Tambahan 10.000 Kuota Haji 2019, Diberlakukan Tanpa Sistem Zonasi

Selasa, 16 April 2019 - 08:06 WIB
Tambahan 10.000 Kuota Haji 2019, Diberlakukan Tanpa Sistem Zonasi
Tambahan 10.000 Kuota Haji 2019, Diberlakukan Tanpa Sistem Zonasi
A A A
JAKARTA - Akomodasi di Mekkah bagi 10.000 jamaah haji tambahan pada musim haji 2019/1440 H ini sangat mungkin tidak masuk dalam sistem zonasi.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, penambahan kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi akan berdampak pada sistem zonasi yang baru diberlakukan tahun ini. Sebelum ada penambahan, penempatan para jamaah haji Indonesia di Mekkah dibagi dalam tujuh wilayah berdasarkan kelompok embarkasi.

Embarkasi Aceh (BTJ), Medan (KNO), Batam (BTH), Padang (PDG), dan Makassar (UPG) ditempatkan di wilayah Syisyah; Embarkasi Palembang (PLM) dan Jakarta-Pondok Gede (JKG) di Raudhah; Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS) di Misfalah; Embarkasi Solo (SOC) di Mahbas Jin; Embarkasi Surabaya (SUB) di Jarwal; Embarkasi Banjarmasin dan Balikpapan di Rei Bakhsy; dan Embarkasi Lombok (LOP) di Aziziah.

Saat ini proses penyediaan hotel bagi para jamaah haji Indonesia berdasarkan sistem zonasi sedang berjalan bahkan hampir final.

“Karenanya, kemungkinan besar, khusus (akomodasi) untuk 10.000 jamaah haji tambahan ini tidak lagi menggunakan sistem zonasi,” jelas Lukman di Jakarta kemarin. Tanpa sistem zonasi, maka para jamaah haji tambahan akan ditempatkan secara tersebar atau tidak mengacu pada kelompok embarkasi.

Sekadar diketahui, kuota tambahan 10.000 jamaah haji untuk Indonesia pada musim haji tahun ini diberikan oleh Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud saat menerima kunjungan Presiden Joko Widodo di Istana Pribadi Raja (Al-Qahr al-Khas) di Riyadh, Minggu (14/4). Pangeran Muhammad bin Salman menyampaikan kembali tambahan kuota tersebut saat menjamu Presiden Jokowi makan malam di Istana Putra Mahkota di Riyadh.

Menurut Lukman, tambahan kuota haji 2019 sudah masuk dalam sistem e-Hajj Arab Saudi. Dalam waktu dekat, Kementerian Agama akan membahas hal ini bersama DPR dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini perlu segera dilakukan karena penambahan kuota berimplikasi pada sejumlah hal yang kompleks.

Pertama, terkait biaya penyelenggaraan. Kemenag bersama DPR telah menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1440H/2019 dengan skema kuota 221.000, terdiri atas 204.000 jamaah haji reguler dan 17.000 jamaah haji khusus. Rata-rata BPIH untuk jamaah haji reguler tahun ini Rp35.235.602 atau setara USD2.481.

Untuk 204.000 jamaah haji reguler, pemerintah dan DPR sudah menyepakati penggunaan dana optimalisasi sebesar Rp7,039 triliun. Dengan adanya tambahan 10.000 jamaah, perlu tambahan biaya sekitar Rp346 miliar. Penambahan kuota ini juga berdampak pada penambahan sekitar 25 kloter baru dan penambahan sekitar 125 petugas kloter. Setiap kloter memiliki lima petugas. Sumber-sumber biaya inilah yang perlu dibahas kembali oleh pemerintah, DPR, dan BPKH.

Kedua, terkait pengadaan layanan haji, baik di dalam maupun luar negeri.

Di dalam negeri, penambahan kuota akan memengaruhi proses penyiapan dokumen dan manasik jamaah haji. Terlebih, proses penerbitan visa haji mensyaratkan rekam biometrik yang saat ini sedang berjalan dan di sejumlah daerah sudah hampir tuntas.

“Kami harus mendistribusikan kembali tambahan kuota ini ke tingkat provinsi,” terang Lukman.

Di luar negeri, hampir seluruh pengadaan layanan akan terdampak. Proses pengadaan yang sudah hampir final harus mengalami penambahan. Menurut Lukman, hal ini bukan hal mudah. Akomodasi di Madinah, misalnya. Saat ini hampir seluruh hotel di kawasan Markaziah, jarak terdekat dengan Masjid Nabawi, sudah penuh dipesan oleh berbagai negara.

Selain akomodasi, kebutuhan lainnya yang harus disiapkan adalah bus Shalawat dan biaya angkut bagasi. “Semua membutuhkan biaya, baik langsung maupun tidak langsung,” pungkas Lukman.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyarankan agar tambahan kuota jamaah haji tahun ini dapat diprioritaskan bagi mereka yang usianya sudah uzur. "Ini harus dipertimbangkan. Jangan sampai belum mendapatkan panggilan haji sudah dipanggil oleh Allah," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, penambahan kuota haji akan mengurangi daftar tunggu jamaah haji Indonesia yang saat ini rata-rata mencapai 18 tahun. Bahkan, kata dia, di Sulawesi Selatan masa tunggu jamaah haji ada yang mencapai 40 tahun. (Abdul Rochim)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5509 seconds (0.1#10.140)