Masa Depan Media Mainstream di Bawah Gempuran Platform Besar

Jum'at, 01 Maret 2019 - 15:07 WIB
Masa Depan Media Mainstream di Bawah Gempuran Platform Besar
Masa Depan Media Mainstream di Bawah Gempuran Platform Besar
A A A
Bisnis di media mainstream seperti berhadapan dengan satu peran yang asimetris dimana banyak platform global yang berkuasa. Selain itu faktor finansial masih menjadi masalah bagi media mainstream untuk bisa bersaing didunia digital.

"Apa yang sudah dirintis oleh media mainstream yang bermain di digital juga mereka menghadapi suatu krisis yang cukup parah dalam soal financial, karena mulai muncul platform besar. Pendapatan yang bertranformasi dari prin kemudian ke digital itu rata-rata sedikit sekali succesfullnya," ujar Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Nezar Patria dalam diskusi di Rakernas AMSI, di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Nezar pun juga sempat mempertanyakan mau dibawa kemana masa depan good jurnalisme ditengah hoaks, fake news, miss information, dissinformation, yang beredar dengan cukup gencar lewat platform besar.

Hal tersebut menjadi ironi yang cukup tajam, dimana semua elemen masyarakat menikmati satu kelimpahan informasi lewat platform, tapi disisi lain mereka melihat bagaimana darkside of internet dengan menyebarnya fakenews dan lainnya.

"Perjuangan untuk good jurnalism bisa eksis didalam perubahan-perubahan yang dibawa oleh platform media digital menjadi tantangan bagi kita semua," jelas Nezar.

Nezar juga mengungkapkan, ada beberapa terobosan dari Reuters Institute the study of jurnalism untuk media mainstream dapat bertahan dari gempuran platform-platform besar. (Baca juga: AMSI Susun Program Bisnis Media Digital Setahun ke Depan )

Pertama, kata Nezar, hampir 200 pemain media digital dari beberapa negara yang diwawancara untuk survei ini, menyebutkan bahwa sudah saatnya untuk memberlakukan membership dan subscription.

"Karena kita tidak bisa lagi mengandalkan dengan iklan-iklan entah itu banner dan lainnya yang itu semua diborong oleh platform itu tadi," ungkapnya.

Lalu kedua, lanjut Nezar, sekitar 23% dari para editor itu setuju untuk menggugat yang namanya platform raksasa ini baik google maupun facebook melakukan subsidi terhadap good content di internet.

"Kalo tidak maka bisa kita bayangkan yang terjadi di google maupun di facebook semua banyak posting-posting yang lebih banyak ke arah fakenews," tuturnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6414 seconds (0.1#10.140)