Menanti (Menjamurnya) Insurtech

Senin, 27 Mei 2019 - 09:29 WIB
Menanti (Menjamurnya) Insurtech
Menanti (Menjamurnya) Insurtech
A A A
Farid
Pegawai pada Otoritas Jasa Keuangan

FINANCIAL technology (fintech) membantu industri keuangan mencapai efisiensi dan memperluas akses pasar. Fintech juga dapat berkontribusi mengerek inklusi keuangan nasional yang dipatok sebesar 75% pada akhir tahun ini.

Fintech menjamur di Indonesia, khususnya yang berupa pinjam-meminjam dan pembayaran. Meskipun tidak setenar kedua fintech tersebut, perkembangan fintech dalam dunia asuransi atau yang dikenal dengan insurtech (insurance technology ) mulai unjuk gigi.

Berbagai inovasi datang, baik dari perusahaan asuransi maupun perusahaan rintisan yang mengembangkan teknologi untuk dipakai oleh industri asuransi. Tahun lalu, McKinsey melakukan riset pada sekitar 500 start-up insurtech, baik asuransi umum maupun asuransi jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37% bergerak di bidang distribusi/penjualan, sementara 23% lainnya berfokus pada area pricing (termasuk underwriting ).

Di Indonesia, perkembangan insurtech memang belum banyak terlihat. Tren paling populer adalah penjualan produk asuransi oleh pialang asuransi secara digital dengan memanfaatkan platform aplikasi maupun website (insurance digital broker ).

Fenomena lain adalah munculnya perusahaan-perusahaan rintisan market place yang usahanya hanya memberikan komparasi harga premi serta fitur produk asuransi (populer dengan istilah web agregator ). Namun, sayang, sebagian justru ikut memperdagangkan produk asuransi secara daring tanpa memiliki lisensi, baik sebagai agen ataupun pialang asuransi. Padahal, di dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 70/POJK.05/2016 telah dibuka kesempatan kepada pialang asuransi yang berizin untuk memasarkan produknya secara digital atau elektronik.

Inovasi vs Perlindungan Konsumen
OJK telah menyatakan komitmen untuk menertibkan entitas yang melakukan kegiatan keperantaraan dan/atau pemasaran produk asuransi yang beroperasi tanpa izin. Hal ini dikarenakan banyak sekali platform ataupun website yang menjual produk asuransi tanpa memiliki legalitas yang jelas.

Tentu, regulator tidak bermaksud untuk membelenggu berbagai inovasi yang telah dijalankan, tetapi lebih kepada upaya untuk memberikan kepastian hukum, khususnya dalam rangka perlindungan bagi konsumen. Regulator perlu memelihara kepercayaan masyarakat pada industri perasuransian.

Setidaknya ada tiga poin yang mendasari mengapa praktik kepialangan/pemasaran asuransi secara digital menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian lebih.

Pertama, secara konstruksi hukum, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian sudah secara eksplisit menjelaskan bahwa konsumen hanya dapat memperoleh produk-produk asuransi dari dua pihak, yakni pialang asuransi dan agen asuransi.

Lebih lanjut di dalam Pasal 27 UU tersebut disebutkan bahwa keduanya diwajibkan untuk terdaftar di OJK. Jika dilihat dari aspek yuridis, pihak-pihak yang melakukan penjualan produk asuransi sudah seharusnya menundukkan diri pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kedua, industri perasuransian, termasuk pialang asuransi, merupakan bisnis yang harus dijalankan dengan prudent . Segala aspek operasionalnya termasuk tata kelola diatur sangat ketat untuk meminimalkan terjadinya fraud . Pun demikian aturan teknis mengenai hal tersebut diatur secara memadai di dalam POJK.

Inilah pentingnya mengapa entitas-entitas yang menjalankan kegiatan kepialangan secara daring tersebut harus mendapat izin dari regulator. Bukan aspek administratif semata, tetapi bagaimana memastikan bahwa operasional mereka dapat termonitor dengan baik oleh otoritas.

Ketiga, menyoal perlindungan konsumen. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa salah satu hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa.

Ketentuan ini mempertegas bahwa kepastian hukum sangatlah penting. Jangan sampai di kemudian hari konsumen baru tahu bahwa ia membeli asuransi melalui entitas yang bodong (tidak terdaftar/berizin di regulator). Padahal, secara sudah jelas bahwa tugas utama pialang asuransi adalah mewakili kepentingan konsumen (tertanggung), bukan perusahaan asuransi.

Lain hal ketika membeli produk asuransi dari pialang asuransi atau agen asuransi resmi. Regulasi telah mengatur secara jelas, baik mengenai bentuk badan hukum maupun mekanisme dispute resolution jika terjadi perselisihan.

Perlu Duduk Bersama
Berkaca pada beberapa regulasi di negara lain, memang sudah seharusnya ada pemisahan usaha yang jelas antara web aggregator dengan digital insurance broker . Tujuannya untuk mempertegas batas wilayah pengawasan entitas tersebut, menghilangkan kesan abu-abu di antara keduanya.

Di India, web agregator tunduk pada The Companies Act serta disetujui oleh Insurance Regulatory and Development Authority of India (IRDAI). Sampai dengan saat ini sudah ada 27 entitas yang terdaftar sebagai web agregator di sana. Tak jauh berbeda, di Singapura kegiatan semacam ini justru diklasifikasikan sebagai financial advisor dan tunduk pada The Financial Advisers Act.

Di Indonesia, bagi platform yang ingin menjual produk-produk asuransi (baik secara daring atau tidak) harus sudah berizin sebagai pialang asuransi atau paling tidak sudah memiliki kerja sama dengan pialang asuransi. Ketentuan tersebut sudah diatur di dalam POJK.

Jika pun bingung dengan model bisnis yang sedang dijalankan, platform bisa berkonsultasi dengan OJK atau masuk ke regulatory sandbox . Hal ini dilakukan agar secara periodik dapat dipantau mengenai model bisnisnya, penerapan tata kelola, serta manajemen risikonya.

Co-Founder Alibaba Jack Ma pernah bilang, "I'm not a person who likes regulation first ". Tentu, kita tidak ingin ada kalimat semacam itu di antara regulator dan para penggiat perusahaan rintisan.

Sudah saatnya keduanya lebih sering duduk dan minum kopi bersama. Komunikasi yang sudah terbangun selama ini harus terus dipupuk dalam rangka kolaborasi membuat ekosistem regulasi yang konstruktif. Toh , regulasi yang ideal adalah yang saling menguntungkan semua pihak dan masyarakat tentunya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8491 seconds (0.1#10.140)