Pemerintah Diminta Tegas Pecat Pegawai Negeri Sipil Koruptor

Senin, 13 Mei 2019 - 07:23 WIB
Pemerintah Diminta Tegas Pecat Pegawai Negeri Sipil Koruptor
Pemerintah Diminta Tegas Pecat Pegawai Negeri Sipil Koruptor
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta lebih tegas kepada daerah mengenai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) yang tersangkut kasus tindak pidana korupsi (tipikor). Pasalnya pemerintah kembali memberikan tenggat waktu kepada kepala daerah untuk menuntaskan PTDH PNS tipikor.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah memberikan surat teguran dengan tenggat waktu baru, yakni 31 Mei mendatang. Padahal sebelumnya telah diberikan tenggat waktu pada Desember 2018 dan akhir April lalu.

“Saya pikir masih tidak tegas karena terus-terusan memberikan toleransi. Ini sudah ketiga kalinya daerah diberi kesempatan menuntaskan itu. Saya kurang yakin itu akan selesai akhir Mei ini jika tidak ada terobosan pemerintah pusat,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng saat dihubungi di Jakarta kemarin.

Robert menilai langkah pemerintah yang terus-menerus memberikan toleransi menunjukkan lemahnya komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Bahkan menurutnya pemerintah pusat seharusnya menilai lambannya daerah dalam menuntaskan masalah ini sebagai sebuah pembangkangan.

“Ini sudah dikasih kesempatan beberapa kali tapi tidak juga ada progres. Saya rasa pembiaran ini termasuk bentuk pembangkangan. Pusat tidak bisa melihat ini sebagai suatu hal yang biasa saja,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia menilai daerah sudah tidak ada alasan melakukan penundaan PTDH PNS tipikor. Apalagi hal ini sudah diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan PNS tipikor diberhentikan.

“Jika sebelumnya beralasan takut karena tidak jelasnya dasar hukum, sekarang sudah terang benderang dengan putusan MK. Kalau beralasan soal info putusan sebenarnya tidak sulit karena daerah pasti tahu. Kecuali ada konflik kepentingan, itu mungkin bikin PTDH lambat,” paparnya.

Dia mengatakan Presiden seharusnya memberikan perhatian atas hal ini. Jika perlu Kemendagri, Kemenpan-RB, dan BKN memanggil langsung daerah yang belum menyelesaikan masalah ini. Bahkan sangat mungkin pemerintah pusat memberikan sanksi bagi daerah.

“Harusnya itu bisa langsung sanksi gaji PNS tipikor dari Januari sampai April harus diganti rugi oleh kepala daerah. Karena kepala daerah lambat, jadi ada unsur kerugian negara. Undang-undang pemda sebenarnya cukup ganas soal sanksi, tapi cuma jadi macan kertas,” katanya.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik mengatakan pihaknya telah mengeluarkan surat edaran bagi 32 gubernur. Dalam surat edaran tersebut para gubernur diminta untuk menuntaskan PTDH PNS tipikor.

“Tetap kita sudah siapkan surat edaran. Kita beri waktu sampai 31 Mei. Setelah itu mungkin sanksi-sanksi terkait pemotongan hak-hak keuangan kepala daerah akan kita coba eksekusi,” ungkapnya. Dia pun akan menggandeng Kementerian Keuangan dan Kemenpan-RB mengenai tindak lanjut tersebut.

Dia berharap daerah dapat menuntaskan pada Akhir Mei ini. “Karena kan yang pegang uang di Kemenkeu. Tentu butuh komitmen bersama dengan mereka agar mereka mau,” tegasnya. Sebelumnya pemerintah pusat telah memberikan tenggat waktu bagi daerah sampai tanggal 30 April untuk melakukan PTDH terhadap 2.357 PNS tipikor.

Sampai tenggat waktu yang ditetapkan, baru ada 1.237 surat keputusan (SK) PTDH yang diterbitkan atau sekitar 53% dari total 2.357 yang seharusnya diberhentikan. Kepala Biro (Karo) Humas Badan Pegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mengatakan jumlah tersebut di antaranya terdiri atas 58 PNS pusat dan 1.179 PNS daerah.

Dia menyebut kemungkinan ada PTDH yang belum tercatat semua dalam sistem. Faktor lain adalah kesulitan instansi mendapat putusan pengadilan PNS tipikor. Pada saat yang sama tidak adanya kewajiban pihak pengadilan meneruskan putusan ke instansi. “Sehingga instansi yang dituntut bergerak proaktif mengajukan permintaan data ke pengadilan,” ungkapnya.

Selain itu Ridwan mengatakan ada daerah yang belum melakukan pemberhentian karena adanya mutasi terhadap PNS tipikor sebelum mekanisme pemberhentian dilakukan instansi asal. Dengan demikian PNS tersebut tidak masuk daftar data kepegawaian yang diblokir BKN. “Lalu adanya PNS tipikor yang berstatus meninggal dunia sebelum dilakukan pemberhentian,” katanya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3713 seconds (0.1#10.140)