yang terhormat ini. Tapi yang jelas amandemen itu suatu keharusan,” katanya.

Mengenai adanya anggapan bahwa pilpres oleh MPR sebagai sebuah kemunduran demokrasi, Kiai Said mengatakan demokrasi hanyalah sebuah alat atau media dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

”Bukan tujuan demokrasi itu. Demokrsi itu alat, media untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan rakyat. Nah kalau demokrasi menyebabkan kemadharatan, kegaduhan, belum tentu demokrasi liberal itu akan menyejahterakan rakyat,” katanya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7008 seconds (0.1#10.140)