Hoaks dan Keabsahan Pemilu

Jum'at, 04 Januari 2019 - 04:47 WIB
Hoaks dan Keabsahan Pemilu
Hoaks dan Keabsahan Pemilu
A A A
HOAKS kembali membuat geger jagat perpolitikan Tanah Air. Kali ini masyarakat dihebohkan dengan hoaks adanya 7 kontainer kertas suara yang sudah dicoblos di Pelabuhan Tanjung Priok. Fenomena hoaks ini tak boleh dibiarkan. Pemerintah dan aparat hukum harus membongkar sampai seakar-akarnya siapa di balik penyebaran hoaks tersebut. Yang tak kalah penting adalah pelakunya harus dihukum seberat-beratnya untuk menimbulkan efek jera.

Hoaks memang bukan hal asing bagi kita semua. Tiada hari tanpa hoaks. Apalagi di tahun politik seperti saat ini, berita hoaks gampang sekali merajalela. Sebelumnya masih segar di ingatan kita beredarnya hoaks tentang 31 juta daftar pemilih tetap (DPT) selundupan. Mengenai hoaks yang menyangkut politik, Kominfo sedikitnya menemukan 62 postingan hoaks sejak Agustus hingga Desember 2018. Misalnya pada hoaks foto artis Dian Sastro dengan tagar ganti presiden, hoaks PDIP menerima kunjungan PKI China hingga hoaks simulasi orang gila dibawa ke tempat pemungutan suara (TPU). Semua kabar itu tidak benar.

Ada sejumlah penyebab kenapa masyarakat begitu mudah menyebar hoaks. Pertama , lagi-lagi lemahnya penegakan hukum atas kasus hoaks politik. Ada banyak bersebaran hoaks yang berisi saling menjelekkan kedua kubu calon presiden (capres), tetapi aparat hukum tak pernah mengungkapnya secara tegas dan tuntas. Tindakan aparat cenderung sporadis sehingga tidak ada rasa takut bagi masyarakat untuk membuat hoaks. Yang dikhawatirkan hoaks sudah dianggap sebagai fenomena biasa oleh masyarakat karena tak ada konsekuensi hukum bagi penyebarnya.

Kedua , rendahnya literasi masyarakat terhadap dampak buruk hoaks. Kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat tidak diimbangi kesadaran masyarakat untuk tidak menyebarkan berita bohong. Dengan munculnya media sosial ini masyarakat seperti mendapatkan mainan baru yang begitu mudahnya memproduksi hoaks atau sekadar ikut menyebarkannya. Tak hanya orang awam, orang terpelajar pun sangat mudah menyebarkan hoaks. Mungkin juga mereka mencari pendapatan dari menyebarkan hoaks.

Tentu banyaknya hoaks yang sudah menyebar memiliki implikasi yang sangat merugikan. Apalagi pemilu legislatif dan pemilu presiden tinggal sekitar tiga bulan lagi digelar. Kini keberadaan hoaks tak hanya merugikan masyarakat (peserta pemilu), tapi juga merugikan penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan pemerintah.

Sebab berita bohong kalau terus dibiarkan pada gilirannya akan mengurangi integritas, kredibilitas, dan keabsahan pemilu. Mengapa? Pemilu yang demokratis tidak akan pernah terwujud jika pelaksanaan pesta demokrasi itu dipenuhi kebohongan, kabar yang menyesatkan atau manipulatif, sehingga tak berlebihan jika ada yang menyebut hoaks pemilu bisa dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa atas praktik demokrasi di Indonesia.

Karena itu mumpung masih ada waktu, pemerintah dan aparat hukum harus bekerja cepat menghentikan maraknya peredaran hoaks ini di masyarakat. Sebagai test case , polisi harus merespons cepat laporan Mendagri Tjahjo Kumolo mengenai hoaks adanya 7 Kontainer kertas suara yang sudah dicoblos dan hoaks tentang 31 juta DPT selundupan yang diulang-ulang. Polisi harus all out membongkar siapa dalang di balik penyebaran hoaks tersebut sampai seakar-akarnya. Tentu cara kerjanya juga harus transparan dan profesional serta tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat harus disikat tanpa melihat dari kubu mana para pelakunya berasal.

Profesionalitas dan transparansi aparat hukum penting ditunjukkan untuk menjaga pelaksanaan pemilu ini bisa terlegitimasi. Jangan sampai muncul kesan sikap tegas aparat ini hanya menguntungkan salah satu calon dan merugikan calon lain. Sikap tegas dan objektif aparat ini tentu akan memberikan efek jera bagi yang lain untuk tidak lagi gampang membuat atau menyebarkan hoaks.

Di sisi lain pemerintah juga tak boleh bosan untuk terus melakukan sosialisasi atau memberikan edukasi literasi kepada masyarakat akan bahaya hoaks bagi kehidupan bernegara. Mari kita mulai dari diri kita untuk tidak membuat atau menyebarkan hoaks.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6389 seconds (0.1#10.140)