Desa Siluman Dinilai Puncak Gunung Es Permasalahan Dana Desa

Selasa, 12 November 2019 - 06:30 WIB
Desa Siluman Dinilai Puncak Gunung Es Permasalahan Dana Desa
Desa Siluman Dinilai Puncak Gunung Es Permasalahan Dana Desa
A A A
JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah menilai, kasus desa siluman merupakan puncak gunung es dari permasalahan dana desa yang semakin meningkat. Untuk itu, temuan tersebut diharapkan menjadi momentum yang tepat untuk memperbaiki pengelolaan dana desa di awal periode pemerintahan baru Jokowi-Ma'ruf Amin.

Hal tersebut dianggap penting agar uang pajak rakyat yang disetor ke APBN benar-benar dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di pedesaan. ”Saya kira, munculnya desa siluman ini menjadi momentum memperbaiki manajemen pengelolaan dana desa agar tepat sasaran,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2019).

Adapun desa siluman merupakan desa yang tidak berpenghuni, tetapi mendapatkan kucuran dana desa dari pemerintah. Isu itu awalnya diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Said berpendapat, munculnya desa fiktif atau desa siluman itu tidak boleh dianggap sebelah mata. Persoalan tersebut diminta dituntaskan, karena dana desa itu berasal uang pajak rakyat yang disetor ke APBN.

“Saya mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) serta Kepolisian untuk menelusuri desa siluman dan jumlah dana desa yang sudah mengalir ke desa-desa. Memang perlu segera mengambil langkah-langkah preventif dan penindakan,” katanya.

Said menjelaskan, lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, tidak bisa dilepaskan dari keinginan negara untuk memperkuat peran dan fungsi desa dalam mata rantai pembangunan. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Hal ini menggambarkan adanya keinginan kuat untuk mempercepat pembangunan ekonomi, tidak hanya pembangunan fisik, tetapi juga pemberdayaan masyarakat desa guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. “Dana desa dianggarkan setiap tahun dalam APBN yang diberikan kepada setiap desa sebagai salah satu sumber pendapatan desa,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.

Dia menilai kebijakan itu sekaligus mengintegrasikan dan mengoptimalkan seluruh skema pengalokasian anggaran dari pemerintah kepada desa yang selama ini sudah ada. “Oleh sebab itu, perlu ada regulasi yang memperjelas fungsi dan kewenangan Desa yang pada ujungnya melahirkan kebijakan penataan dan pengaturan mengenai Desa,” tuturnya.

Dia melanjutkan, terdapat beberapa langkah yang bisa digunakan untuk meminimalisir penyelewengan dana desa. Pertama, memperkuat pengawasan yang dilakukan aparat Pemerintahan diatasnya, mulai dari Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pusat. Kedua, memperkuat database mengenai pengelolaan Dana Desa yang bisa digunakan untuk monitoring keberadaan dana desa. Ketiga, meningkatkan partisipasi publik dalam mengawasi pengelolaan dana desa. “Dan keempat, memberikan reward dan punishment dari pemerintah terhadap pengelolaan dana desa dalam bentuk dana insentif desa,” ucapnya.

Selain itu, peran dan fungsi DPR dalam mengawasi pelaksanaan dana desa perlu lebih dioptimalkan. Pengawasan yang dilakukan DPR bisa lebih efektif, mengingat tugas dan kewenangan DPR yang bisa menelusuri penggunaan dana APBN dalam seluruh sektor. “Ke depan DPR harus lebih proaktif dalam mengawasi penggunaan dana desa, sehingga bisa mengantisipasi penyelewengan lebih dini. Persetujun alokasi dana desa dilakukan oleh DPR bersama pemerintah dalam transfer daerah dan dana desa (TKDD),” pungkasnya.
(zil)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9491 seconds (0.1#10.140)