Menanti Keberpihakan Vokasi Pesantren

Kamis, 13 Juni 2019 - 09:01 WIB
Menanti Keberpihakan Vokasi Pesantren
Menanti Keberpihakan Vokasi Pesantren
A A A
Muhammad A Idris
Founder Indonesia Youth Forum
Direktur Eksekutif Mata Air Foundation


DITETAPKANNYA KH Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada periode kedua memberi kegembiraan lantaran menjadi saksi demokrasi yang tumbuh membaik. Salah satu kelompok masyarakat yang merasakan kegembiraan ini adalah para santri. Pesantrean dan Ma’ruf Amin adalah pesan keindonesaian sebagai representasi politik keumatan yang diamini serta diinginkan masyarakat.

Masih segar ingatan kita, beberapa pernyataan politik Kiai Ma’ruf saat debat kandidat cukup mencuri perhatian publik. Di bidang terorisme dan ekonomi cukup tajam serta akurat pilihan katanya, "Jika terorisme disebabkan karena pemahamannya yang salah, maka luruskan. Jika ekonominya lemah, berdayakan". Kita memahami pesan sang kiai bahwa menjawab satu persoalan tak perlu terburu-buru menyalahkan pihak tertentu yang tak berujung solusinya.

Sementara itu, harapan khusus terkait peningkatan kapasitas pendidikan pesantren, Ma’ruf ingin para santri menguasai ilmu agama dan mampu serta mau membuka dan menjalankan bisnis. Sang kiai menyebutnya "Gus Iwan " atau Santri Bagus Pintar Ngaji dan juga Usahawan. Tentu semangat ini berbanding lurus dengan spirit pendidikan Indonesia yang kini getol merevitalisasi bidang vokasi. Kiai Ma’ruf memberikan angin segar realisasi vokasi berorientasi menciptakan lulusan cakap kerja dan cakap usaha.

Tentu harus segera dipikirkan strategi konkret untuk mengeksekusi program tersebut. Konsolidasi politik untuk berpihak pada program pemberdayaan umat salah satunya revitalisasi pendidikan vokasi segera dilakukan. Terobosan memangkas berbelitnya koordinasi antarlembaga pemerintah harus disegerakan. Boros anggaran dan membuang waktu yang dibungkus rapat koordinasi tak berkesudahan adalah tantangannya.

Ekstrakurikuler Wirausaha
Menjadi pembisnis sukses, pedagang kaya, maupun wirausaha papan atas adalah impian siapa saja. Terlebih kecukupan ekonominya dan bisa memberikan akses lapangan kerja bagi masyarakat menjadi kepuasan tersendiri. Semangat ini sebenarnya harus dipahami sebagai semangat sejalan dengan pesan Rasulullah, anfau ’ hum linnas yang jadi spirit hidup para santri.

Bahkan, menjadi wirausahawan sebenarnya upaya untuk belajar dari kesuksesan Rasulullah sebagai pelaku bisnis yang diperhitungkan pada masanya. Dalam konteks kini, ini adalah upaya meneladani para pengasuh pesantren yang mayoritas memiliki usaha atau bisnis mapan untuk keseimbangan dakwah dan memimpin keluarga.

Tentu khazanah lokal pesantren perlu digali, jika membuat silabus kurikulum wirausaha yang sumber inspirasinya dari kisah sukses ulama di bidang ekonomi. Dengan begitu, santri merasa dekat tak ada jarak untuk meneladani tanpa kehilangan figur keagamaan. Moralnya bagus, kompetensi kerja dan usaha disiapkan dengan matang.

Sebab menumbuhkan semangat menjadi wirausaha, khususnya santri, perlu pendekatan khusus agar semangat mengaji tidak terganggu. Memang sudah mulai tumbuh pendidikan formal di lingkungan pesantren. Bahkan, sekolah kejuruan (SMK) mendominasi pertumbuhan pesantren. Semangat ini harus dikelola dengan serius. Link and match harus dieksekusi secara apik dan terukur agar perkembangan dunia usaha serta dunia industri (DUDI) benar-benar menjadi visibel bagi alumni pesantren.

Ekstrakurikuler wirausaha layak dipertimbangkan sebagai gerakan nyata menumbuhkan semangat menjadi wirausaha sejak dini. Patut dicoba, sebab ini adalah upaya agar santri mendapatkan imajinasi baru tentang definisi profesi. Tepatnya untuk menuju sukses, menjadi wirausaha adalah salah satu caranya dan mungkin cara terbaik.

Elok sekali jika pengenalan dasar tentang wirausaha dimulai sejak sekolah. Permulaan yang dini ini akan mendorong kuatnya penanaman paham bahwa berbisnis itu mudah. Materi dasar tentang penggalian ide, membuat produk bisnis, riset dasar, marketing , lalu membangun jejaring, dan mengeksekusi bisnis tersebut. Sempurna jika literasi dasar wirausaha sudah akrab di telinga mereka, seperti azan berkumandang yang menggairahkan daya ibadahnya.

Santri Magang dan Kedewasaan Industri
Evaluasi tak berkesudahan atas kualitas lulusan sekolah menengah kejuruan yang tidak kompetitif harus disudahi. Artinya, semua kelembagaan terkait harus sadar diri karena ini bagian tanggung jawab terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Dalam hal ini kelompok santri menjadi alternatif yang tak bisa dinafikan. Fokus dan jangan setengah hati jika mau berpihak berbenah.

Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah santri di Indonesia mencapai 3,9 juta jiwa tersebar di seluruh Indonesia. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Ahmad Zayadi menyampaikan bahwa dari jumlah tersebut sebanyak 10% menjadi kader ulama. Sementara sisanya adalah generasi penerus bangsa perlu dibekali kemampuan lain, baik berupa kemampuan teknis maupun kemampuan nonteknis.

Hal yang perlu disegarakan adalah pemetaan terhadap jenis kebutuhan tenaga kerja. Bidang kerja apa yang dibutuhkan, potensi serapan tenaganya berapa, dan jenis pekerjaan apa. Dengan begitu, institusi pendidikan vokasi mempersiapkan lulusan kejuruan sesuai target dan tidak terjadi ledakkan pengangguran. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi harus menuntaskan road map supplay-demand kerja. Di sinilah santri dan industri bisa saling melengkapi.

Keberadaan program magang perlu diredefinisi. Bukan lagi berorientasi pemenuhan kurikulum vokasi, tapi upgrading skill peserta didik. Misal, enam bulan periode magang SMK bukanlah waktu pendek. Kalau ini disikapi secara serius, maka jadi kesempatan anak untuk meningkatkan kompetensi kerja. Jauh sebelum magang, sekolah harus memiliki grafik kompetensi siswa sehingga kebutuhan siswa disesuaikan dengan tempat magangnya. Para pengelola SMK, khususnya berbasis pesantren, harus mulai berbenah.

Industri juga harus proaktif untuk pendampingan, jangan terima siap pakai saja. Terkadang alat praktik di sekolah berbeda dengan Industri sehingga peluang magang tetap dibuka lebar sambil edukasi dan menumbuhkan kepercayaan diri siswa.

Konsolidasi Politik Keumatan
Setiap momentum politik, isu pendidikan masih akan selalu seksi terdengar dan mencuri perhatian publik. Namun, apakah eksekusinya seserius isu yang digulirkan? Atau justru di luar Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan justru mendapat angin segar "politik anggaran"?

Jika ini sekadar pintu masuk untuk mendelegitimasi kinerja satu kelembagaan dan kelembagaan lain, maka merepotkan. Memang mahal apa yang sering kita sebut konsolidasi antarkementerian. Dibutuhkan biaya melimpah, termasuk kelegawaan satu sama lain untuk duduk bersama.

Melihat komposisi parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf sebesar 56,9% di DPR berbanding 33,31% untuk partai oposisi pada periode mendatang, posisi Ma’ruf menjadi kunci konsolidasi parlemen untuk mempermudah stabilitas perjalanan pemerintahan ke depan. Gagasan tentang pemberdayaan santri dan revitalisasi pendidikan vokasi menjadi jawaban yang perlu dipertimbangkan dalam konteks ekonomi keumatan. Kiai Ma’ruf adalah kunci konsolidasi politik keumatan yang diharapkan jitu untuk mengantisipasi bonus demografi Indonesia pada 2030 dan program peningkatan SDM Presiden Jokowi.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5402 seconds (0.1#10.140)