Kasus Pemalsuan SKD, Kemendikbud Serahkan ke Daerah

Kamis, 04 Juli 2019 - 06:40 WIB
Kasus Pemalsuan SKD, Kemendikbud Serahkan ke Daerah
Kasus Pemalsuan SKD, Kemendikbud Serahkan ke Daerah
A A A
JAKARTA - Kemendikbud menyerahkan penyelesaian kasus dugaan pemalsuan surat keterangan domisili (SKD) di daerah, termasuk Jawa Tengah, yang digunakan sebagai syarat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) kepada pemerintah daerah. Sejumlah kalangan pemerintah membuat regulasi yang ketat agar kasus pemalsuan SKD, juga surat keterangan tidak mampu (SKTM), tidak terulang.

Salah satu perbaikan yang perlu dilakukan adalah revisi pendekatan kebijakan zonasi yang main pukul rata. Kebijakan Kemendikbud menyerahkan penyelesaian pemalsuan SKD disampaikan Sesjen Kemendikbud Didik Suhardi. Menurut dia, pemerintah pusat memilih fokus melakukan penataan agar pelaksanaan PPDB ke depan bisa lebih baik.

Namun, dia menggariskan meski ada kasus dugaan pemalsuan ini, pemerintah daerah harus memastikan bahwa semua anak usia sekolah di daerahnya harus dapat bersekolah. "Kalau urusan pemalsuan, tentunya biar pemerintah daerah yang menyelesaikannya. Ke depan agar kasus ini tidak terjadi lagi maka peningkatan kerja sama antara Kemendikbud dan Kementerian Dalam Negeri akan terus ditingkatkan," ujar Didik di Jakarta kemarin.

Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengingatkan pentingnya regulasi dan pengawasan serius pemerintah daerah agar kasus pemalsuan dan SKTM bodong tidak terulang. “Dengan syarat, semua pemangku kepentingan sepakat bulat urgensi penerapannya dan sepakat persentasenya,” katanya.

Di sisi lain, politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga mengingatkan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan, terutama pemerataan guru serta sarana-prasarana. Menurut dia, jika kondisi demikian belum terpenuhi maka berbagai dinamika kasus PDB akan terus terjadi. “Hal ini karena orang tua akan berusaha dengan cara apa saja agar anaknya diterima di sekolah yang dianggap berkualitas demi masa depan calon siswa itu sendiri,’’ tandasnya.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim menilai kasus dugaan pemalsuan SKD ini merupakan contoh yang tidak baik bagi pengembangan karakter anak di masa depan. Seharusnya pihak sekolah langsung membatalkan penerimaan yang bersangkutan sebagai siswa karena telah menyalahi aturan. "Saya pikir ini orang tuanya terlalu berlebihan sampai menggadaikan kejujurannya. Ini justru menjadi contoh tidak baik bagi pengembangan karakter anaknya nanti ke depan," katanya.

Satriwan menyebutkan, kasus ini muncul karena paradigma orang tua dan masyarakat yang pada umumnya masih berpatokan pada kategorisasi sekolah unggulan dan bukan unggulan, sehingga apa pun cara dilakukan agar calon siswa tersebut diterima masuk di sekolah yang sudah terkenal unggulan itu. Oleh karena itu, jelasnya, melalui zonasi, dampak jangka panjangnya adalah polarisasi sekolah negeri semacam itu akan terkikis.

Namun, dengan catatan bahwa sistem zonasi siswa ini harus dibarengi dengan distribusi dan pemerataan kualitas dan jumlah guru. Selain itu, juga pembenahan infrastruktur sekolah dan kebijakan-kebijakan pendidikan yang relevan dan terkait, seperti menghilangkan status nilai akreditasi yang membuat sekolah itu berkasta-kasta.

Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto berpendapat sistem zonasi itu mestinya dijalankan untuk memperkuat sistem yang sudah berjalan baik selama ini dengan sistem daring atau online. Totok berpendapat, kelemahan zonasi adalah pada prinsip one size fits all yang diterapkan secara absolut ke seluruh Indonesia dengan mengabaikan kondisi daerah yang beragam.

Menurut peraih penghargaan dari Boston University ini, untuk negara semajemuk dan kepulauan seperti Indonesia, pendekatan kebijakan zonasi yang main pukul rata ini berbahaya. "Kita harus mempelajari keunikan setiap wilayah dan kondisi sosial masyarakatnya. Kalau dipaksakan, ya macam-macam hal negatif yang muncul, seperti pemalsuan domisili dan semacamnya," katanya ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5557 seconds (0.1#10.140)