Kuat Berdiri saat Salat, Masjidilharam Diguyur Hujan saat Mbah Moen Berpulang

Selasa, 06 Agustus 2019 - 13:34 WIB
Kuat Berdiri saat Salat, Masjidilharam Diguyur Hujan saat Mbah Moen Berpulang
Kuat Berdiri saat Salat, Masjidilharam Diguyur Hujan saat Mbah Moen Berpulang
A A A
MEKKAH - Ulama Kharismatik, kiai NU, dan tokoh terpandang di PPP, KH Maimoen Zubair ( Mbah Moen ) Moen wafat di Mekkah, Arab Saudi, saat menunaikan rukun Islam kelima yakni Ibadah Haji. Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Anwar Sarang, Rembang ini wafat di Rumah Sakit An Noer Mekkah, Selasa (6/8/2019) sekitar pukul 04.30 Waktu Arab Saudi (WAS). Rencananya, Mbah Moen akan dimakamkan di Mekkah. (Baca juga: Mbah Moen Dimakamkan di Mekkah Atas Musyawarah Keluarga )

Dua hari sebelumnya, Wasekjen PPP/Anggota Komisi VIII DPR Achmad Baidowi (Awiek) yang juga tengah menjalankan ibadah Haji sowan ke Mbah Moen. Berikut kesaksian Awiek saat bertemu Mbah Moen:

Minggu malam (4/7/2019) usai Maghrib, saya bersama istri dan Waketum PPP/Wakil Ketua Komisi IX DPR Ermalena MHS berusaha menerobos padatnya jamaah haji d pelataran pintu 1 Masjidilharam. Kami berencana sowan ke KH Maimoen Zubair (Mbah Moen).

Melalui Asrofi, santri yang menemani Beliau (Mbah Moen), kami diberi waktu ba’da Maghrib. Menjelang Isya, kami tiba di lantai 19 Hotel Dar Al Eman Royal, Mekkah, tempat Beliau bermalam. Saat itu di dalam sedang ada Ustaz Solmed (Sholeh Mahmoed) bersama istri juga sedang sowan.

Giliran kami masuk, pas mau masuk waktu adzan Isya. Beliau bilang…’kok datangnya sekarang, saya mau salat. Ayo bareng saya salat jamaah di masjid’.

Dengan kursi roda, Beliau diantar untuk salat berjamaah. Karena jamaah sudah penuh, kami maksimal hanya bisa mencapai ke Jalan Ajyad yang langsung menghadap ke pintu 1 Masjidilharam. Saya bersama Ustaz Solmed berada di shaf belakang Beliau. Dan Beliau salatnya masih berdiri, tidak di kursi roda. Subhanallah.

Usai sholat kami diajak kembali ke kamar untuk melanjutkan silaturahmi. Sangat beruntung sekali saya bisa sowan dengan waktu yang sangat lama di Tanah Suci. Beberapa kali mau pamit pulang, selalu ditahannya. Bahkan, kami pun diajak makan malam bersama menu nasi kebuli yang dibelikan santri Beliau.

Dengan ditemani istri tercinta, Beliau mulai memberikan nasihat-nasihat kepada kami. Mulai dari isu keislaman, keindonesiaan hingga ke-PPP-an.

Tentang keislaman, Beliau menceritakan bahwa kesadaran umat Islam di Indonesia untuk beribadah semakin tinggi. Bahkan Beliau menyebut ada kenaikan hingga 70% tingkat ketaatan beribadah. Namun, Beliau juga mengingatkan bahwa sekarang ini sedikit ulama yang alim dibanding ulama yang kharismatik. Maksudnya, banyak mubaligh bukan karena kedalaman keilmuan yang dimiliki tapi karena keterkenalannya. Dan ini tantangan bagi generasi kita ke depan.

Kemudian Beliau menceritakan tentang keindonesiaan, khususnya ekonomi umat Islam. Bahkan, secara ekspilisit Beliau menyebut budaya bisnis Indonesia yg dikuasai pengusaha keturunan. Pertama rokok kretek. Yang asli dulunya dimiliki saudagar Muslim tapi sekarang sudah dimiliki pengusaha China. Bahkan orang merokok nglinting pun sudah nyaris tidak ada lagi.

Kedua, jamu tradisional juga banyak dimiliki pengusaha China. Ketiga, ragi tape juga usahanya sudah digeluti pengusaha China. Padahal tape itu makanan khas orang Indonesia. Hal itu terjadi karena lemahnya kesadaran wirausaha umat Islam Indonesia.
Masih tentang Keindonesiaan, Mbah Moen mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Politik lima tahunan jangan menjadi alasan untuk terpecah belah.

Jokowi terpilih sebagai Presiden merupakan takdir Allah SWT melalui pemilu yang konstitusional. Beliau juga bercerita meskipun menjadi pendukung Jokowi tapi tidak memusuhi Prabowo.

Mbah Moen juga bercerita bahwa guru ngaji Jokowi adalah santri Beliau. Bahkan saat berkunjung ke Ponpes Al Anwar Sarang, Jokowi juga sempat diminta menjadi imam salat.

"Waktu itu salat Maghrib saya yang jadi imam, lalu salat Isya Jokowi yang jadi imam. Setelah Fatihah, Pak Jokowi membaca Was Syamsi. Ini kalau tidak pernah ngaji mana bisa baca surat tersebut," kenang Mbah Moen.
Terakhir tentang PPP. Beliau begitu antusias ketika mendengar PPP di Madura, khususnya Pamekasan sangat signifikan. Beliau juga sumringah ketika mengetahui perolehan suara saya pribadi masuk 10 besar nasional dari semua partai. Beberapa kali beliau memanggil saya kiai Madura. Sebutan yang sebetulnya belum pantas buat saya.

"Kiai Madura, saya bangga PPP masih besar di sana, bahkan di Pamekasan menang. Saya ini masih ada darah Madura dari Klampis Bangkalan. Jadi teruslah berjuang di PPP ya. Jaga dan selamatkan partai ini," pesan Beliau berkali-kali.

Saya pun kaget dan tidak menyangka ada rahasia Ilahi Beliau berkali-kali pesan tentang PPP. Dengan perolehan 19 kursi DPR, Beliau berpesan agar pengurus d semua tingkatan introspeksi diri. PPP harus tetap memegang prinsip amar maruf nahi munkar.

PPP harus menjadikan contoh bagi yang lain sebagai partai berazaskan Islam. Terakhir, sebelum pamit yang kesekian kalinya, Beliau berpesan berpegang teguhlah pada ajaran Islam dan patuh serta tunduk pada hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (undang-Undang).

Tiba-tiba, Selasa (6/7/2019) menjelang Subuh, saya dikejutkan telepon yang mengabarkan bahwa Mbah Moen sudah wafat. Innalillahi wainna Ilaihi rojiun.

Mungkin sudah pertanda dari Allah SWT, saat itu bersamaan hujan mengguyur kawasan Masjidilharam. Salah seorang ulama besar Nusantara berpulang di Tanah Suci.

Pesan berkali-kali tentang PPP rupanya juga sebagai pertanda bahwa Beliau tidak mungkin aktif lagi di partai. Baru setelah mendengar kabar duka tersebut, saya memahami makna tersembunyi di balik pesan beliau. Selamat jalan guru kami.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8046 seconds (0.1#10.140)