Menguatkan (Kembali) Ukhuwah Wathaniyah

Selasa, 23 April 2019 - 07:23 WIB
Menguatkan (Kembali) Ukhuwah Wathaniyah
Menguatkan (Kembali) Ukhuwah Wathaniyah
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2019 telah diselenggarakan secara serentak bersama pemilihan legislatif (pileg) pada 17 April lalu. Ini merupakan gelaran pemilihan umum (pemilu) pertama dalam sejarah panjang pemilu Indonesia yang menyatukan pilpres dan pileg dalam waktu bersamaan.

Tidak diragukan, fenomena ini merupakan babak baru dalam perjalanan sejarah pemilu di Indonesia. Menariknya, Pilpres 2019 terasa menyedot perhatian publik secara luas karena masih mempertemukan kembali dua petarung politik, yaitu Joko Widodo (Jokowi) versus Prabowo Subianto.

Pada Pilpres 2019 ini Jokowi berpasangan dengan KH Ma’ruf Amin dan Probowo berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno. Sebelumnya, pada pertarungan Pilpres 2014, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menang atas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa.

Pada 17 April lalu para pemilih di seluruh Indonesia berbondong-bondong ke polling station (tempat pemberian suara) untuk melakukan pencoblosan sesuai suara hati nurani mereka masing-masing.

Warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri diberi kesempatan untuk melakukan pencoblosan lebih awal karena pertimbangan teknis untuk memudahkan penghitungan suara. Setelah pilpres digelar secara menyeluruh, sudah pasti dilakukan penghitungan suara secara bertingkat yang pada akhirnya akan diketahui jumlah suara yang masuk secara nasional.

Kilas Balik Kampanye

Dua capres-cawapres melakoni lima kali debat di televisi. Selama kampanye pilpres yang berlangsung tujuh bulan, dinamika dan gelombang politik sangat terasa memijar. Dalam ajang kampanye pilpres yang melibatkan massa yang sangat banyak di arena atau lapangan yang luas, masing-masing capres saling melontarkan pernyataan dan kritik terhadap lawan politiknya. Terbawa oleh hentakan-hentakan emosi meluap-luap yang dibumbui tensi politik yang memanas.

Kubu capres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritik keras kebijakan ekonomi capres petahana sebagai tidak prorakyat dan salah arah dalam orientasi kebijakan ekonominya. Kebijakan ini, menurut capres 02, menyebabkan hidup rakyat semakin susah dan harga-harga barang naik tidak terjangkau.

Kubu capres 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin pun cepat bereaksi dan menangkis isu-isu tersebut. Menurut capres nomor urut 01, kebijakan ekonominya tetap prorakyat dan ekonomi Indonesia tetap survive di tengah tekanan global. Kubu capres petahana mengklaim, di saat banyak negara lain mengalami krisis ekonomi, ekonomi Indonesia justru mampu bertahan dan mengalami pertumbuhan 5% pada 2018.

Dengan perasaan senang dan puas, capres petahana membagi-bagikan sertifikat tanah saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Puluhan ribu sertifikat tanah yang ia serahkan kepada rakyat itu dirasakan sebagai keberhasilan dan prestasi pemerintahannya. Hal ini belum pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya.

Sebaliknya, menurut kubu paslon 02, bagi-bagi sertifikat tanah itu bukan merupakan prestasi, tetapi merupakan pelaksanaan program kerja yang sudah semestinya dikerjakan oleh presiden yang sedang maju sebagai capres petahana. Kubu paslon 02 juga menuding kubu paslon 01 telah mengkriminalisasi ulama, tetapi kubu paslon 01 menolak dan membantah tudingan itu sebagai tidak berdasar dan tidak benar.

Kubu capres 02 mengkritik terjadinya korupsi dan kebocoran keuangan negara di masa pemerintahan Presiden Jokowi (yang sekarang maju sebagai capres petahana) sebesar Rp 2000 triliun. Jumlah ini, menurut capres 02, adalah separuh dari pendapatan negara (sebesar Rp4000 triliun) yang harus diterima negara.

Jadi, separuh dari pendapatan negara, menurut capres 02, bocor karena dikorupsi oleh para koruptor. Menanggapi isu peka ini, capres 01 dengan merujuk pada Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Transparency international Indonesia mengklaim bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya sudah membaik.

Hal ini, menurut capres petahana, diindikasikan oleh fakta bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik tujuh tingkat dari peringkat ke-96 dunia pada 2017 ke peringkat ke-89 dunia pada 2018.

Kuatkan (Kembali) Persatuan Bangsa

Pemilu 2019 dengan kampanye selama tujuh bulan berikut debat capres-cawapres di televisi telah usai. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan secara resmi pemenang pilpres pada 22 Mei mendatang. Kini saatnya masing-masing kubu menurunkan ketegangan dan tensi politik yang terdengar bising dan kadang-kadang saling sikut dan saling menyudutkan.

Pilpres yang dimaksudkan untuk memilih presiden baru dengan masa tugas selama lima tahun ke depan (2019-2024) tidak seharusnya membuat elemen-elemen masyarakat dan elemen-elemen bangsa terpolarisasi, terkotak-kotak, dan terpecah belah. Sudah saatnya dua kubu dari masing-masing paslon melupakan isu-isu politik yang selama kampanye dirasakan saling meremehkan dan menyudutkan lawan politiknya. Rekonsiliasi, persatuan, dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dan lebih dikedepankan demi kepentingan yang jauh lebih besar dan fundamental, yaitu kepentingan bangsa dan negara, kepentingan NKRI tercinta.

Sebagai pengamat, saya melihat sebenarnya "pertarungan" politik di Pilpres 2019 banyak terjadi antara sesama muslim. Capres dan cawapresnya dari masing-masing kubu sama-sama muslim dan sama-sama haji. Para pemilihnya juga sama-sama mayoritas muslim.

Mari kita kedepankan dan kuatkan (kembali) ukhuwah wathaniyah, ukhuwah insaniyah , dan ukhuwah islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. Pasangan yang menang tidak usah sombong dan pasangan calon yang kalah tidak usah kecewa. Terimalah kemenangan dan kekalahan dengan lapang dada dan ikhlas. Kemenangan dan kekalahan adalah bagian dari demokrasi!
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3708 seconds (0.1#10.140)