Gelar Aksi Damai, Calon Daerah Otonomi Baru Minta Kejelasan

Senin, 24 September 2018 - 14:00 WIB
Gelar Aksi Damai, Calon Daerah Otonomi Baru Minta Kejelasan
Gelar Aksi Damai, Calon Daerah Otonomi Baru Minta Kejelasan
A A A
JAKARTA - Ratusan Calon Daerah Otonomi Baru (CDOB) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nasional Percepatan Pemekaran DOB se-Indonesia (FORKONAS PP DOB SI), beraudensi dengan para senator DPR, di gedung MPR/DPR sekaligus menggelar aksi damai di depan Istana negara, Jakarta.

Dewan Pimpinan Pusat Forum Nasional Percepatan DOB SI Koordinator Wilayah Kalimantan, Lumbis Pangkayungon mengungkapkan, aksi nasional itu akan diikuti ribuan anggota tim Presidium dari 314 CDOB se Indonesia.

"Termasuk lima daerah otonomi baru asal Kalimantan Utara (Kaltara) salah satunya yakni calon DOB Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya Perbatasan) yang merupakan calon DOB yang diusulkan oleh Pemerintah Kalimantan Utara di Perbatasan Indonesia-Sabah Malaysia yang usulannya telah sampai di Kementerian dalam negeri," kata Lumbis, Senin (24/9/2018).

Menurut Lumbis, usulan ini telah melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR serta telah direkomendasi oleh DPD. Bahkan telah dibahas secara khusus dalam beberapa kementerian terkait ugensinya sebagai bagian perbatasan yang memiliki wilayah yang masih dirundingkan antara Indonesia dan Malaysia yang dikenal dengan Outsanding Boundary Problem (OBP).

"Di mana pemerintah berharap dengan adanya otonomi baru di sana akan memperkuat ketahanan nasional diperbatasan terutama bisa berdampak cepat bagi perbaikan kesejahteraan.

Tetapi semua ini terhalang karena belum terbitnya PP Desertada dan Detada," ungkapnya.

Kata Lumbis, tuntutan seluruh DOB di Indonesia adalah hak yang dijamin Undang-Undang (UU) apalagi sejak diundangkannya UU nomor 23 Tahun 2014, belum ada aturan turunan UU tersebut. Padahaldalam konsideran UU 23 Tahun 2014 disebutkan harus ada PP yang digunakan sebagai aturan operasional dari Undang-undang tersebut.

"Sudah 4 Tahun belum ada terbit PP, padahal ini sangat mendasar bagi daerah yang mengusulkan DOB serta menjadi acuan baru tentang mekanisme pengusulan, jika dulu Undang-undang (UU) 32 Tahun 2004 turunannya PP 78 tetapi sekarang UU sudah berubah dengan UU 23 Tahun 2014 lalu PP nya mana yang menjadi dasar, Kondisi ini menggantung padahal kami tahu rancangan peraturan Pemerintah (RPP) hasil Harmoninasi bersama Komisi II DPR RI dan DPD RI telah final dan sudah 2 Tahun di laci Ketua Dewan Pertimabangan Otonomi Daerah," tegasnya.

Dijelaskannya, pihaknya mempertanyakan alasan pemerintah tidak menerbitkan PP tersebut sebagai dasar dan standar baru pengusulan DOB yang tidak berkaitan dengan moratorium.

"Setiap kita tanya kapan terbit PPnya selalu dijawab pula masalah kemampuan keuangan negara padahal tak berkolelasi langsung yang kami tanya PP-nya kapan diterbitkan bukan kapan kami dimekarkan, karena PP itu menjadi bahan acuan baru oleh Presidium DOB untuk menyusun penyesuaian usulan bahkan menjadi dasar pemerintah sendiri untuk menseleksi DOB-DOB yang layak," ucapnya.

"Jika tidak ada PP itu, apa standar ukuran pemerintah mengatakan tidak ada uang APBN terbebani dan lain-lain itu padahal belum ada standar aturan sebagai ukuran bersama yang dipakai sebagai turunan dari UU 23 Tahun 2014. Harus dipisahkan Moratorium dengan penerbitan PP Desartada dan Detada, pembahasannya sudah final kok kenapa tidak dilimpahkan ke meja Presiden untuk ditandatangani," tambahnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2002 seconds (0.1#10.140)