Rekomendasi Didominasi Penundaan Kenaikan Gaji dan Pangkat

Selasa, 09 April 2019 - 09:14 WIB
Rekomendasi Didominasi Penundaan Kenaikan Gaji dan Pangkat
Rekomendasi Didominasi Penundaan Kenaikan Gaji dan Pangkat
A A A
JAKARTA - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut sejauh ini mayoritas rekomendasi sanksi pelanggaran netralitas ASN adalah penundaan kenaikan gaji dan pangkat. Pasalnya, banyak ASN yang melakukan pelanggaran disiplin sedang. Sejauh ini dari semua laporan yang masuk, 90% di antaranya sudah mendapatkan rekomendasi KASN. Hanya tersisa delapan laporan karena masih belum tuntas penyelidikannya.

“Mayoritas (rekomendasi sanksi) sih saya tidak hafal. Tapi sebelum kampanye terbuka kebanyakan hukuman administratif. Selain itu yang sering saya lihat adalah penundaan kenaikan gaji berkala satu, sampai tiga tahun. Ada juga penundaan kenaikan pangkat berkala. Itu yang sering,” kata Wakil Ketua KASN Irham Dilmy di Jakarta kemarin.

Irham mengatakan kasus yang sering dilaporkan adalah temuan ASN ada di panggung kampanye. Dia pun menyebut berbagai alasan sering dilontarkan ketika dilakukan verifikasi atas laporan tersebut. “Misalnya laporan yang masuk adalah si ASN muncul dalam satu kampanye caleg bersama-sama duduk di panggung. Biasanya alasannya diundang. Ada lagi yang bilang ke panggung mau ambil kunci. Karena yang nyaleg pegang kunci kantor,” ungkapnya.

Menurutnya, pelanggaran netralitas lebih banyak terjadi pada pemilu legislatif. Sementara itu, ketidaknetralan ASN dalam pemilu presiden lebih sedikit dilihat dari laporan yang masuk.
“Ini banyak pelanggaran bukan karena pilpres tapi karena pileg. Pilpres itu ada, tapi PNS tidak terlalu antusias untuk melakukan. Kan relevansi di daerah kecil. Paling di sosmed pakai jempol membuat gambar dirinya angka 1 dan 2. Yang nyata itu seperti penggunaan fasilitas negara lebih di kampanye pileg,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan jika dibandingkan pilkada maka tindak lanjut rekomendasi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPPK) saat ini lebih baik. Menurutnya, jika dalam pilkada banyak PPPK yang ada indikasi melindungi PNS tidak netral maka tidak demikian saat pemilu kali ini. “Untuk pilpres ini, orang cenderung di-follow up. Alhamdulillah tindak lanjut itu di atas 80% sudah dilakukan. Setiap hari kita juga menerima tindak lanjut oleh wali kota/bupati, gubernur, menteri. Ya lebih baik dibanding pilkada,” katanya.

Sebelumnya, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan netralitas ASN dalam bidang politik berdampak pada indeks efektivitas pemerintahan yang semakin membaik. Pada 2017, indeks efektivitas pemerintahan 46 (skala 0-100), kemudian meningkat tajam pada 2018 yang meraih nilai 53.

Pada 2016, efektivitas pemerintah Indonesia tercatat berada di peringkat 121, kemudian naik 23 peringkat ke posisi 98 pada 2018. “ASN harus tetap berjalan siapa pun pimpinan kita, harus tetap jaga profesionalisme,” ujarnya. Dia mengatakan netralitas ASN sudah diatur dengan jelas dalam UU No 5/ 2014 tentang ASN. Pada tahun kontestasi politik ini, ASN yang netral menjamin demokrasi yang sehat dan pemilu yang langsung, umum, bebas, mandiri, jujur, dan adil.

Namun sebaliknya, apabila ASN tidak netral maka akan sangat merugikan negara hingga masyarakat sebagai penerima layanan. Sebagai upaya menjaga netralitas ASN, Menteri PANRB telah menerbitkan surat nomor B/94/M.SM.00/2019 yang mengingatkan pentingnya netralitas dan penegakannya di lingkungan instansi pemerintah.

Selain itu, terhadap ASN yang menjadi calon anggota legislatif agar diberhentikan dari ASN. “Penegakan hukum terhadap pelanggar kode etik ASN dan strategi pencegahan korupsi yang optimal, adalah bukti bahwa birokrasi tak bisa diintervensi oleh kepentingan politik,” ungkapnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7865 seconds (0.1#10.140)