KPU Cecar Saksi Soal DPT 17,5 Juta yang Dipersoalkan Tim Prabowo-Sandi

Rabu, 19 Juni 2019 - 15:31 WIB
KPU Cecar Saksi Soal DPT 17,5 Juta yang Dipersoalkan Tim Prabowo-Sandi
KPU Cecar Saksi Soal DPT 17,5 Juta yang Dipersoalkan Tim Prabowo-Sandi
A A A
JAKARTA - Pemohon Tim Hukum 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan saksi fakta bernama Agus Maksum. Agus mengklaim sebagai Tim IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 sebagaimana terungkap dari pertanyaan Kuasa Hukum Termohon KPU, Ali Nurdin.

"Saya bekerja dengan tim," ujar Agus dalam memberikan kesaksian di Ruang Sidang Mahkamah Kontitusi (MK), Jakarta, Rabu (19/6/2019).

Ali kemudian mencecar Agus soal DPT yang didiksikan sebagai DPT tidak wajar dan memiliki kode khusus. Ali mencecar saksi dengan pertanyaan apa yang dimaksud DPT tidak wajar dan berkode khusus.

Dalam hal ini, saksi Agus menjelaskan bahwa DPT tidak wajar yang dimaksud adalah dari sisi jumlah atau data extreme outlayer. Kemudian berkode khusus karena DPT itu memiliki kode 0107 yang itu jumlahnya mencapai 9,8 juta. Kemudian 1 Januari kode 0101 berjumlah 2,3 juta.

"Bagi orang itu berbahaya karena itu bisa diquary, bisa dipanggil kapan saja," ucap Agus.

Kemudian Ali mencecar saksi apakah ada penetapan dari termohon KPU soal DPT tersebut. Agus menjawab ada penetapan dalam bentuk DPT hasil perubahan (DPTHP) yang disebutkan berjumlah 197 juta sekian.

Menurut Agus, setiap kali DPT ditetapkan pihaknya diberikan file salinan, namun untuk yang terakhir pihaknya tidak mendapatkan salinan. "Lalu kami ambil dari website Sidalih. Lalu kami cek lagi dari sidalih itu rekapnya 197 juta," ungkap Agus.

Selain itu, Ali juga mencecar saksi dengan diksi Kartu Keluarga (KK) manipulatif. "Saudara saksi mengatakan KK manipulatif tidak terselesaikan dari empat kabupaten. Tepatnya berapa?" tanya Ali.

"Yang betul adalah 117.333 (KK)," jawab Agus.

Masih soal KK manipulatif, kemudian Ali mengonfirmasi ke saksi soal ada berapa daerah yang diduga memiliki KK manipulatif. Agus menjawab hanya empat daerah saja yakni Banyuwangi, Majalengka, Magelang dan Bogor.

Ketika ditegaskan mengenai KK manipulatif, saksi kemudian menyampaikan diksi baru lainnya. "KK manipulatif itu setelah kami cek ke lapangan ada DPT siluman," ucap Agus.

Melanjutkan pertanyaan Ali, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari pun ikut mencecar saksi. Hasyim memulai pertanyaan dengan langkah KPU yang telah melakukan penyusunan dan perbaikan DPT yang tertuang dalam jawaban yakni halaman 44-71 yang kemudian juga diperdalam lagi pada halaman 161-180.

"Saudara menyebut kami, saudara menyatakan pada 14 april 2019, kami datang ke KPU menagih penjelasan soal 17,5 juta. Yang Anda maksud kami itu saudara saksi sebagai diri sendiri atau bagian BPN 02?" tanya Hasyim.

"Kami yang maksud adalah kami bersama BPN 02," jawab Agus.

Kemudian Hasyim mempertegas posisi Agus apakah sebagai bagian dari BPN atau tim ahli. "Kami awalnya adalah Ketua Tim IT di Jatim yang kemudian diminta jadi Tim Ahli di BPN pusat dan jadi Juru Bicara Tim IT," jawab Agus lagi.

Selesai mencecar posisi Agus, Hasyim kemudian masuk ke pokok perkara yang sebelumnya disampaikan saksi yakni tentang penggunaan diksi KTP palsu dan KK manipulatif. Hasyim menanyakan dasar saksi menyebut adanya KTP palsu dan KK manipulatif.

"KK palsu kami bandingkan dengan nomenklatur soal nomor KTP kode wilayah diatur Permendagri Nomor 137 2017," kata Agus.

Sejurus dengan itu, Hasyim kemudian menanyakan kepada saksi siapa yang berwenang untuk menentukan soal identitas tersebut apakah KPU atau ada lembaga lain yang berwenang. Agus pun menjawab secara tegas bahwa yang berwenang adalah Dirjen Dukcapil.

"Bukan KPU," jelasnya. Hasyim kemudian tampak puas mendengar jawaban saksi lantaran dinilai tidak berhubungan dengan KPU.

Tak sampai di situ, Hasyim pun kembali mencecar saksi soal pertemuan untuk tindak lanjut verifikasi data pemilih. Diakui saksi pernah ikut verifikasi untuk tanggal 14 April 2019 hingga mendapatkan salinan berupa buku hasil tindak lanjut KPU, namun selebihnya saksi tidak hadir dalam verifikasi tersebut.

Termasuk verifikasi yang dilakukan bersama antara KPU, Bawaslu dan BPN. "Kami tidak ikut karena kami tidak setuju dengan cara yang dilakukan KPU," ketus Agus.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6039 seconds (0.1#10.140)