Di Sidang MK, Bawaslu Ungkap Kasus Pose Dua Jari Anies Baswedan

Selasa, 18 Juni 2019 - 18:37 WIB
Di Sidang MK, Bawaslu Ungkap Kasus Pose Dua Jari Anies Baswedan
Di Sidang MK, Bawaslu Ungkap Kasus Pose Dua Jari Anies Baswedan
A A A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membantah berlaku diskriminatif dalam merespons laporan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu oleh pendukung dua kontestan Pilpres 2019.

Hal tersebut dikatakan Ketua Bawaslu Abhan, dalam persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), terkait dengan pose dua jari pejabat negara yang masing-masing dari kedua belah pihak.

Pertama yakni pose salam dua jari yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada acara Konferensi Nasional Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Sentul International Convention Center (SICC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 17 Desember 2018.

Publik menilai, pose itu diduga sebagai sebuah pelanggaran pemilu dan dinilai merupakan suatu tindakan yang menguntungkan salah satu calon dan melanggar ketentuan Pasal 547 Undang-Undang (UU) tentang Pemilu.

"Berkaitan salam 2 (dua) jari yang dilakukan Sdr H Anies Rasyid Baswedan bukan untuk mengarahkan pada salah satu pasangan calon," ujar Ketua Bawaslu Abhan dalam persidangan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (18/6/2019).

"Melainkan salam yang sudah biasa dilakukan untuk menunjukkan identitas klub sepak bola Persija Jakarta atau merupakan salam literasi, sehingga hal tersebut tidak dapat dinegasikan tindakan yang menguntungkan atau merugikan," sambungnya.

Abhan menyingung, pose satu jari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pose itu dilakukan dalam acara Annual Meeting IMF-World Bank di Bali, 14 Oktober 2018.

Menurutnya, pose jari Luhut dan Sri bermaksud Indonesia hebat. "Luhut Binsar Panjaitan bukan mengarah pada Pasangan Calon Nomor Urut 01 namun ingin memberikan makna Indonesia nomor satu, Indonesia Hebat," tuturnya.

"Berdasarkan keterangan Sri Mulyani, yang bersangkutan ingin menjaga acara annual meeting IMF World Bank tidak dijadikan ajang politik dan kampanye," jelas Abhan.

Kedua kasus tersebut diduga tindak pidana pemilu, namun setelah dilakukan pendalaman lebih lanjut tidak didapati adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Kedua peristiwa tersebut diduga tindak pidana pemilu. Namun, setelah pendalaman terhadap alat bukti dan klarifikasi, kami berkesimpulan laporan pelapor tidak memenuhi unsur tindak pidana pemilu," tuturnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5590 seconds (0.1#10.140)