Pembuatan E-KTP Warga Negara Asing Dihentikan sampai Pemilu

Kamis, 28 Februari 2019 - 06:53 WIB
Pembuatan E-KTP Warga Negara Asing Dihentikan sampai Pemilu
Pembuatan E-KTP Warga Negara Asing Dihentikan sampai Pemilu
A A A
JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memutuskan untuk menghentikan sementara penerbitan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) warga negara asing (WNA). Langkah ini dilakukan untuk menepis kegaduhan e-KTP WNA jelang pemilu.

"Saya beri arahan ke daerah agar berhati-hati, kalau bisa e-KTP WNA dicetak setelah pileg dan pilpres. Biar tidak gaduh dan tenang dulu. Kalau ditunda 50 hari tidak masalah. Nanti tanggal 18 April terbitkan lagi," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh di Jakarta kemarin.

Belakangan ini publik dihebohkan dengan munculnya nomor induk kependudukan (NIK) milik seorang tenaga kerja asing (TKA) asal China berinisial GN yang tinggal di daerah Cianjur, Jawa Barat. Bahkan, pria tersebut juga masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2019.

Zudan meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya e-KTP WNA saat pemilu mendatang. Selain jumlahnya tidak signifikan, dia menyebut di TPS akan banyak pihak yang mengawasi. "Masyarakat tidak perlu khawatir. Di TPS ada saksi dari partai, ada juga pengawasan. Masyarakat juga kan saling kenal. Jangankan WNA, ada orang tidak dikenal akan ditanya-tanya. Apalagi menunjukkan e-KTP. Tenang saja," paparnya.

Menurut dia, e-KTP WNA mudah dikenali dan berbeda dengan e-KTP warga negara Indonesia (WNI). Salah satu cirinya adalah di dalam fisik e-KTP tertera asal negara WNA tersebut. Selain itu, terdapat masa berlakunya. Hal ini berbeda e-KTP WNI yang belaku seumur hidup.

"Sehingga pasti kelihatan masa belaku. Apakah satu tahun, dua tahun. Ada angkanya dan pasti itu KTP WNA. Lalu ada tulisan bahasa Inggris untuk pekerjaan, jenis kelamin, status. Jadi kalau dibaca KTP-nya sudah kelihatan kalau itu WNA. Mudah kok mengenalinya. Tidak rumit," jelasnya.

Mengenai kasus penemuan e-KTP WNA asal China berinisial GC di Cianjur, Zudan menegaskan informasi tersebut keliru dan cenderung menyesatkan masyarakat luas. Dia memastikan pria asal China itu memang benar memiliki e-KTP.

"GC dengan NIK 3203012503770011, memiliki KITAP dengan nomor 2D41AH0010-S dan masa berlaku sampai dengan 12 Desember 2023. Sehingga yang bersangkutan berhak untuk mendapatkan e-KTP sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tandasnya.

Zudan mengaku, masuknya NIK tersebut dalam DPT Pemilu 2019 merupakan kesalahan input dalam pengisian DPT yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Cianjur. Pada DPT Pemilu 2019 yang ditetapkan KPU, NIK 320301250377001 digunakan atas nama B yang seharusnya NIK tersebut milik GC. Keliru seperti itu," ujarnya.

KPU Cianjur juga mengakui ada kesalahan input data DPT untuk Pemilu 2019. Kesalahan tersebut berakibat fatal karena NIK WNA China yang sudah memiliki KTP tercantum meskipun dengan nama yang berbeda. Komisioner KPU Cianjur Anggy Shopia Wardany mengatakan, dari pembuktian yang ada nama dan alamat B warga Kelurahan Sayang, sesuai dengan identitas di DPT.

Nnamun data NIK yang terinput bukan milik Bahar, melainkan WNA asal China. "Ada kesalahan dalam input data tepatnya untuk NIK. KPU akan segera memperbaiki kesalahan input data tersebut, termasuk memeriksa data belasan WNA lain, untuk mencegah adanya kesalahan serupa di mana NIK mereka masuk dalam DPT," katanya.

Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Salahuddin Uno meminta masyarakat tidak reaktif dan menahan diri atas isu tersebut. Menurutnya, yang lebih penting dari itu semua adalah penyelenggaraan Pemilu 2019 mendatang harus berjalan jujur dan adil. “Ya harus kita cermati jangan sampai pemilu yang diharapkan jujur adil diciderai atau dicoreng oleh WNA yang memiliki e-KTP,” kata Sandi di Jakarta kemarin.

Mantan wakil gubernur DKI ini juga berharap pemerintah memperhatikan dengan saksama agar pemilu yang akan berlangsung pada 17 April nanti, hanya warga negara Indonesia dan sudah memenuhi persyaratan yang menjadi pemilih.

“Jangan sampai ada penggelembungan suara, jangan ada penyalahgunaan dari identitas tersebut. Pastikan pemilu jujur adil. Dan kita pastinya menjunjung tinggi netralitas penyelanggara pemilu, jangan sampai ada ketidaknetralan penyelenggara pemilu,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (Oso) meminta masyarakat berhati-hati terhadap arus informasi karena hoaks sangat mudah dibuat dan beredar. Apalagi, serangan hoaks sangat tinggi nilainya jelang pemilu, jangan sampai rakyat yang jadi korban. “Saran saya harus ditangani secara khusus agar tidak menimbulkan polemik,” tandasnya.

Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Lukman Edy mengatakan, berdasarkan pernyataan KPU bahwa isu e-KTP orang asing yang kemudian masuk DPT adalah hoaks. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong KPU untuk melaporkan kasus tersebut kepada polisi untuk ditindaklanjuti dengan mencari otak atau pelaku editing e-KTP tersebut.

"Mudah-mudahan ketemu. Apalagi kemudian orang yang ditemukan itu ada jejaring-jejaring yang berhubungan dengan sebuah rekayasa yang disengaja untuk membuat kekacauan pemilu," ujar Lukman.

Edy mengatakan, sasaran dari isu tersebut adalah pelaksana penyelenggara pemilu yakni KPU dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri. "Kita sudah berupaya keras untuk bukan saja dari sisi regulasi, tetapi dari sisi rekrutmen pun kita berupaya keras. Bangsa ini berupaya keras, pascareformasi penyelenggara pemilu itu adalah lembaga independen. Lepas dari kekuasaan mana pun, tidak terpengaruh dengan eksekutif," paparnya.

Menurut dia, kepercayaan publik yang dibangun sejak era reformasi berhasil membuat Indonesia mendapat pujian dari dunia internasional. Tetapi akhir-akhir ini ada yang aneh. Ada sebuah kekuatan yang mendisain agar masyarakat tidak percaya kepada penyelenggara pemilu. Pihaknya menyesalkan pihak paslon 02 yang justru memanfaatkan hoaks ini dan diviralkan. "Kita menyesalkan itu diviralkan," urainya.

Dikatakannya, kasus ini sama dengan isu soal adanya tujuh kontainer kartu suara yang telah dicoblos beberapa waktu lalu. Tujuannya sama yakni mendelegitimasi terhadap penyelenggara pemilu. "Oleh sebab itu, kami mengajak semua bangsa Indonesia untuk melawan hoaks, melawan upaya-upaya untuk mendelegitimasi seperti ini," tutupnya
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4698 seconds (0.1#10.140)