Penerapan Sistem Zonasi Membutuhkan Perpres

Selasa, 02 Juli 2019 - 08:42 WIB
Penerapan Sistem Zonasi Membutuhkan Perpres
Penerapan Sistem Zonasi Membutuhkan Perpres
A A A
JAKARTA - Sistem zonasi sekolah bukan hanya garapan satu kementerian, tapi butuh sinkronisasi 18 kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah. Karena itu, dalam implementasinya butuh Peraturan Presiden (Perpres).

Pernyataan itu disampaikan Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana Girsang saat diskusi Di Balik Kebijakan Zonasi di Jakarta, kemarin. Menurutnya, sistem zonasi dalam pendaftaran peserta didik baru (PPDB) sangat penting diperkuat Perpres sebagai dasar sinkronisasi kebijakan terkait sistem zonasi dengan K/L lain.

Dia mengatakan, di dalam Perpres itu akan diatur sinkronisasi dengan 18 KL seperti Kementerian PUPR yang bertugas membangun sekolah, Kementerian Keuangan terkait anggaran, Kementerian PAN dan RB untuk pemenuhan gurunya, dan bahkan ada Kementerian Agama yang membawahi sekolah keagamaan.

“Kami memandang bahwa zonasi sekolah itu bukan hanya kami. Tetapi perlu sinkronisasi, kolaborasi, dan sinergi antar KL dan pemda,” ungkap Chatarina.

Dia menuturkan, nantinya Perpres itu akan mengatur tentang rotasi guru yang berdasarkan zonasi. Dengan zonasi, maka untuk menghitung kebutuhan guru per mata pelajaran akan lebih mudah. Apalagi, selama ini guru belum ada pemetaan secara akurat berapa kebutuhannya yang harus direkrut melalui CPNS. Lalu juga pembangunan sarana prasarana sekolah yang disinkronisasikan dengan zonasi.

Chatarina menjelaskan, saat ini pemerintah tengah menyusun draft materi untuk Perpres yang rencananya akan dikeluarkan tahun ini. “Kita mengejar tahun ini harus keluar (perpres), dan itu kita akan libatkan KL terkait," kata Chatarina.

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, sistem zonasi pada PPDB memang butuh sinkronisasi jika mau sukses dalam pengimplementasiannya. Dia juga meminta adanya sinkronisasi dengan Kemenristekdikti terkait penerimaan mahasiswa baru yang jangan menseleksi calon mahasiswa dari kategorisasi sekolahnya.

"Sinkronisasi juga harus di Kemenristekdikti. Jangan sampai nanti penerimaan siswa baru masih gunakan jalur undangan yang terlalu banyak. Misalnya, sekolah unggulan atau sekolah favorit banyak akhirnya membuat nilai-nilai seperti ini bertahan. Inilah makanya butuh sinkronisasi kebijakan," katanya.

Hetifah menjelaskan, bahan pembuatan kebijakan khususnya di bidang pendidikan memang harus berdasarkan data dan informasi akurat. Termasuk di dalamnya kebijakan tentang pembangunan sekolah baru, revitalisasi ruang kelas dan sarana prasarana, serta juga distribusi guru. Sementara agar tidak terjadi resistensi dan keluhan seperti yang terjadi di PPDB tahun ini, maka sinkronisasi kebijakan di pemerintah pusat dan daerah harus diperkuat sejak dini.

Anggota Ombudsman RI Ahmad Suaedy menjelaskan, sistem zonasi memang jangan menjadi tanggung jawab Kemendikbud saja. Dia menilai, melalui perpres maka semua KL dan juga pemerintah daerah akan terlibat dalam pelaksanaannya.

"Yang penting saat ini, yang terkait dengan misinformasi segera diselesaikan. Peta zonasi juga harus diselesaikan sehingga masyarakat tidak bingung tanpa harus mengubah sistem zonasi itu sendiri," ujarnya.

Suaedy menuturkan, sistem zonasi mengurangi praktik jual beli kursi pada proses penerimaan siswa baru. Sebab, melalui zonasi maka siswa hanya bisa diterima melalui kedekatan jarak tempat tinggal dan sekolah.

Di sisi lain Suaedy mengkritisi revisi kuota jalur prestasi di luar zona yang naik dari 5 ke 15 %. Menurut dia, semestinya revisi ini dibuat enam bulan sebelumnya, sehingga orang tua bisa menerka-nerka apakah prestasi anaknya itu bisa lolos syarat di sekolah yang dituju.

DPR Terima Laporan Manipulasi Domisili
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Reni Marlinawati menyayangkan bahwa dalam praktik PPDB melalui mekanisme zonasi sebesar 80% justru membuka ruang praktik manipulasi domisili. Pihaknya mendapatkan laporan bahwa ada orang tua murid yang melakukan manipulasi domisili agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit.

“Kami mendapat informasi ada praktik manipulasi domisili demi mendapatkan sekolah favorit. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mencermati praktik ini,” kata Reni di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, praktik manipulasi domisili tentu diduga kuat terjadi pelanggaran hukum dengan memalsukan domisili. Karena itu, Anggota Legislatif dari Sukabumi ini meminta agar praktik curang tersebut harus diusut tuntas.

“Terkait dengan dugaan praktik manipulasi domisili, pemerintah harus melakukan investigasi dan koordinasi dengan aparat penegak hukum,” desak Reni.

Selain itu, lanjut Wakil Ketua Umum DPP PPP ini, persoalan di lapangan akibat penerapan PPDB dengan sistem zonasi ini harus menjadi catatan penting bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melakukan perbaikan. “Kita sepakat, ada masalah dalam penerapan sistem PPDB ini. Pemerintah harus melakukan perbaikan dalam pelaksanaannya,” ujarnya.

Lebih dari itu, Reni meminta agar pemerintah melakukan pengawasan lebih intensif dalam pelaksanaan PPDB. Sehingga, praktik kecurangan bisa dihindari dan tujuan PPDB itu bisa tercapai.

“Pengawasan mutlak dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan,” tandasnya. (Neneng Zubaidah/Kiswondari)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 5.7985 seconds (0.1#10.140)