BPIP Ingin Pancasila Jadi Pelajaran Khusus dan Wajib di PAUD hingga PT

Senin, 25 November 2019 - 18:04 WIB
BPIP Ingin Pancasila Jadi Pelajaran Khusus dan Wajib di PAUD hingga PT
BPIP Ingin Pancasila Jadi Pelajaran Khusus dan Wajib di PAUD hingga PT
A A A
JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengatakan ingin Pancasila menjadi kata pelajaran wajib dari tingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Mengingat Pancasila ini memegang peran strategis di berbagai lini kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ditambah, adanya temuan fakta bahwa ada sejumlah pakar hukum yang mengaku tidak mendapatkan pelajaran Pancasila selama jenjang pendidikannya.

“Ada hal yang menarik sebelum kita bicara lebih detail soal susunan pengurus, bahwa pasca reformasi arus utama pancasila mengalami perubahan, bahkan di Undang-undang Sisdiknas, Pancasila tidak menjadi mata pelajaran wajib, demikian pula di perguruan tinggi Pancasila tidak menjadi mata kuliah wajib,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua BPIP Hariyono dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

“Dampaknya, antara lain minggu yang lalu ketika kedeputian hukum itu berdiskusi dengan pakar hukum, khususnya dekan fakultas hukum, ada pengakuan jujur seorang dekan yang mengatakan pak, ketika saya S1, tidak dapat mata pelajaran Pancasila, begitu pula saat S2, dan S3. Padahal, sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2011 (UU Kode Etik Profesi), Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum,” terangnya.

Hariyono menjelaskan bahwa Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, pihaknya ingin mendapatkan dukungan menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari PAUD sampai dengan perguruan tinggi. Tentu dengan cara-cara dan model yang tidak bersifat indoktrinatif, tapi melalui cara-cara yang lebih kontekstual dan persuasif.

“Kita ambilkan contoh, kami sudah koordinasi dengan mengundang beberapa pendongeng, jangan sampai nilai-nilai pendongeng dalam masyarakat kita itu masih diwarnai dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan Pancasila,” jelasnya.

“Kita ambil contohnya, kancil itu kehidupannya penuh kelicikan, tapi mengapa itu menjadi cerita rakyat sehingga ada salah satu pendongeng yang mengusulkan kepada kami yaitu kancil minta maaf. Dengan minta maaf, binatang-binatang itu bisa bersatu sehingga mereka bisa maju. Dengan demikian seniman-seniman dan budayawan kita minta ketika melakukan narasi cerita rakyat itu tidak bersifat tragedi, tapi menjadi visioner,” urai Hariyono.

Dan untuk pendidikan formal, Hariyono melanjutkan, pihaknya ingin agar UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas itu bisa diubah sehingga Pancasila tidak hanya dititipkan saja dalam pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Namun, bisa berdiri sendiri. Terlebih, UU Sisdiknas akan direvisi pada tahun mendatang.

“Kami sangat senang karena faktanya sejak kami di UKP PIP sudah sering koordinsi dengan jajaran kemendikbud untuk mengganti itu. Kami juga ingin minta dukungan agar Pancasila yang ada di sektor informal dan formal di lembaga pendidikan ini nanti bisa dimaksimalkan,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Hariyono, pihaknya juga ingin agar semua peraturan perundang-undangan itu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan DPR yang memiliki fungsi legislasi itu bisa menjadikan Pancasila menjadi ideologi yang hidup dan bergerak dan menentukan posisi bangsa indonesia ke depan. Kemudian, bagaimana ekslusi sosial itu bisa diminimalisir.

“Nah, ini yang kita juga butuh bantuan dan dukungan dari DPR agar perumahan-perumahan, rencana tata pembangunan dan seterusnya itu sejak awal sudah menjadikan Pancasila sebagai basisnya. Sehingga perumahan-perumahan yang sifatnya eksklusif, apakah itu karena etnis, ekonomi atau yang lain itu tidak dibiarkan begitu saja,” terangnya.

“Yang terakhir, adalah bagaimana setelah ada inklusi sosial yang baik sehingga minimal ini bisa menjadi sasaran kita bersama, karena denga rasio gini yang tinggi seringkali ketika berhadapan dengan kondisi masyarakat kita yaitu Pancasila belum mampu menjadikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. maka kecemburuan sosial yang bisa menimbulkan pembelahan sosial apalagi revolusi sosial itu harus kita hindarkan bersama,” tambah Hariyono.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.5595 seconds (0.1#10.140)