Bowo Sidik Dituntut 7 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut

Rabu, 06 November 2019 - 20:28 WIB
Bowo Sidik Dituntut 7 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut
Bowo Sidik Dituntut 7 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut pidana penjara selama 7 tahun dan pidana tambahan pencabutan hak politik selama 5 tahun terhadap mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.

JPU yang dipimpin Kiki Ahmad Yani dan Ikhsan Fernandi Z dengan anggota Amir Nurdianto dan Ferdian Adi Nugroho menilai, Bowo Sidik Pangarso selaku anggota DPR periode 2014-2019 telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam dua delik.

Pertama, Bowo dalam kapasitas sebagai anggota Komisi VI terbukti telah menerima suap sebesar USD163.733 dan Rp311 juta dari terpidana pemberi suap General Manager Komersial PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasty dan tersangka Direktur PT HTK Taufik Agustono.

Penerimaan uang suap ini bersama-sama dengan orang kepercayaan Bowo sekaligus pegawai PT Inersia Ampak Engineers (Inersia) M Indung Andriani K yang telah dituntut 4 tahun penjara.

Suap dari Asty dan Taufik karena Bowo telah membantu PT HTK mendapatkan kerja sama pekerjaan pengangkutan dan atau sewa kapal dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog), anak perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).

Selain itu Bowo juga menerima suap sebesar Rp300 juta dari Direktur Utama PT Ardila Insan Sejahtera Lamidi Jimat. Suap dari Lamidi diterima langsung Bowo maupun melalui rekening bank atas nama Rini Setyowati Abadi pada 29 Oktober 2018 dan 14 November 2018.

Rini adalah pemilik rumah yang disewa Bowo sebagai Posko Pemenangan Pencalegan Bowo di Kabupaten Demak saat maju dalam Pemilu Legislatif 2019.

Uang dari Lamidi karena Bowo telah membantu PT Ardila Insan Sejahtera menagihkan pembayaran utang ke PT Djakarta Lloyd (Persero) dan agar PT Ardila Insan Sejahtera mendapatkan pekerjaan penyediaan BBM jenis Marine Fuel Oil (MFO) kapal-kapal PT Djakarta Lloyd (Persero).

Kedua, Bowo terbukti menerima gratifikasi dengan total SGD700.000 dan Rp600 juta yang terpecah beberapa bagian dan berhubungan dengan beberapa jabatannya. Masing-masing SGD250.000 diterima Bowo pada awal 2016 dalam jabatannya selaku anggota Badan Anggaran DPR yang mengusulkan dan mengurus DAK fisik untuk Kabupaten Kepulauan Meranti mendapatkan dari APBN 2016.

Kemudian, uang sebesar SGD50.000 diterima Bowo pada 2016 dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR sekaligus sebagai Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I DPP Golkar saat mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Denpasar, Bali untuk pemilihan ketua umum Partai Golkar periode 2016-2019.

Selanjutnya pada pekan terakhir Juli 2017, Bowo menerima uang SGD200.000 dalam kedudukannya sebagai wakil ketua Komisi VI DPR saat membahas penerbitan dan pemberlakuan ā€ˇPeraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas. Sejumlah SGD200.000 diterima Bowo pada 22 Agustus 2017 dalam kedudukannya selaku wakil ketua Komisi VI DPR yang bermitra dengan PT PLN yang merupakan BUMN.

Terakhir, gratifikasi sebesar Rp600 juta yang diterima dalam dua tahap pada Februari 2017 dengan kapasitas Bowo sebagai wakil ketua Komisi VI DPR. Uang tersebut untuk pengurusan usulan dan pengawalan proposal program pengembangan pasar dari Kementerian Perdagangan Tahun Anggaran 2017 berupa dua proyek revitalisasi Pasar untuk Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Bowo Sidik Pangarso berupa pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tegas JPU Ferdian Adi Nugroho saat membacakan amar tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Selain itu, JPU Ferdian membeberkan, pihaknya juga meminta majelis hakim menjatuhkan putusan agar Bowo membayar uang pengganti sebesar Rp52 juta. Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan telah memperoleh hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. "Dan jika tidak menutupi akan diganti dengan hukuman pidana penjara selama satu tahun," tegasnya

JPU Ferdian melanjutkan, saat proses penanganan perkara berlangsung Bowo telah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Dia membeberkan, setelah mencermati fakta-fakta persidangan dan mempertimbangkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, maka Bowo tidak memenuhi syarat-syarat sebagai JC.

"Maka permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa tidak memenuhi syarat untuk dikabulkan. Akan tetapi karena terdakwa telah mengakui perbuatan dan mengembalikan uang hasil tindak pidana, maka hal tersebut akan dipertimbangkan sebagai hal-hal yang meringankan tuntutan pidana atas diri terdakwa," ucapnya.

Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan. Yang memberangkatkan bagi Bowo adalah perbuatannya tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Sedangkan, pertimbangan yang meringankan bagi Bowo ada lima yakni bersikap kooperatif di persidangan sehingga membantu proses lancarnya persidangan, mengakui dan berterusterang atas perbuatannya, mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, sudah mengembalikan sebagian besar uang suap yang diterimanya, dan belum pernah dihukum.

Dari keseluruhan uang gratifikasi yang diterima Bowo, JPU tidak mencantum asal muasal uang gratifikasi atau nama-nama pemberi gratifikasi dalam analisa yuridis atas fakta-fakta hukum yang sebelumnya muncul dalam persidangan.

JPU Ikhsan Fernandi Z membeberkan, sebagian uang suap yang diterima dari Asty dan Taufik serta seluruh uang hasil gratifikasi telah ditukarkan oleh Bowo di antaranya dengan bantuan mantan sekretaris jenderal Nawacita Ayi Paryana. Keseluruhan uang tersebut berjumlah Rp8 miliar dengan pecahan Rp20.000.

Uang dengan pecahan tersebut terdapat di dalam amplop berwarna putih bercap jempol sebanyak 400.015 yang ada dalam 4.000 box amplop dan disimpan di dalam 81 kardus dan dua kontainer plastik berwarna oranye.

Seluruhnya disita tim KPK saat melakukan penggeledahan di Kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo di Salihara Nomor 12, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada 29 Maret 2019.

"Seluruh uang tersebut akan digunakan terdakwa untuk kebutuhan kampanye terdakwa sebagai calon anggota DPR Dapil Jawa Tengah pada Pemilu Legislatif 2019. Terdakwa tidak pernah melaporkan penerimaan uang gratifikasi sebesar SGD700.000 dan Rp600 juta ke KPK, sehingga gratifikasi tersebut harus dianggap sebagai suap," tegas JPU Ikhsan.

Ikhsan menambahkan, secara keseluruhan total uang suap dan gratifikasi yang diterima Bowo equivalen senilai Rp10.384.399.037.
Dari keseluruhan angka ekuivalen penerimaan tersebut, total uang yang disita dan dikembalikan Bowo yakni equivalen sebesar Rp10.436.495.003.

"Maka jumlah kekurangan uang sebagai uang pengganti yang harus terdakwa kembalikan kepada negara adalah sebesar Rp10.436.495.003 dikurangi Rp10.384.399.037 sehingga menjadi Rp52.095.966," ucapnya.

Atas tuntutan JPU, Bowo Sidik Pangarso dan tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Selepas persidangan, Bowo mengaku kecewa dengan JPU karena tidak menyebutkan sumber-sumber atau nama-nama pemberi uang gratifikasi. Padahal Bowo menegaskan, dia telah mengakui dalam persidangan bahwa ada enam pemberi gratifikasi. Keterangan Bowo juga telah diperkuat dengan kesaksian beberapa saksi.

"Semuanya, saya katakan apa adanya, sumpah demi Allah, demi Rasullullah. saya sebut semuanya, Sofyan Basir, Nasir, semua saya sebutkan, saya sebutkan Enggar. Tapi fakta persidangan tidak digunakan oleh JPU. Saya sebutkan Enggar di persidangan, Nasir, tapi apa, JPU KPK tidak bisa menghadirkan beliau-beliau di persidangan saya. Jadi 7 tahun saya pikir ini sangat tidak fair," tegas Bowo. sabir laluhu
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5518 seconds (0.1#10.140)