Kubu Prabowo Nilai Revisi PP PSTE Berpotensi Rugikan Indonesia

Senin, 18 Maret 2019 - 10:03 WIB
Kubu Prabowo Nilai Revisi PP PSTE Berpotensi Rugikan Indonesia
Kubu Prabowo Nilai Revisi PP PSTE Berpotensi Rugikan Indonesia
A A A
JAKARTA - Berpotensi merugikan bangsa Indonesia, Tim Ekonomi dan IT Barisan Prabowo-Sandi (PADI) minta pemerintah membatalkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Tim Ekonomi dan IT PADI menyoroti soal perubahan ketentuan mengenai penempatan data pada revisi peraturan tersebut.

Menurut Ketua Umum Barisan PADI Iskandar, saat ini Indonesia belum memiliki undang-undang yang berhubungan langsung dengan perlindungan data, sehingga revisi tersebut PP harusnya dibatalkan sampai hadirnya UU yang lebih tegas tentang perlindungan data.

"Revisi PP Nomor 82/2012 itu tidak cukup jika hanya mempertimbangkan aspek teknis dan keamanan. Namun, harus diseimbangkan dengan aspek kedaulatan, pertumbuhan industri nasional, perlindungan data dan dampak sosial ekonomi," papar dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/3/2019).

Kebijakan dan regulasi terkait penempatan data center, kata dia, memiliki dimensi dan dampak yang besar. Tidak cukup jika hanya membatasi pada isu lokalisasi data, namun juga terkait dengan kepemilikan data, hak akses data, kendalinya dan manfaat untuk kepentingan nasional.

"Berpotensi merugikan negara triliunan rupiah, revisi PP Nomor 82/2012 ini berisiko terjadinya eksploitasi besar-besaran terhadap berbagai informasi dan kepemilikan data oleh pihak lain yang seharusnya dilindungi oleh negara," paparnya.

Saat ini banyak negara yang menerapkan aturan ketat mengenai lokalisasi data. Untuk kawasan Asia, Malaysia, Vietnam dan Korea Selatan punya aturan data center yang cukup ketat. Vietnam mewajibkan penyelenggaran internet menempatkan setidaknya server di wilayah Vietnam untuk tujuan penegakan hukum. Belum lagi Uni Eropa dan Jerman bahkan Kanada.

"Revisi mengenai kebijakan lokalisasi data perlu diperhitungkan secara cermat dan teliti mengenai dampak selanjutnya, terutama bagi generasi milenial yang akan datang," lanjut dia.

Bayangkan, seperti kejadian beberapa waktu lalu, andai isu tentang bocornya data pelanggan salah satu perusahaan belanja online, salah satu Unicorn startup Indonesia benar-benar terjadi, bagaimana dengan kerahasiaan semua data pribadi, data transaksi, data bank yang tersimpan di dalam database perusahaan tersebut?

"Kami minta, sikap yang diambil pemerintah menjadi lebih jelas dan tegas. Bahkan sebelum membatalkan, ada baiknya mengevaluasi lebih mendalam, menyeluruh dan transparan," tandas dia.

Jika tidak dilakukan, Iskandar khawatir akan ada perbedaan pandangan mengenai Data Elektronik Strategis, Data Elektronik Berisiko Tinggi dan Data Elektronik Berisiko Rendah.

Sebagaimana diketahui, Komenkominfo sedang merevisi PP Nomor 82/2012 tentang PSTE. Bunyi pasal terkait data yang akan direvisi yakni:
Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya (Pasal 17 ayat 2).

Pasal ini yang nantinya akan direvisi pemerintah dengan memperbolehkan data center (pusat data) berada di luar negeri dengan hanya Data Elektronik Strategis saja yang diwajibkan di wilayah Indonesia, dimana tidak dijelaskan lebih jauh apa data Data Elektronik Strategis yang dimaksud.

"Anggota legislatif (DPR, Yudikatif) harus tahu akan bahaya yang sedang mengancam kedaulatan negara ini," tandasnya.

Keputusan pemerintah untuk melakukan revisi ini ditengarai karena adanya tekanan Amerika Serikat terkait kebijakan GSP (Generalized Scheme of Preferences) yang mereka terapkan untuk mengatur export import ke negara tersebut.

Kristiono, Ketua Umum Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia) baru-baru ini menegaskan bahwa PP Nomor 82/2012 sudah cukup baik dan tidak perlu direvisi. Dengan adanya revisi ini justru negara berpotensi merugi hingga Rp85,2 triliun akibat menurunnya minat investasi data center didalam negeri.

Selain Mastel, penolakan revisi PP Nomor 82/2012 ini juga disuarakan oleh banyak organisasi dan masyarakat. Beberapa di antaranya adalah ACCI (Asosiasi Cloud Computing Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), IDPRO (Asosiasi Data Center Indonesia), dan FTII (Federasi Teknologi Informasi Indonesia).
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4681 seconds (0.1#10.140)