Perkecil Potensi Korupsi, Eks Pimpinan KPK Dukung RUU Cipta Kerja

Selasa, 25 Agustus 2020 - 05:41 WIB
loading...
Perkecil Potensi Korupsi, Eks Pimpinan KPK Dukung RUU Cipta Kerja
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Haryono Umar, mendukung semangat pemangkasan birokrasi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Haryono Umar, mendukung semangat pemangkasan birokrasi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Pangkalnya, bakal berkontribusi terhadap kinerja pemerintahan.

(Baca juga: Dialog DPR-Serikat Buruh Tetap Berlanjut soal RUU Cipta Kerja)

Dirinya menjelaskan, buruknya tata kelola pemerintah yang kini terjadi akibat timpang tindihnya regulasi dan Satu sama lain pun tak harmonis. Kemudian, birokrasi "gemuk" dan membuat kinerja tidak jelas.

(Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Demo Besar-besaran 25 Agustus 2020)

"Contoh rakor (rapat koordinasi) kepala daerah ke Jakarta berkali-kali. Hasilnya, kan, enggak ada. Hasilnya cuma laporan (pemakaian) anggaran, kan? Habis itu buat apa?" kata Haryono, Senin (24/8/2020).

(Baca juga: Anis Kritisi RUU Cipta Kerja yang Mereduksi Kewenangan BPK)

"Bongsornya" birokrasi tecermin dari banyaknya unit-unit organisasi di kementerian/lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sama. Diumpamakannya dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat.

"(Proses) audit (keuangan negara/daerah) sekarang, kan, banyak (auditor) datang ke mana-mana, pulang-pergi. Hasilnya, korupsi tetap ada. Jadi, anggaran lebih banyak dihabiskan untuk perjalanan dinas," tegas dia.

Imbasnya, penyerapan anggaran menjadi mubazir. Apalagi, banyak posisi strategis diisi orang-orang tidak pantas, sehingga kerap menyalahgunakan kewenangan. Praktik ini pun memperbesar potensi korupsi, khususnya menyangkut perizinan.

"Semakin panjang birokrasi, semakin banyak yang dilalui, semakin banyak korupsi karena harus berhadapan dengan orang yang memberikan pelayanan kepada masyarakat menganggap itu sudah berjasa, jadi harus dibayar. Padahal, itu kewajiban dia," urainya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1431 seconds (0.1#10.140)