Mahkamah Konstitusi Batasi Peserta Maksimal 70 Orang

Jum'at, 14 Juni 2019 - 06:56 WIB
Mahkamah Konstitusi Batasi Peserta Maksimal 70 Orang
Mahkamah Konstitusi Batasi Peserta Maksimal 70 Orang
A A A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini menggelar sidang perdana sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. MK memberlakukan berbagai aturan persidangan termasuk pembatasan peserta sidang agar proses peradilan berjalan tertib.

Terkait jumlah peserta sidang, MK membatasi maksimal 70 orang yang bisa masuk ke ruang peradilan. 70 orang ini terdiri dari 15 orang dari pihak pemohon, 15 orang dari pihak termohon, 15 orang dari pihak terkait, 15 orang dari Bawaslu, dan 10 orang pemantau. Sedangkan bagi pengunjung sidang dari para perwakilan para pihak, MK membatasi maksimal 150 orang.

Mereka disediakan layar besar di luar ruang persidangan. Sedangkan untuk para wartawan disediakan tempat di lantai II. "Hanya pihak terlibat persidangan yang memiliki akses untuk memasuki ruangan sidang. Perwakilan tim kuasa hukum dibatasi sebanyak 15 orang. 15 kursi untuk pemohon, 15 kursi untuk termohon, 15 kursi untuk pihak terkait, 15 kursi untuk Bawaslu, 10 untuk pemantau, itu saja yang bisa masuk ke ruang sidang," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan proses persidangan ini akan disiarkan langsung oleh MK melalui fasilitas live streaming di akun youtube. Dengan demikian selain media mainstream yang melakukan liputan langsung, MK juga memberikan akses kepada publik memantau melalui media sosial. “Publik dapat menyaksikan melalui live streaming yang disiapkan oleh MK melalui YouTube. Jadi bisa sambil leyeh-leyeh di rumah, di kantor, bisa live streaming," jelasnya.

Fajar juga mengatakan MK akan melakukan penutupan jalan atau rekayasa lalu lintas baru saat sidang berlangsung. Dia meminta agar publik tidak menafsirkan penutupan jalan tersebut sebagai suatu upaya untuk menghalang-halangi publik menjangkau MK. "Jadi besok sekitarnya mungkin karena alasan persidangan, mungkin jalan di depan MK ini akan ada rekayasa lalu lintas, penutupan. Jangan diartikan sebagai pembatas atau menghalangi publik untuk menjangkau MK, jangan sampai seperti itu," katanya.

Penutupan jalan ataupun rekayasa lalu lintas tersebut demi keamanan dan kelancaran jalannya persidangan sengketa hasil pilpres yang akan diputus pada 28 Juni mendatang. "Sebab MK kan cuma punya 14 hari menyelesaikan perkara ini," tegasnya.

KPU Fokus Jawab Tiga Gugatan BPN

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan pihaknya telah menyiapkan jawaban atas gugatan dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) terkait sengketa PHPU Pilpres 2019. Jawaban yang disiapkan KPU memfokuskan pada tiga hal. Pertama soal gugatan 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang dianggap invalid oleh BPN.

Lalu soal situng, dan terakhir soal daftar hadir pemilih (C7) yang dituding sengaja dihilangkan oleh KPU. "Jadi jawaban kami itu masih merujuk pada permohonan (BPN) yang tanggal 24 Mei itu. Di sana kan hanya fokus ke tiga hal saja," ucapnya.

KPU sendiri telah menyerahkan 272 boks kontainer alat bukti dan jawaban tertulis yang berasal dari 34 provinsi. Alat bukti tersebut terdiri atas formulir C1, DA1 tingkat kecamatan, DB1 tingkat kabupaten, DC1 tingkat provinsi, DD1 tingkat nasional dan dokumen daftar hadir pemilih atau C7.

"Menurut kami, namanya orang menggugat ya silakan. Tapi, ketika menyampaikan gugatan harus didukung bukti-bukti yang konsisten dan koheren. KPU dituding menghilangkan daftar hadir atau C7 di beberapa daerah, tapi dipermohonan mereka kan hanya menyebut Sidoarjo (Jawa Timur)," papar Pramono.

Ketua KPU Arief Budiman menambahkan dokumen alat bukti yang sudah diserahkan ke MK merupakan bentuk pertanggungjawaban komisi dalam menyelenggarakan Pilpres 2019. "KPU tidak menemui kendala dalam pengumpulan berkas dokumen Pilpres 2019. KPU provinsi dan kota/kabupaten sudah menyiapkan dengan baik," tegasnya.

Prabowo-Sandi Dipastikan Tak Hadir

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (paslon) nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Prabowo-Sandi) dipastikan tidak akan hadir dalam sidang perdana gugatan Perselisihan Hasil Pemilu Presiden (PHPU) yang akan digelar pada Jumat (14/6) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Sidang tersebut merupakan sidang pendahuluan di mana pemohon atau penggugat dari pihak paslon 02 akan membacakan dasar gugatannya.

“Pak Prabowo dan Bang Sandi tidak akan hadir besok. Alasannya, pertama, karena memang dari awal pak Prabowo dan bang Sandi kan tidak ingin gugat ke MK, yang ingin gugat ke MK itu kan pendukung kami. Karena ini keinginan rakyat ya tentu pak Prabowo akhirnya menyampaikan aspirasi masyarakat itu untuk gugat ke MK,” kata Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade saat dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.

Kedua, lanjut Andre, Prabowo tidak datang ke MK agar pendukung Prabowo-Sandi tidak ikut hadir membanjiri Gedung MK. Karena, kehadiran Prabowo-Sandi bisa menjadi daya tarik bagi pendukung dan simpatisan untuk datang berbondong-bondong. “Untuk itu kita putuskan pak Prabowo dan bang Sandi tidak hadir. Dengan harapan pendukung kami juga tidak hadir,” terangnya.

Menurut Andre, akan ada 15 orang dari perwakilan Tim Pengacara dan pengurusa BPN yang akan hadir dalam sidang perdana di MK itu. “Ada pengacara dan akan ada pendamping dari BPN nanti,” imbuh Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra itu.

Terkait isu bahwa Prabowo meminta penambahan 8 pengacara, Andre menegaskan bahwa itu hanya rumor saja. Karena, hingga detik ini tidak ada penambahan pengacara. Sehingga, jumlah pengacara masih 8 orang. “Tidak ada penambahan maupun pengurangan,” tegasnya.

Tim Hukum 01 Abaikan Permohonan Baru BPN

Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin menyerahkan berkas keterangan jawaban dan juga alat bukti terkait dengan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), kemarin. Kubu paslon 01 menjadi pihak terkait dalam gugatan sengketa pemilu yang mulai disidang perdana pada hari ini.

Ketua Tim Hukum Jokowi–Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jumlah alat bukti yang diajukan ke MK tidak sebanyak yang diserahkan oleh pihak termohon, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagai pihak terkait, Tim Hukum Jokowi–Ma’ruf menurut dia hanya mendukung apa yang disampaikan KPU saja.

“Hanya ada 19 bukti. Terdiri dari bukti surat, ada CD (compact disc), ada rekaman, dan lain-lain, sudah diserahkan kepada MK,” kata Yusril seusai menyerahkan alat bukti kepada Kepaniteraan MK, di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu juga menyampaikan bahwa alat bukti dan argumen yang diserahkan ke MK merupakan jawaban atas berkas permohonan yang sudah dilayangkan pihak pemohon pada 24 Mei 2019 yang lalu. Yusril melihat perbaikan permohonan yang disampaikan BPN Prabowo-Sandi pada Senin (10/6/2019) lalu seperti sebuah permohonan baru.

Oleh karena itu, dia akan menunggu keputusan hakim MK berkas mana yang akan diperiksa nanti. “Kami dengan keras akan menolak adanya perubahan (permohonan) itu, sesuai dengan ketentuan-ketentuan UU dan hukum acara MK bahwa dalam hal sengketa pilpres ini, permohonan itu tidak boleh dilakukan perubahan sama sekali,” ujarnya.

Kendati demikian, Yusril mengaku telah menyiapkan sejumlah berkas jawaban dan argumentasi atas perbaikan permohonan yang baru dilayangkan itu. Hanya saja, berkas tersebut belum diserahkan kepada MK hari ini. “Kami tentu tidak tinggal diam, kami juga mempersiapkan mengkaji menelaah perubahan-perubahan yang dilakukan. Tapi belum kami belum serahkan hari ini,” kata dia.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5498 seconds (0.1#10.140)