Alissa Wahid Bicara Soal Demokrasi dan Agama di Indonesia

Sabtu, 31 Agustus 2019 - 14:43 WIB
Alissa Wahid Bicara Soal Demokrasi dan Agama di Indonesia
Alissa Wahid Bicara Soal Demokrasi dan Agama di Indonesia
A A A
JAKARTA - Seknas Gusdurian Alissa Wahid menyampaikan, tantangan keberagamaan Indonesia diera Reformasi. Ia menyebut konflik negara dan warga negara sebagai problem Orde Lama dan terutama Orde Baru.

Sementara problem pada era reformasi bergeser dari konflik vertikal ke konflik horizontal antarkelompok masyarakat. Forum bertema 'Menyusun Strategi Gerakan Muslim Moderat' ini diselenggarakan Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan Dalam Negeri.

Forum ini dihadiri para tokoh masyarakat dan tokoh agama Islam di Bali. Menurutnya, praktik seperti ini dipicu oleh klaim-klaim mayoritas dan pandangan mayoritarianisme. Sementara hal itu terjadi karena demokrasi dipahami secara reduksi sebagai siapa yang menang sehingga mayoritas berhak semaunya.

"Mayoritarianisme di Indonesia berbasis agama apa saja, bukan hanya berbasis agama Islam. Di kantong minoritas Muslim di mana masjid dilarang. Bali lain lagi. Papua lain lagi. Jawa juga demikian. Di daerah lain beda lagi. Mayoritarianisme berbasis agama ini kemudian turun ke politik berbasis agama," kata Alissa Wahid dalam forum diskusi terbatas di Sanur, Kota Denpasar, Jumat (30/8/2019).

Ia juga menyampaikan, tantangan karakter komunal berbasis agama di Indonesia dan prinsip demokrasi yang disepakati di negara Pancasila dengan menjamin kebebasan individu berbasis hukum.

"Tantangannya, karakter komunal beragama dan karakter demokrasi yang berbasis hak individu. Ketika Munas NU memutuskan bahwa term kafir tidak ada dalam negara Indonesia karena pemahaman atas demokrasi yang berbasis individu. Tetapi ini di-reframing bahwa NU bidahnya keterlaluan,” tuturnya.

Alissa menyayangkan, praktik-praktik kekerasan, eksklusivisme, dan praktik intoleransi terjadi di Indonesia dari mayoritas kepada minoritas. Selain itu, ia juga menyebut fenomena keberagaman dalam Islam belakangan ini.

Menurutnya, belakangan ini tumbuh kalangan menengah yang sedang bersemangat menjalankan agama Islam. Mereka umumnya berasal dari latar belakang pendidikan non-pesantren dan non-madrasah serta tidak berafiliasi kepada kelompok Islam yang sudah ada.

"Tantangan kita bukan LDII, Wasliyah, dan lain sebagainya. Tetapi 22% muslim yang sama sekali tidak berafiliasi ke komunitas Muslim Indonesia. Mereka ini tantangan kita Indonesia. Kata Hasan dari Alvara pada 2015. Mereka berasal dari katakan 'abangan' yang tidak kenal agama kemudian rentan kemasukan paham ikut nabi kembali alquran dan hadits, doktrin Islam kaffah," kata Alissa.

Menurutnya, tindakan seperti ini dilakukan oleh individu atau kelompok yang mengatasnamakan mayoritas. Mereka ini perlu diedukasi dan diajak berdialog secara intensif. "Artinya kita harus memanajemen kelompok-kelompok komunal ini dengan baik. Kita tidak bisa sekadar mengecam atau mencaci mereka," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8464 seconds (0.1#10.140)