Cegah Penyebaran Radikalisme lewat Duta Damai Goes to School

Minggu, 28 Juli 2019 - 12:04 WIB
Cegah Penyebaran Radikalisme lewat Duta Damai Goes to School
Cegah Penyebaran Radikalisme lewat Duta Damai Goes to School
A A A
JAKARTA - Penyebaran radikalisme dan terorisme harus terus diwaspadai. Apalagi penyebar paham itu juga menyasar generasi muda. Oleh karena itu, perlu upaya kuat untuk melindungi masyarakat dari kedua paham tersebut.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Pusat Media Damai (PMD) terus bergerak membangun jaringan dan kekuatan untuk membuat kontranarasi dalam menghadapi penyebaran radikalisme dan terorisme, khususnya di dunia maya.

Salah satu program Duta Damai Dunia Maya, yakni menggelar Duta Damai Goes to School. Program ini menyasar anak muda dari kalangan pelajar dengan memberi pengetahuan dan pemahaman tentang penyebaran radikalisme dan terorisme.

Tujuan program tersebut untuk mencegah dan memberikan imunitas agar mereka tidak terpapar paham negatif tersebut, terutama melalui aktivitas di dunia maya.

“Hari ini adik-adik pelajar SMA ini kita lakukan 'imunisasi', tanpa harus disuntik. Ini 'imunisasi' secara spiritual. Ada yang bisa dilakukan dengan narasi dunia maya atau dengan offline seperti Goes to School ini,” tutur Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli saat membuka Duta Damai Goes to School di Manado, Sabtu 27 Juli 2019.

Hamli berharap setelah mengikuti program ini, para pelajar bisa melakukan "imunisasi" terhadap kawannya dan keluarganya, baik melalui dunia maya maupun nyata.

Duta Damai Goes to School diikuti 160 pelajar SMA dan sederajat di Kota Manado dan dilaksanakan oleh Duta Damai Dunia Maya Sulawesi Utara (Sulut). Tidak hanya memberikan "imunisasi" radikalisme dan terorisme, kegiatan ini juga menggelar lomba pembuatan video pendek 1 menit.

Hamli banyak memberikan pemahaman tentang terorisme. Dia menjelaskan di dunia ada dua kelompok organsiasi teroris besar, Alqaeda dan ISIS. Proses munculnya kedua kelompok itu berbeda, pun masanya juga berbeda. Alqaeda berdiri di tengah isu perang dingin, komunisme dan kapitalisme, sementara ISIS memanfaatkan demokratisasi di Timur Tengah yang disebut Arab Spring.

Dia mengatakan, isu terkait ISIS dengan Alqaeda berbeda. Isu pertama adanya perang akhir jaman, sehingga banyak orang di seluruh dunia datang ke Irak dan Suriah. Juga isu ingin mencari negara syariat.

“Yang harus digarisbahwai, ketika isu itu masuk di dunia maya, itu harus dicegah dan dilakuakn kontranarasi agar orang tidak termakan isu tersebut. Sekali lagi teman-teman harus memahaami ini baik global maupn internasional,” kata Hamli.

Biasanya, ungkap Hamli, kelompok teror itu menyebarkan ideologi dengan ditambah hoaks atau berita bohong. Contohnya Suriah. Negara yang dulu dikenal indah dan makmur itu kini hancur lebur karena hoaks yang dibuat ISIS tentang kebiadaban Presiden Bashar Al-Asaad terhadap orang Sunni yang sedang berdemo.

Dalam demo itu ada korban 1-2 orang, tapi dalam foto yang diangkat ke permukaan adalah pembunuhan massal. Fotonya adalan korban perang Iran-Irak.

“Ketika orang melihat banyak orang mati pasti menimbulkan kakhawatiran, dendam, sakit hati. Hoaks semacam itu selalau ditimbulkan orang-orang itu,” tutur Hamli.

Hamli mengungkapkan orang menjadi teroris itu tidak tiba-tiba. Biasanya orang menjadi terorisdiawali dengan intoleransi. Itu biasanya ditandai perubahan sikap seseorang seperti tidak mau NKRI, anti Pancasila, mengkafirkan orang. Dari situ tinggal tunggu saja mereka naik kelas untuk melakukan teror.

“Ketika ada orang seperti itu, tolong tanyakan, kalau alasannya agama, carikan pemuka agama dia, untuk menjelaskan,” tandas Hamli.

Hamli juga meminta duta damai dan para pelajar untuk membekali diri dengan memperkuat pengetahuan dan intelektual. Itu akan menjadi modal agar bisa menyebarkan kontra narasi dan konten damai di dunia maya.

"Anda sendiri harus membekali diri dengan memperkuat pengetahuan dan intelktual, dengan hal seperti ini supaya bisa menyebarkan di dunia maya," tutur Hamli.

Selain Direktur Pencegahan BNPT, Duta Damai Goes to School 2019 juga menghadirkan narasumber Nursadrina Dhania.

Nursadrina adalah orang Indonesia yang pernah terkena bujuk rayu ISIS sehingga berhasil merayu keluarganya untuk pindah ke Suriah demi untuk hidup di negeri dengan Syariat Islam.

“Tapi apa yang saya dan keluarga dapat, semua janji ISIS itu bohong belaka. Kami bahkan menderita dan melihat kekejaman dan kebiadaban ISIS. Beruntung saya dan keluarga berhasil keluar dari sana. Saya berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia sehingga kami akhirnya bisa pulang ke Indonesia, meski harus membayar mahal keputusan kami pergi ke Suriah,” papar Dhania.

Dhania terpapar ideologi ISIS melalui media sosial saat masih kelas 2 SMA. Padahal secara sosial ekonomi, keluarganya tergolong mampu.

“Jangan sampai kawan-kawan muda termakan propaganda ISIS di media sosial seperti saya. Lebih baik kalau tidak tahu, bertanya kepada yang lebih tahu, juga harus bisa melakukan saring sebelum sharing konten-konten di media sosial,” tutur Dhania.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7534 seconds (0.1#10.140)