Lulusan SMK-Industri Belum Selaras

Minggu, 11 November 2018 - 08:02 WIB
Lulusan SMK-Industri Belum Selaras
Lulusan SMK-Industri Belum Selaras
A A A
JAKARTA - Output pendidikan vokasi dinilai belum selaras dengan kebutuhan industri. Masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang notabene sebagai salah satu institusi pendidikan vokasi belum maksimal terserap di dunia industri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), SMK menyumbang paling banyak jumlah pengangguran terbuka. BPS menyebut pada Agustus 2018 tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebanyak 7 juta orang atau 5,34% dari total 131,01 juta orang angkatan kerja.

Dari 7 juta orang tersebut, 11,24% di antaranya merupakan lulusan SMK. “Saya bulan lalu mengikuti kongres di Singapura yang membicarakan future job . Ada hasil studi dari hampir 100 negara, Indonesia nomor tiga paling bawah dalam hal mix and match (antara lulusan dan dunia industri),” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit saat talkshow Polemik MNC Trijaya Network di Warung Daun, Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, ketidakselarasan antara lulusan SMK dan dunia industri harus dicarikan solusinya. Sampai saat ini Indonesia tidak mempunyai grand design pendidikan vokasi. “Kita tidak punya grand design .

Di Jerman ada lembaga yang khusus mengkaji hal ini. Kita harus meluruskan kembali apa itu vokasi. Termasuk juga bagaimana institusinya,” paparnya. Anton menambahkan, seharusnya antara dunia industri dan institusi vokasi harus lebih sering berkomunikasi sehingga dapat diketahui profesi apa saja yang sedang tren di dunia industri.

Dengan begitu, dunia pendidikan dapat menyesuaikan kompetensi apa saja yang harus dimiliki peserta didiknya. “Mindset soal vokasi ini harus berubah. Vokasi ini bukan hanya agar rakyat Indonesia mendapat pekerjaan untuk survive, akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan sumbangsih pada penguatan ekonomi,” tuturnya.

Dia meminta agar vokasi harus diseriusi karena tantangan ke depan semakin kompleks. Satu di antaranya dalam waktu 15-20 tahun mendatang ada pekerjaan-pekerjaan yang digantikan oleh robot.

“Artinya tantangan digitalisasi yang tidak bisa bendung harus kita hadapi,” ungkapnya. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Didi Suprijadi mengatakan, ada banyak variabel yang memuat lulusan SMK tidak terserap maksimal di dunia kerja.

Mulai dari persoalan kurikulum, manajemen, guru, sampai sarana dan prasarananya. “Ini variabelnya banyak. Dilihat variabelnya bagaimana, gurunya bagaimana, sarana sarannya bagaimana. Ini berpengaruh pada kualitas lulusan,” tuturnya.

Kendati demikian, kata dia, jika dikaitkan dengan kualitas guru, memang belum dalam kondisi baik. Dia menyebut keterampilan guru-guru vokasi juga perlu ditingkatkan.

“Kadang-kadang keterampilan di vokasional sering tertinggal 10 tahun. Apa yang diajarkan sudah lewat. Jadi saat keluar atau lulus sudah tidak nyambung dengan industri,” katanya. Dia juga mengatakan, masih ada ketimpangan antara SMK negeri dan swasta.

Saat ini komposisi jumlah SMK negeri mencapai 3.000- an, sementara swasta mencapai 10.000-an. Begitu juga dengan siswanya, SMK negeri berjumlah 2 juta siswa dan swasta sebanyak 2,7 juta siswa. “Kondisi ini berakibat pada pembelajaran.

Kalau SMK banyak di swasta, gurunya juga. Tentu secara kesejahteraan ini sangat berbeda. Maka output-nya agak kurang di dunia industri. Jadi mari kita sama-sama cek, apa yang masih menjadi permasalahan,” paparnya.

Sementara itu, Kasubdit Penyelarasan Kejuruan dan Kerja Sama Industri Direktorat Jenderal (Dirjen) Pembinaan SMK Kemendikbud Saryadi mengatakan, di balik angka 11,24% yang disajikan BPS, sebenarnya angka partisipasi kerja lulusan SMK justru mengalami kenaikan dari 2015 hingga 2018.

Dia menyebut, lulusan SMK yang bekerja pada 2015 mencapai 10,8 juta, sementara 2018 sebanyak 13,7 juta. “Jika melihat TPT SMK pada tahun lalu di bulan yang sama sebesar 11,41%. Sementara tahun ini 11,24%.

Ini ada penurunan. Sebenarnya trennya mengalami penurunan dari tahun ke tahun,” katanya. Dia mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi masih besarnya TPT SMK. Mulai dari perkembangan teknologi, kesempatan kerja, ataupun berwirausaha.

Selain itu, juga masih ada fenomena salah mengambil jurusan sehingga berbeda dengan profesi yang diambil. “Memang anak-anak masuk SMK itu ada kalanya mereka tidak tahu benar jurusan apa yang akan diambil.

Mereka baru lulus SMP, ada kalanya mereka memilih SMK berdasarkan informasi kawannya, ikut kawannya, atau apa yang sekarang populer. Ini terkorelasi dengan perubahan kebutuhan kerja,” paparnya. Dia mengakui jurusan yang paling banyak diminati saat ini memang belum mencerminkan kebutuhan industri.

Seperti diketahui terdapat 13.800 SMK dengan 146 kompetensi keahlian atau jurusan. Dari jumlah tersebut, ada tiga jurusan dengan proporsi terbesar yakni teknologi rekayasa, bisnis manajemen, serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) “Kita coba menginformasikan potensi karier yang bisa diambil saat lulus SMK.

Itu kita perkenalkan di masingmasing sekolah karena proporsi terbesar itu memang belum mencerminkan kebutuhan industri. Misalnya untuk jurusan bisnis dan manajemen sekarang ini tidak terlalu banyak,” tuturnya.

Pemerintah juga terus berupaya untuk terus memperbaiki kualitas lulusan SMK. Dia menyebut Presiden telah memerintahkan untuk melakukan revitalisasi SMK. Satu di antaranya penataan kelembagaan dan pengajaran.

“Kurikulum itu harus selalu diperbaharui. Bukan dalam konteks mengganti kurikulum, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan industri,” katanya. Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini industri sudah mulai turun di tengahtengah SMK.

Dalam hal ini industri secara langsung terjun memberikan pendidikan vokasi bagi siswasiswa SMK. Bahkan tidak jarang pihak industri turut merancang kurikulum agar sesuai dengan industri, kompetensi guru, standardisasi, fasilitas, dan sertifikasinya juga disiapkan. “Ketika siswanya lulus langsung bisa direkrut perusahaan-perusahaan. Banyak contoh yang sudah berhasil, mulai BUMN maupun pihak swasta,” pungkasnya. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4578 seconds (0.1#10.140)