Pemerintah Bertekad Bersihkan Radikalisme

Kamis, 22 November 2018 - 10:20 WIB
Pemerintah Bertekad Bersihkan Radikalisme
Pemerintah Bertekad Bersihkan Radikalisme
A A A
JAKARTA - Pemerintah akan menyiapkan langkah-langkah sistematis dan terorganisasi dalam membersihkan segala sesuatu terkait paham radikal.

Hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan kegaduhan. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengaku sudah melakukan koordinasi dengan berbagi pihak untuk mengatasi dan membersihkan paham radikal tersebut.

“Kami yakin Menteri Agama Pak Lukman Hakim sudah tahu itu. Tapi kan perlu langkah-langkah yang sistematis dan terorganisir agar jangan sampai kita lakukan langkah keras justru bisa membuat kegaduhan,” jelasnya.

Alasan Wiranto, ini tahun politik sehingga segala sesuatunya harus dilakukan secara cermat. Dia juga meminta agar tahun politik tetap tenang dan damai. “Kami ingin di tahun politik ini tetap tenang, damai, aman, dan tenteram. Makanya, kami hindari kegaduhan,” tegas Wi ranto.

Sebelum itu, Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Prabowo mengatakan pihaknya sudah melakukan pendalaman terhadap temuan 41 masjid yang terpapar paham radikalisme. Bahkan, berdasarkan penelusuran BIN, ada 50 penceramah yang menyampaikan materi mengandung unsur radikalisme. “BIN terus melakukan pendekatan kepada mereka. Kami juga sampaikan agar mereka tidak lagi menyampaikan hal (radikalisme) seperti itu,” katanya.

Selain itu, Wawan juga membenarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait 39% mahasiswa dari tujuh perguruan tinggi negeri di Indonesia yang bersimpati terhadap gerakan radikalisme.

“Terkait tujuh perguruan tinggi PTN yang terpapar radikalisme dan 39% mahasiswa di 15 provinsi tertarik paham radikal itu memang benar, dan ini terus diupayakan supaya angkanya menurun,” jelasnya.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir mengatakan, terkait kampus yang terpapar paham radikalisme adalah data lama. Dia juga menilai itu menjadi tanggung jawab rektor masing-masing. “Sebenarnya sekarang ini (kegiatan radikalisme) sedang tiarap. Kalau ada kegiatan saya akan minta memilih tetap NKRI atau keluar. Itu saja,” katanya.

Nasir mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk membersihkan kampus dari paham radikal. Salah satunya pelibatan BNPT dan BIN dalam seleksi pemilihan rektor.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi pegawai negeri sipil (PNS) yang cenderung memilih sistem khilafah. Namun, tidak semua PNS ada di bawah Kemenpan-RB, karena sebagian besar ada di bawa pemerintah daerah (pemda). “PNS itu 80% ada di bawah Kemendagri. Dia akan menyurvei sendiri. Jadi, kita boleh memercayai itu, tapi jangan terlalu meyakini. Karena itu lembaga luar,” tuturnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengakui banyak pihak yang melakukan kajian berkaitan radikalisme. Saat ini pihaknya masih sebatas mengimbau ke semua elemen masyarakat dan pemda. Namun, belum ada sanksi jika aparatur pemda menganut paham radikal.

Bisa Timbulkan Kecurigaan Masyarakat
BIN, yang merilis 41 masjid dan 50 penceramah terpapar paham radikalisme, dinilai justru menimbulkan keresahan dan kecurigaan di masyarakat. Terlebih, belum ada kriteria jelas mengenai hal yang dianggap terpapar radikalisme. “Harus jelas apa kriterianya sehingga bisa diambil kesimpulan ada terpapar radikalisme di perguruan tinggi, pesantren, dan lain-lain,” kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin. Menurut Fadli, pengumuman seperti ini justru menimbulkan kegaduhan baru karena belum jelas kriteria-kriterianya.

“Pengumuman seperti ini akan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan baru, saling curiga, dan tidak menyelesaikan persoalan,” ujar nya. Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga mengkritik BIN yang membuka itu. Sebab, BIN bekerja untuk presiden karena user BIN adalah presiden.

Untuk itu, dia meminta agar BIN tidak memperkeruh suasana dengan informasi-informasi yang validitasnya patut dipertanyakan. “User BIN itu kan presiden, BIN bukan berwacana, apalagi menghadirkan informasi yang belum tentu benarnya,” katanya. Hal sama dinyatakan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Dia mengatakan, BIN seharusnya menyampaikan informasi kepada satu orang, yakni presiden. Jika harus diumumkan, pihak terkait lainlah yang melakukannya seperti Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), kalau itu terkait dengan organisasi atau lain-lain. (Binti Mufarida/ Dita Angga/Kiswondari/ Mula Akmal)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3496 seconds (0.1#10.140)