Rekomendasi Munas Alim Ulama: Hoaks dan Hasutan Kebencian Harus Dilawan

Jum'at, 01 Maret 2019 - 19:45 WIB
Rekomendasi Munas Alim Ulama: Hoaks dan Hasutan Kebencian Harus Dilawan
Rekomendasi Munas Alim Ulama: Hoaks dan Hasutan Kebencian Harus Dilawan
A A A
JAKARTA - Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019 yang berlangsung sejak Jumat 27 Februari 2019 ditutup hari ini.

Acara yang digelar di Pondok Pesantren Miftahul Huda al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat ini menghasilkan beberapa rekomendasi, salah satunya menangkal hoaks dan mendorong literasi digital.

"Kemajuan teknologi informasi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi memberi masalah dan kemudahan-kemudahan bagi manusia, namun di sisi lain juga membawa mafsadat yang bisa mengancam kehidupan masyarakat," demikian salah satu rekomendasi dari hasil pleno Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2019

Kemajuan teknologi informasi dinilai menyisakan limbah yang dapat mengganggu kehidupan manusia. Limbah informasi itu antara lain adalah maraknya peredaran berita bohong (hoaks) berbalut fitnah dan hasutan kebencian.

"Hoaks bisa diartikan sebagai informasi yang direkayasa, baik dengan cara memutarbalikkan fakta atau pun mengaburkan informasi, sehingga pesan yang benar tidak dapat diterima seseorang," tulis tim perumus rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU yang dipimpin Masduki Baidlowi.

Tim perumus juga memaparkan tentang perkembangan penetrasi internet di Indonesia membuat platform media sosial seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dan lainnya menjadi sarana efektif untuk mendistribusikan hoaks.

Survei Daily Sosial (2018) terhadap 2032 pengguna internet di Indonesia menunjukkan bahwa 81,25%responden menerima hoaks melalui Facebook, sekitar 56,55% melalui WhatsApp, sebanyak 29.48% melalui Instagram, dan tak kurang dari 32,97% responden menerima hoaks di Telegram. Masih ada platform media sosial lainnya yang juga dibanjiri hoaks, misalnya Twitter, namun jumlahnya di bawah 30%. Banyaknya pendistribusian hoax di Facebook, WhatsApp, dan Instagram karena tiga aplikasi ini paling populer, paling banyak digunakan di Indonesia.

"Hoaks masuk ke dalam pori-pori kehidupan sosial masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan, dari masalah kesehatan, makanan, politik, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), hingga bencana alam."

Hasil Munas Alim Ulama juga menyatakan hoaks semakin mengkhawatirkan karena digunakan dalam propaganda politik yang dibungkus dengan isu SARA. Hoaks politik mengandung isu SARA dan sebaliknya isu SARA dikaitkan dengan isu politik.

Oleh karena itu, hoaks politik bernuansa SARA perlu menjadi perhatian serius karena berisi hasutan dan kerap merekayasa ketersinggungan, yang dikenal dengan pelintiran kebencian (hate spin).

Hate spin adalah usaha-usaha sengaja oleh para pengobar kebencian untuk mengada-adakan atau merekayasa kebencian. "Hoaks dan hasutan kebencian harus dilawan, di samping efek sosial yang ditimbulkan, tapi juga karena bertentangan dengan prinsip-prinsip keislaman yang dipahami NU, sebagaimana tertuang dalam mabadi’ khairo ummah," bunyi hasil rekomendasi Munas.

Hoaks dan hasutan kebencian dinilai mengandung bahaya, antara lain merendahkan martabat manusia, menyuburkan prasangka dan diskriminasi,dapat memicu kekerasan/kejahatan kebencian, konflik antar kelompok dan paling buruk dapat menyebabkan pembersihan etnis (ethnic-cleansing).

"Upaya menangkal hoaks pada dasarnya merupakan upaya untuk merawat akal sehat (hifz al-‘aql) sebagai salah satu dharuriyat yang harus dilindungi.Karena itu, bersama melawan hoaks merupakan aktifitas syar’i yang perlu dilakukan bersama. Sebaliknya, orang-orang yang sengaja memproduksi hoaks untuk berbagai kepentingan pada dasarnya merupakan aktivitas yang berlawanan dengan prinsip syariat Islam, hifz al-‘aqli," demikian hasil rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4561 seconds (0.1#10.140)