Kongres Luar Biasa Demokrat Dinilai Rusak Tradisi dan Demokrasi

Sabtu, 15 Juni 2019 - 05:13 WIB
Kongres Luar Biasa Demokrat Dinilai Rusak Tradisi dan Demokrasi
Kongres Luar Biasa Demokrat Dinilai Rusak Tradisi dan Demokrasi
A A A
BANDUNG - Keinginan sejumlah pendiri dan politisi senior Partai Demokrat untuk menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) dengan alasan untuk mengembalikan kejayaan partai dinilai merusak tradisi dan tatanan demokrasi.

Penilaian tersebut disampaikan pendiri Partai Demokrat Jawa Barat, Yan Rizal Usman. Menurut dia, agenda untuk memilih Ketua Umum Partai Demokrat itu hanya akan berdampak buruk terhadap citra partai berlambang bintang mercy itu, termasuk masa depan para kadernya.

"Jika SBY (Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono) diganti dengan KLB, maka ini menjadi tradisi buruk dan merusak demokrasi yang sedang dibangun di Tanah Air. KLB akan berulang dengan KLB berikutnya, sangat buruk untuk Partai Demokrat dan nasib para kader ke depannya," papar Yan Rizal di Bandung, Jumat (14/6/2019).

Yan Rizal melanjutkan, ketimbang memikirkan KLB, semua kader Partai Demokrat lebih baik fokus pada persiapan Kongres Partai Demokrat yang jika tidak ada hambatan bakal digelar Mei 2020 mendatang.

Jika Kongres digelar bukan lewat KLB, maka seluruh kader potensial memiliki kesempatan untuk berjuang memenangkan suara pemilih, yakni suara dari Ketua DPD, DPC, dan unsur DPP Partai Demokrat. "SBY tidak boleh dijatuhkan sebagai Ketua Umum, walaupun Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang akan ditunjuk sebagai pengganti," tegas Yan Rizal.

Yan Rizal juga meminta seluruh kader partai menjadikan Partai Demokrat sebagai partai terbuka, bukan partai dinasti. Menurut dia, jika menjadi partai dinasti, Partai Demokrat akan sulit tumbuh dan berkembang.

Bahkan, kata dia, Partai Demokrat kini perlu menghadirkan tokoh nasional sebagai pemimpin periode berikutnya. Tokoh nasional yang dimaksud harus memiliki integritas tinggi, dekat dengan rakyat, dan terbuka menerima masukan dari kader.

"Tokoh ini harus membuat kader di daerah bangga dan senang menerimanya, bukan yang memberatkan atau bahkan menyulitkan," ucapnya.

Lebih jauh Yan Rizal mengatakan, soal sikap Partai Demokrat pasca Pilpres 2019 tidak memiliki genetik menjadi partai oposisi. "Partai Demokrat akan tetap berada menjadi partai tengah, meskipun ada kadernya duduk di pemerintahan," tandasnya.

Diketahui, sejumlah pendiri dan politisi senior Partai Demokrat yang tergabung dalam Gerakan Moral Penyelamatan Partai Demokrat (GMPPD) mendorong Partai Demokrat menggelar KLB untuk memilih Ketua Umum.

Salah satu Inisiator GMPPD Max Sopacua menjelaskan, dorongan tersebut didasari keprihatinan perolehan suara Partai Demokrat yang anjlok ke angka 7,7% pada Pemilu 2019 lalu. Padahal, pada Pemilu 2014 perolehan suara Partai Demokrat mencapai 10,9%.

"Terkait kondisi ini, diperlukan adanya introspeksi dan evaluasi menyeluruh untuk kemudian bersama seluruh potensi dan kader membangkitkan semangat dan mengembalikan marwah serta kejayaan Partai Demokrat," tegas Max dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3804 seconds (0.1#10.140)