DPR Diusulkan Dipimpin Nasionalis, MPR dari Parpol Religius

Selasa, 09 Juli 2019 - 14:32 WIB
DPR Diusulkan Dipimpin Nasionalis, MPR dari Parpol Religius
DPR Diusulkan Dipimpin Nasionalis, MPR dari Parpol Religius
A A A
JAKARTA - Komposisi pimpinan DPR sudah diatur dalam UU MD3 yakni pemenang pemilu otomatis berhak atas kursi ketua DPR. Dalam hal ini, PDIP dipastikan menduduki kursi Ketua DPR 2019-2024. Sementara kursi wakil ketua menjadi jatah Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, dan PKB.

Artinya, dinamika politik dalam penentuan komposisi pimpinan hanya akan terjadi dalam pembahasan unsur pimpinan MPR yang akan diajukan dalam sistem paket, termasuk di dalamnya dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis menuturkan, setiap anggota DPR, DPD punya hak untuk mengisi semua jabatan di MPR. Namun dalam praktiknya hal itu tergantung pada dinamika yang berkembang. Menurut Margarito, kurang elok jika kursi pimpinan MPR diperebutkan oleh parpol dalam satu koalisi.

Diketahui, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar terang-terangan menyatakan ingin menduduki kursi Ketua MPR. Di sisi lain, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto juga menyebutkan partainya yang mendapatkan kursi terbanyak kedua setelah PDIP, lebih berhak mendapatkan jatah kursi Ketua MPR.

"Menjadi lucu kalau aliansi yang besar ini berkelahi. Kita ingin mendapatkan satu horison yang menunjukkan bahwa koalisi atau aliansi ini betul-betul menuntun perilakunya dengan semangat gotong-royong," tutur Margarito dalam Diskusi Empat Pilar dengan tema "Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR?" di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).

Namun, jika kursi pimpinan DPR dipegang PDIP yang berhaluan nasionalis maka PKB yang berhaluan religius-nasionalis dan lebih dekat dengan kalangan NU, dinilai tepat untuk menduduki kursi pimpinan MPR. "Kalau PDIP nanti pegang (ketua) DPR, rasanya PKB masuk akal kalau ada di (ketua) MPR. Bukan karena satu ada Pak Jokowi dan Kiai Ma'ruf," tuturnya.

Dikatakan Margarito, hal ini juga selaras dengan yang diinginkan Bung Karno,dimana dua kekuatan politik yakni, nasionalis dan religius jangan sampai berkelahi. "Jadi ada nasionalis yang pegang DPR, lalu satu yang dekat-dekat ke religius yang mewakili NU yang begitu besar ada di Jawa timur, di Jawa Tengah dan Jawa Barat dan segala macam, saya rasa itu menjadi cocok," tambahnya.

Dikatakan Margarito, dalam merumuskan paket pimpinan politik seperti di MPR, pertimbangan layak dan tidak menjadi acuan. Berbeda dengan pertimbangan hukum dimana sah dan tidaknya yang lebih diutamakan. "Kalau orang (partai) dua ini adem maka adem politik ini dan kalau dua orang dua ini berkelahi maka kan pusing kita," paparnya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0494 seconds (0.1#10.140)