RUU Kamtansiber Dinilai Harus Dikaji Lebih Dalam

Rabu, 21 Agustus 2019 - 21:45 WIB
RUU Kamtansiber Dinilai Harus Dikaji Lebih Dalam
RUU Kamtansiber Dinilai Harus Dikaji Lebih Dalam
A A A
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber) dinilai masih konvensional.

RUU tersebut dianggap tidak siap menghadapi tantangan siber ke depan.

"Ya kalau membaca sekilas, naskah akademisnya memang boleh dikatakan kayaknya mengacu pada sesuatu yang konstelasinya itu terjadi mungkin 3-4 tahun yang lalu, kondisi siber nasional belum seperti sekarang," ujar Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum, Ardi Sutedja dalam diskusi MNC Trijaya bertajuk RUU Kamtan Siber, Tumpang Tindih dan Rugikan Masyarakat? di D'consulate, Jalan Wahid Hasyim Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).

Alhasil, kata dia, draf RUU Kamtansiber tidak mengacu kepada keadaan riil. "Terkait dengan ancaman, postur pertahanan kita dan sebagainya," ujar Praktisi IT itu.

Untuk itu, menurut dia, draf RUU itu masih perlu dibahas secara mendalam. "Jangan sampai kita membuat undang-undang itu, ternyata produk undang-undang ini tidak mengacu pada keadaan real, sehingga nanti diubah lagi," katanya.

Sementara, lanjut dia, ekonomi negara harus terus bergerak, masyarakat pun harus beraktivitas. "Menurut saya, (Draf RUU Kamtansiber-red) konvensional karena jelas sekali terlihat ini hanya kepentingan dari satu sisi," ujarnya.

Dia melanjutkan, draf RUU itu hanya mengacu pada kepentingan pemerintah atau state centris. Tidak mengacu kepentingan dunia usaha dan tidak mengacu kepada kepentingan-kepentingan lain yang memang ekosistem dari internet itu sendiri.

Dia menilai draf RUU itu tidak siap menghadapi tantangan siber ke depan. "Saya sekilas baca saya rasa tidak, karena tidak merepresentasikan kepentingan-kepentingan yang lebih besar daripada ekosistem yang ada," pungkasnya.

Penilaian RUU Kamtansiber masih konvensional pernah diungkapkan pengamat dari IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin.

Dia mengatakan, masih banyak hal harus diluruskan dalam draft RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang beredar. Contohnya, kata dia, tentang definisi Kamtansiber yang terlalu luas dan tidak jelas nantinya akan membebani industri dan regulator.

“Sanksi resiprokal yang dikenakan kepada lembaga pemerintahan yang melanggar tidak jelas,” ujarnya.

Di samping itu, dalam Pasal 12 ada kewajiban untuk membuat salinan data elektronik, tapi tidak dijelaskan penyimpanannya di mana. “Bagusnya secara eksplisit di level UU disebutkan kewajiban untuk data diletakkan di wilayah hukum indonesia,” ungkapnya.

Pemerintah dan DPR perlu memperjelas definisi "kejahatan siber" (cyber crime) dan ketahanan siber (cyber resillience). “Kalau dibaca secara umum masih sangat sedikit pembahasan di RUU yang terkait dengan cyber defense,” katanya.

Sekadar diketahui, awal Juli 2019, DPR resmi mengesahkan RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber sebagai RUU inisiatif DPR. Hal ini diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-157 Masa Sidang V tahun 2018-2019. Namun pembahasannya menunggu Surat Presiden (Surpres) untuk mengutus menteri atau pimpinan lembaga untuk membahas bersama DPR.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8212 seconds (0.1#10.140)