Pendukung Capres-Cawapres Diajak Gunakan Bahasa Positif

Kamis, 14 Februari 2019 - 14:31 WIB
Pendukung Capres-Cawapres Diajak Gunakan Bahasa Positif
Pendukung Capres-Cawapres Diajak Gunakan Bahasa Positif
A A A
JAKARTA - Pendukung calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) diminta untuk tetap menjaga kesantunan dengan menggunakan bahasa yang positif.
Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Daarul Quran Ketapang, Cipondoh, Tangerang Ustaz Yusuf Mansur saat acara diskusi Rabu Hijrah yang digelar di Jakarta, Rabu 13 Februari 2019.
“Saya mengingatkan untuk semua pihak, tanpa kecuali memakai bahasa yang baik, bahasa yang positif ke siapa pun, teman-teman di 02 agar bicara yang baik ke 01, begitu juga saya bicara di 01 untuk bicara yang baik ke 02,” tutur Yusuf.

Founder PayTren ini juga menyatakan para capres dan cawapres adalah orang yang terbaik Indonesia, tidak sepantasnya untuk saling direndahkan

Sementara itu pembicara lainnya di acara Rabu Hijrah bertema Kebangkitan Ekonomi Umat, Jimly Asshiddiqie mengatakan agar umat menjaga semangat Rabu Hijrah untuk kepentingan jangka panjang bukan sekadar untuk pilpres.

"Mari kita jaga semangat Rabu Hijrah untuk jangka panjang demi membangun bangsa Indonesia," ujarnya.

Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Erick Thohir mmengatakan, muslim milenial harus ikut membangun ekonomi umat.

Dia memaparkan, pertumbuhan dan kemajuan ekonomi yang stabil dalam lima tahun terakhir tidak hanya menempatkan Indonesia sebagai negara kelas menengah baru, tapi juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah untuk mengembangkan usaha dan investasi.

Dengan 265 juta penduduk, dan 87% mayoritas beragama Islam, maka kemudahan untuk menekuni bisnis juga menjadi pilihan masyarakat muslim di tanah air.

Terlebih dalam mengembangkan potensi bisnis, pemerintahan Joko Widodo mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga peringkat kemudahan usaha (EODB/Ease of Doing Business) di Indonesia naik dalam waktu empat tahun.

Jika di 2014, EODB Indonesia berada di posisi 120 dari 190 negara maka tahun 2018 naik ke posisi 73/190 . Tak hanya itu, saat ini, izin dan biaya untuk memulai usaha juga lebih cepat dan murah.

"Atas dasar itulah, saya mengajak rekan-rekan sesama muslim untuk melihat peluang dan potensi usaha di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim untuk mengembangkan industri halal. Jika selama ini kita sudah nomor satu di dunia untuk konsumsi barang halal maka dalam lima tahun ke depan kita harus jadi produsen produk halal dan hal itu harus dilakukan oleh para generasi muda muslim," tutur Erick di hadapan peserta Rabu Hijrah yang diikuti sekitar 500 peserta.

Rabu Hijrah merupakan kegiatan rutin yang digelar masyarakat muslim untuk saling berbagi informasi, berdiskusi, dan memberi sumbangan pemikiran demi kemajuan Indonesia.

Menurut data State of the Global Islamic Economy Report 2018/19, Indonesia menduduki 10 besar indeks Global Islamic Economy Indicator (GIEI) dengan skor 45, sama dengan Brunei. Negara dengan skor GIEI tertinggi berturut-turut di atas Indonesia, yaitu Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Arab Saudi, Oman, Jordan, Qatar, Pakistan, dan Kuwait.

Padahal, menurut Erick, Indonesia memiliki potensi konsumsi makanan halal nomor satu dengan total pengeluaran 170 juta dolar AS (sekitar Rp2,3 triliun) per tahun. Tetapi Indonesia justru tidak masuk 10 besar produsen makanan halal. Produsen makanan halal justru didominasi oleh UEA, Malaysia, Brazil, Oman, Jordan, Australia, Brunei, Pakistan, Sudan, dan Qatar di urutan 10 besar

"Kita itu nomor satu dari sisi konsumen. Kenapa tidak dibalik? Kita ini memiliki 265 juta penduduk. Marketnya jelas, kenapa mesti marketnya kita diambil asing. Ayo, anak-anak muda Indonesia, hijrah jadi produser dan meniru langkah tokoh-tokoh muslim lainnya, seperti Ustaz Yusuf Mansur yang sukses menekuni industri keuangan Islam dengan reksadana syariahnya," ujar Erick.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5580 seconds (0.1#10.140)