Pandangan Pengamat Intelijen Soal #2019GantiPresiden

Senin, 27 Agustus 2018 - 13:48 WIB
Pandangan Pengamat Intelijen Soal #2019GantiPresiden
Pandangan Pengamat Intelijen Soal #2019GantiPresiden
A A A
JAKARTA - Gerakan #2019GantiPresiden mendapat penolakan dari sejumlah pihak di berbagai daerah. Di Batam dan Pekanbaru, gerakan yang dipimpin oleh aktivis Neno Warisman mendapat penolakan dari masyarakat.

Terakhir di Surabaya, Jawa Timur, ratusan massa yang menolak gerakan serupa sampai turun ke jalan. Sebelumnya, Gerakan itu juga sempat dilarang digelar oleh Kepolisian

Pengamat Intelijen, Susaningtyas NH Kertopati menyatakan, pada prinsipnya kebebasan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara yang diatur dan dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 39/1999 tentang HAM dan UU No 9/1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Namun dia juga menegaskan, kebebasan tersebut harus memenuhi prosedur yang diatur dalam UU Nomor 9/1998, PP Nomor 60/2017 tentang cara perizinan dan pengawasan kegiatan keramaian umum, kegiatan masyarakat dan pemberitahuan kegiatan politik, yang jelas menyatakan, setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya yang dapat membahayakan kemanan umum wajib memiliki surat izin kepolisian.

Untuk itu bagi Nuning, sapaan akrabnya, tidak dikeluarkannya surat izin oleh Polda Riau (Polrestra Pekanbaru) sudah sesuai ketentuan UU, jangan dijadikan sebagai tafsir liar bahwa
aparat keamanan tidak netral.

Karena lanjut Nuning, kepolisian dan Pejabat BIN di daerah bekerja berdasarkan hasil koordinasi dengan instansi terkait, tokoh masyarakat, juga membertimbangkan adanya pro dan kontra dari masyarakat. Belum lagi, juga telah ada pembatalan acara dari panitia penyelenggara lokal atas nama Husni Thamrin dan Dede Gunawan.

Lebih lanjut dia menegaskan, tindakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan adalah semata-mata untuk menjaga kamtibmas dan menghindari konflik dan bentrokan antar massa, karena realitas situasi di lapangan nyata-nyata mendapatkan reaksi massa di ruang publik, baik yang pro maupun kontra.

Selain itu, dinamika politik saat ini hanya ada dua pasang calon capres dan cawapres. Gerakan
#2019GantiPresiden juga diduga kuat sebagai bentuk pelanggaran pemilu, berupa kampanye di luar jadwal.

Karena di lapangan gerakan ini menyerang kebijakan dan membagikan brosur untuk tidak memilih petahana. "Ini sama saja dengan mengarahkan untuk memilih paslon lain. Dalam demokrasi, hal ini tentunya diperbolehkan. Namun, jika sudah masuk tahapan jadwal kampanye yang ditetapkan KPU," katanya.

Nuning menilai, Pasal 492, UU Nomor 7/2017 tentang pemilu, tegas menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU, dapat dipidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 Juta.

Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanana telah sesuai dengan prosedur yang ada. Nuning berharap, tindakan tersebut jangan menjadi sebuah tafsir liar yang dipolitisasi seolah-olah menganggap bahwa aparat kemanan tidak netral. Selain itu, dia juga mendorong Bawaslu untuk mengkaji unsur pelanggaran pemilu dalam gerakan tersebut.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0137 seconds (0.1#10.140)