Pelajaran dari Gempa Lombok

Kamis, 09 Agustus 2018 - 08:00 WIB
Pelajaran dari Gempa Lombok
Pelajaran dari Gempa Lombok
A A A
GEMPA bumi hebat yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara pada Minggu (5/8) menyisakan duka mendalam. Hingga kemarin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total korban meninggal dunia sebanyak 131 orang. Terdapat juga 1.477 orang mengalami luka berat dan sedang dirawat inap.

Respons cepat pemerintah dalam melakukan penanganan terhadap dampak gempa bumi ini patut diapresiasi, termasuk dengan segera menetapkan status tanggap darurat. Presiden Joko Widodo juga menunjuk Menko Polhukam Wiranto untuk berkoordinasi langsung dengan jajaran terkait untuk melakukan penanganan hanya sesaat setelah kejadian. Gerak cepat memang sangat diperlukan agar korban segera tertangani dan terselamatkan.

Namun, betapa pun gerak cepat dilakukan, tetap saja ditemui kendala di lapangan. Kendala antara lain minim alat berat untuk mengevakuasi para korban. Luasnya wilayah yang terdampak gempa serta masifnya kerusakan yang timbul tidak sebanding dengan jumlah peralatan yang tersedia. Tim SAR pun terpaksa melakukan evakuasi secara manual.

Bagi korban gempa yang berhasil selamat, banyak di antaranya yang harus dirawat di lapangan terbuka karena sarana kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit hancur. Ini terutama terjadi di Lombok Utara, daerah yang paling parah mengalami kerusakan. Pelayanan di luar gedung ini dilakukan juga karena pertimbangan menghindari gempa susulan yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho memaparkan, di Lombok Utara sebagian besar rumah sakit hancur sehingga pelayanan kepada masyarakat yang luka-luka dan sakit memang belum bisa selayaknya. Tenaga medis dan obat-obatan diakui sangat terbatas. Seluruh keterbatasan yang ditemui di lapangan ini tentu memprihatinkan karena akan membuat korban luka tidak tertangani maksimal sehingga berpotensi menimbulkan korban jiwa yang lebih banyak.

Menangani korban pascagempa, apalagi dengan kerusakan yang sangat parah seperti di Lombok ini tentu tidak mudah. Sangat diperlukan koordinasi yang optimal oleh seluruh instansi pemerintah terkait, termasuk melibatkan partisipasi organisasi swasta atau relawan kemanusiaan.

Namun, tanpa mengurangi keprihatinan pada duka para korban bencana, begitu pun terhadap upaya keras pemerintah dalam melakukan penanganan, kejadian di Lombok ini sepatutnya memberi pelajaran. Ini menyangkut kesiapan pemerintah dalam mengantisipasi dampak dari bencana. Gempa bumi memang kejadian force majeure atau tidak bisa diperkirakan kapan akan terjadi. Gempa hanya bisa dianalisis setelah kejadian berlangsung, baik magnitude maupun di mana titik pusat lokasi gempa. Namun, dalam kejadian gempa Lombok ini sebelumnya sudah diawali gempa dengan kekuatan yang lebih rendah. Saat itu sudah diperkirakan akan terjadi gempa susulan yang bukan tidak mungkin daya rusaknya akan jauh lebih besar.

Artinya, gempa susulan secara ilmiah sudah diprediksi akan terjadi. Dalam situasi seperti itu selayaknya ada persiapan maksimal yang dilakukan. Persiapan yang dimaksud antara lain memberikan informasi terus-menerus kepada masyarakat mengenai ancaman gempa susulan, memberikan pemahaman akan langkah-langkah penyelamatan diri, dan menyediakan area khusus untuk evakuasi. Tenaga medis pun harus dipastikan sudah siap. Seluruh instansi terkait juga sudah sepatutnya tahu peran dan tugas masing-masing sehingga terhindar dari birokrasi yang rumit saat kejadian berlangsung. Koordinasi antarinstansi atau lembaga sangat penting termasuk dalam kepastian informasi. Dalam kejadian Lombok, hingga hari ketiga pascakejadian publik cukup dibingungkan dengan peredaran data korban meninggal yang berbeda-beda. BNPB mencatat 131 orang, sedangkan data TNI sebanyak 381. Beda lagi dengan data Gubernur NTB dan Basarnas yang menyebut korban meninggal 226 orang. Hal seperti ini termasuk yang harus bisa diselesaikan pada masa mendatang.

Kembali ke soal persiapan menghadapi gempa susulan, pemetaan sangat penting dilakukan karena bisa meminimalkan jumlah korban jiwa maupun kerugian materi saat bencana berikutnya benar-benar terjadi. Dalam kejadian di Lombok terkesan ada “ketidaksiapan” warga karena sesaat sebelum peristiwa aktivitas warga relatif berjalan normal.

Indonesia termasuk negara yang sering terkena bencana alam. Ke depan perlu ada kesiapan yang lebih baik, terutama untuk bencana yang secara ilmiah sudah bisa diperkirakan akan terjadi seperti gempa bumi susulan di Lombok. Tanggung jawab pemerintah menyelamatkan warga seyogianya tidak hanya pascakejadian, melainkan sebelum bencana itu terjadi.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4560 seconds (0.1#10.140)