Rancangan PP Manajemen ASN Dikritik, Dianggap Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI

Jum'at, 15 Maret 2024 - 07:48 WIB
loading...
Rancangan PP Manajemen ASN Dikritik, Dianggap Hidupkan Kembali Dwifungsi ABRI
Rencana pemerintah mengesahkan PP tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dianggap akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI. FOTO ILUSTRASI/DOK.MPI
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) dianggap akan menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI . Sebab, aturan pelaksanaan dari revisi Undang-Undang ASN yang tahun lalu berhasil disahkan itu membahas jabatan ASN dapat diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.

Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan, jika pengaturan teknis tentang penempatan TNI dan Polri aktif diakomodasi dalam PP tersebut, maka hal itu akan mengancam demokrasi. Sebab, aturan itu melegalisasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru.

Gufron menjelaskan, TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menghadapi ancaman perang. Sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan penegakan hukum. Kedua lembaga itu seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menduduki jabatan-jabatan sipil karena itu bukan fungsi dan kompetensinya. Dengan demikian penempatan TNI dan Polri di jabatan sipil merupakan sesuatu yang menyalahi jati diri mereka.



"Kami memandang salah satu amanat Reformasi adalah mencabut peran TNI dan Polri dalam urusan politik, dan mengembalikan fungsi mereka menjadi militer dan aparat penegak hukum yang profesional," kata Gufron Mabruri dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024).

Jika pemerintah meneruskan penyusunan PP dan mengakomodasi jabatan sipil diisi TNI-Polri, maka hal tersebut semakin membuktikan kebijakan pemerintah saat ini sudah melenceng jauh dan telah bertolak belakang dengan semangat Reformasi. Gufron Mabruri mengingatkan, kehidupan demokrasi yang dicapai dan dinikmati hari ini adalah buah dari perjuangan politik berbagai kelompok pro demokrasi pada 1998. Dia meminta kalangan elite politik, terutama yang tengah menduduki jabatan strategis di pemerintahan, semestinya menjaga dan bahkan memajukan sistem dan dinamika politik demokrasi hari ini.

"Bukan sebaliknya malah mengabaikan sejarah dan pelan-pelan ingin mengembalikan model politik otoritarian Orde Baru," jelasnya.

Gufron kembali mengingatkan, penghapusan Dwifungsi ABRI (TNI dan Polri) merupakan bagian dari agenda demokratisasi pada 1998. Penghapusan tersebut tidak hanya sebagai bentuk koreksi terhadap penyimpangan fungsi dan peran ABRI yang lebih sebagai alat kekuasaan di masa otoritarian, tapi juga untuk mendorong terwujudnya TNI yang profesional dan secara lebih luas lagi merupakan bagian dari agenda pembangunan demokrasi di Indonesia.



"Salah satu praktik Dwifungsi ABRI yang dihapuskan adalah penempatan anggota TNI dan Polri aktif pada jabatan-jabatan sipil, baik di kementerian, lembaga negara maupun pemerintah daerah (gubernur, bupati, wali kota)," jelasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5506 seconds (0.1#10.140)