Debat Polugri: Memastikan Jangkauan Global Indonesia

Rabu, 27 Maret 2019 - 09:01 WIB
Debat Polugri: Memastikan Jangkauan Global Indonesia
Debat Polugri: Memastikan Jangkauan Global Indonesia
A A A
Muhammad TakdirAlumni Geneva Centre for Security Policy (GCSP), Swiss



AKHIRNYA politik luar negeri (polugri) menjadi salah satu topik perdebatan sesi keempat calon presiden (capres) yang akan digelar pada 30 Maret 2019. Ini langkah maju yang akan menguji visi dan komitmen urusan polugri kedua calon. Indonesia adalah negara besar yang kredensial geostrategisnya hanya akan terefleksikan dalam kebijakan luar negerinya.

Kita tak ingin anggapan Gordon R Hein tentang Indonesia 30 tahun silam terus dipakai publik, bahwa less written about Indonesian foreign policy because there was less to write about.

Pilihan debat capres nanti tidak akan jauh dari soal bagaimana menentukan global reach atau jangkauan global Indonesia di tengah situasi maupun konstelasi internasional yang demikian kompleks. Setiap perdebatan calon presiden pada negara mana pun, terdapat dua hal penting yang dinantikan publik.

Pertama; bagaimana pemerintah baru nanti–siapa pun presidennya, meng-address isu-isu kepentingan nasional yang berimplikasi global atau sebaliknya. Kedua; apa yang akan dilakukan kedua pasangan calon jika terpilih untuk menciptakan kepemimpinan global sesuai ukuran dan postur internasionalisme Indonesia.

Sejak Indonesia lahir sebagai sebuah negara berdaulat pada pertengahan dekade 1940-an, Jakarta telah menasbihkan diri sebagai pemain global. Ukuran teritorial, demografi, dan representasi negara muslim terbesar merupakan kualifikasi elementer yang dipenuhi Indonesia dan membuatnya layak memikul tanggung jawab internasional lebih besar.

Peran tanggung jawab itu sejatinya hanya dapat dipikul independen dan bebas aktif, jika Indonesia mampu memelihara pengaruh globalnya. Poin ini yang kemungkinan akan banyak dieksplorasi dalam debat capres keempat yang tentunya akan kita nikmati disajikan melalui berbagai contoh-contoh kasuistis aktual polugri.

Monisme Polugri

Politik luar negeri selama ini masih diletakkan sebagai ranah exclusiveurusan pemerintahan yang kerap disalahpahami. Beberapa kesalahan mendasar itu antara lain cara melihat kebijakan luar negeri sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan kelanjutan dinamika domestik.

Ada satu pemeo klasik yang sering mengingatkan, diplomacy begins at home. Kondisi tersebut mesti disikapi bahwa apa pun yang berkembang di tingkat domestik, pasti potensial menimbulkan implikasi eksternal dan vice versa. Apalagi, kita sejak lama telah mengarah kepada konstruksi global village yang mengurai relasi antarnegara tidak lagi dibatasi secara jumud oleh kedaulatan teritorial.

Cara pandang yang keliru juga kerap membuat dualisme dalam mendudukkan pembiayaan pelaksanaan polugri. Pada satu sisi, biaya yang dialokasikan untuk kepentingan aktivitas polugri dianggap cukup besar. Padahal, sebagian besar atau lebih dari seperdua pembiayaan DIPA Kementerian Luar Negeri merupakan belanja pegawai maupun operasionalisasi perwakilan RI di luar negeri yang memang menuntut penggunaan mata uang asing atau alat tukar moneter setempat.

Sebaliknya pada sisi lain, kebutuhan anggaran pembiayaan yang menopang pelaksanaan kegiatan polugri pada semua segmen hubungan dialokasikan cukup kecil. Jumlah dukungan kebutuhan anggaran itu tidak sebanding dengan beban tuntutan internasional yang dipikul dan mesti diperjuangkan. Kesenjangan persepsi ini yang menghantui hampir seluruh aktivitas polugri, termasuk dalam merumuskan apa yang diasumsikan menjadi tangible result polugri.

Aktivasi kebijakan luar negeri Indonesia selalu diikat oleh empat kepentingan abadi dalam konstitusi. Melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam ketertiban dunia, merupakan empat postulasi eksistensial abadi polugri. Apa pun yang kita lakukan, tidak dapat lepas dari keempat fondasi utama itu yang menjadi primus inter pares kebijakan luar negeri.

Kita memerlukan pemahaman monisme polugri dengan memperlakukannya sebagai suatu kepentingan utuh. Tidak dikotomis, divisive dan insignificant. Jika perlu, kedua pasangan calon dalam debat nanti memberikan endorsement-nya untuk mengangkat polugri sebagai objek kegiatan diplomasi dengan pagu besar di atas Rp10 triliun. Hanya cara itu, baru kita bisa menyebut postur polugri kita macht dengan posisi geostrategis Indonesia.

Global Activism

Presiden Soekarno bisa disebut peletak dasar global activism Indonesia. Terlepas dari inspirasi ideologis yang memengaruhi visi Soekarno tentang peran Indonesia di kancah global, penetrasi pengaruh yang diberikan Indonesia terbukti terlihat dalam berbagai manuver internasional yang diakui dunia. Pidato Soekarno di hadapan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, 30 September 1960 tentang “to build the world a new” misalnya, menjadi gaung bangkitnya nasionalisme, gerakan perlawanan dan kemerdekaan bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Pidato itu membantu mewacanakan gagasan tatanan dunia baru, munculnya istilah dunia ketiga (the third world), Gerakan Non-Blok (GNB), Konferensi Asia Afrika, dan bahkan ajang olahraga tandingan olimpiade Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diikuti 51 negara. Sikap itu pula yang kelak mengilhami pembentukan blok regional dalam kerangka PBB yang kini populer disebut sebagai Kelompok G-77 and China.

Dari sisi provokatif sekalipun, pengaruh global activism Indonesia ketika menarik diri dari keanggotaan PBB pada 1965, bahkan tetap masih menyisakan pertanyaan menarik yang kini terus menjadi kajian hukum internasional tentang mengapa Piagam PBB tidak mengatur masalah pengunduran diri dari keanggotaan (membership withdrawl).

Keluarnya Indonesia (dari PBB, 1965) dan Jepang (dari Liga Bangsa-Bangsa, 1933) sempat menjadi referensi AS ketika mencoba melakukan hal serupa pada 2009 meskipun ide itu mati suri di Kongres AS. Presiden Filipina Duterte juga tercatat pernah mengancam keluar dari PBB pada 2016.

Inilah catatan historis yang menunjukkan bahwa Indonesia punya sejarah global activism yang pernah sangat berpengaruh. Kedua capres dapat menggunakannya sebagai inspirasi dalam perdebatan nanti untuk berani menawarkan polugri yang lebih bersifat outward looking; Demi untuk memastikan kelangsungan global reach Indonesia yang dinamis.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5170 seconds (0.1#10.140)