Biaya Politik Mahal Munculkan Potensi Korupsi di Tubuh Parpol

Senin, 03 September 2018 - 11:11 WIB
Biaya Politik Mahal Munculkan Potensi Korupsi di Tubuh Parpol
Biaya Politik Mahal Munculkan Potensi Korupsi di Tubuh Parpol
A A A
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih membuat geger Partai Golkar setelah mengeluarkan pernyataan terkait sebagian uang suap Rp2 miliar yang diterimanya dari Johannes Kotjo, pimpinan Blackgold Natural Resources Limited mengalir ke Munaslub Partai Golkar.

Direktur Eksekutif Poldata Indonesia, Fajar Arif Budiman melihat pernyataan yang dilontarkan Eni bermuatan politis. "Kasus ini kental dengan muatan politis apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan Munaslub. Terlebih, Munaslub adalah acara akbar partai yang tidak terlepas dari bentuk sumbangan politik dalam penyelenggaraannya," ujar Fajar melalui rilis yang diterima SINDOnews, Senin (3/9/2018).

Akan tetapi menurutnya sulit bagi panitia maupun pengurus untuk bisa mengetahui asal dana dari para kader yang menyumbang, termasuk dana yang didapatkan kader dari hasil tindak kriminal. Pengamat Alumni Universitas Padjajaran tersebut melanjutkan, Airlangga Hartarto sendiri dikenal sebagai ketua umum yang memiliki ikhtiar kuat untuk menguatkan peran antikorupsi.

"Sejak kepemimpinannya, Partai Golkar mengikat kadernya dengan meminta mereka menandatangani pakta integritas. Pakta tersebut membuat setiap kader yang ditengarai terlibat kasus korupsi atau kasus hukum lainnya untuk mengundurkan diri dari kepengurusan dan keanggotaan partai tanpa harus menunggu putusan inkrach persidangan," jelasnya.

Menurut Fajar, klaim korupsi untuk memenuhi kebutuhan partai politik sering terjadi. Beberapa oknum kader partai pernah ditangkap dan dikaitkan dengan penyelenggaraan sebuah agenda besar politik. "Seperti contoh, beberapa kader PDIP pernah tersandung kasus korupsi dan dikaitkan dengan penyelenggaran agenda akbar partai, yaitu pada Rapimnas 2016," ucapnya.

PDIP sendiri pernah terkena kasus tuduhan yang sama dimana beberapa kadernya dianggap melakukan korupsi dan mengalirkan uang tersebut dalam agenda Rapimnas. Sebut saja Damayanti Wisnu Putranti, mantan Anggota Komisi V DPR RI terkena OTT KPK atas tuduhan menerima suap dari seorang perantara yang disinyalir memuluskan proyek infrastruktur dan mengatur proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Bersama mantan Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan, KPK menuduh beberapa politisi PDIP tersebut menggunakan uang suap untuk kepentingan Rapimnas PDIP pada 2016 lalu. Akan tetapi tuduhan tersebut dimentahkan PDIP.

Fajar menyimpulkan, berbagai kasus korupsi yang mengalir ke partai politik bisa dilihat sebagai bentuk persoalan mahalnya pembiayaan politik dan memunculkan potensi korupsi. "Fakta ini terlihat dari banyaknya politikus yang mengambil jalan pintas untuk mengusahakan dana bagi partai politik. Selama sistem pembiayaan politik belum dibenahi, maka potensi korupsi akan tetap ada," tukasnya.

Selain itu, hal terpenting adalah apa yang terjadi dengan Eni Saragih dan koruptor lainnya murni permasalahan individu. "Golkar itu sudah punya pakta integritas, kalau ada kader yang tidak mematuhi, ya berarti itu permasalahan masing-masing individu," kata Fajar.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4741 seconds (0.1#10.140)