Selamatkan Jutaan Suara, Denny Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK

Minggu, 03 Maret 2019 - 17:43 WIB
Selamatkan Jutaan Suara, Denny Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK
Selamatkan Jutaan Suara, Denny Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK
A A A
JAKARTA - Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society(Integrity) akan mendaftarkan permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Selasa, 5 Maret 2019. Uji konstitusionalitas itu dilakukan untuk menyelamatkan potensi hilangnya jutaan suara rakyat pemilih karena persoalan-persoalan prosedur administratif yang ada dalam UU Pemilu tersebut.

"Prinsipnya, hak rakyat untuk memilih harus difasilitasi sebaik mungkin, karena merupakan salah satu hak asasi paling penting untuk hadirnya demokrasi di tanah air. Karena itu, jangankan potensi hilangnya jutaan hak memilih, satu suara pun yang hilang harus diselamatkan demi terpenuhinya prinsip dasar konstitusi dan negara hukum Indonesia," kata Senior Partner Integrity Denny Indrayana, dalam keterangan tertulisnya yang diterima SINDOnews, Minggu (3/3/2019).

Denny mengatakan, berdasarkan putusan MK Nomor 01–017/PUU-I/2003, Hak rakyat untuk memilih dan dipilih adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang maupun konvensi internasional, maka pembatasan penyimpangan, peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara.

Selain itu, berdasar Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 menyatakan hak konstitusional tersebut di atas tidak boleh dihambat atau dihalangi oleh berbagai ketentuan dan prosedur administratif apapun yang mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

"Pada kenyataannya, masih ada rakyat pemilih yang haknya berpotensi hilang karena belum mempunyai KTP elektronik, karena UU Pemilu mensyaratkan kepemilikan KTP elektronik untuk dapat terdaftar sebagai pemilih dan melakukan pemungutan suara. Syarat prosedural administratif demikian harus dihilangkan dan dinyatakan bertentangan dengan konstitusi," terangnya.

Apalagi, lanjut Denny, tidak dimilikinya KTP elektronik demikian boleh jadi bukan karena kelalaian dari pemilih, tetapi karena peraturan perundangan yang mengatur demikian. Misalnya, pemilih yang akan berumur 17 tahun tidak akan memiliki KTP elektronik karena belum mencukupi umur, dan tidak diperbolehkan menurut UU Administrasi Kependudukan.

Hal lain, pemilih yang akan pindah TPS, berpotensi kehilangan suaranya untuk Pemilu Legislatif pada berbagai tingkatan, dan hanya dapat memilih untuk Pemilu Presiden. Aturan demikian, yang ada dalam UU Pemilu perlu dibatalkan agar tidak menghambat, menghalangi, ataupun mempersulit warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.

"Intinya, permohonan akan diajukan untuk menguji konstitusionalitas berbagai norma dalam UU Pemilu yang berpotensi membatasi, meniadakan dan menghapuskan hak warga negara untuk memilih dalam Pemilu 2019," jelas Denny.

Uji materi tersebut akan diajukan ke MK oleh beberapa pemohon yang belum memiliki KTP elektronik, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemilu, dan perorangan yang bergelut dengan soal-soal hukum tata negara dan kepemiluan.

Integrity memohon kepada MK untuk dapat menjadi solusi dari persoalan konstitusional tersebut, dan memutus dalam waktu yang tidak terlalu lama, mengingat hari pemungutan suara sudah tinggal satu setengah bulan lagi.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0618 seconds (0.1#10.140)