Menelusuri Surga Kecil Tersembunyi di Batas Negeri

Selasa, 07 Agustus 2018 - 13:24 WIB
Menelusuri Surga Kecil Tersembunyi di Batas Negeri
Menelusuri Surga Kecil Tersembunyi di Batas Negeri
A A A
SETENGAH berlari meniti 300 lebih anak tangga menuju puncak bukit di tengah Sentarum, rasa lelah yang tadinya menyiksa terbayar tunai dengan hamparan indah bentangan alam memanjakan mata.

Semburat jingga sang “mata dewa”, gugusan pulau pulau kecil dan bukit yang memagari danau, tak akan disebut berlebihan bila ini ibarat “surga kecil” yang tersembunyi di Jantung Borneo julukan Kabupaten Kapuas Hulu.

Sunset di Bukit Tekenang salah satu bukit yang menjulang di tengah Danau Sentarum tadi, memang wajib untuk dicumbu. Tak hanya itu, alam Kapuas Hulu yang berada persis di batas negeri (berbatasan dengan Serawak, Malaysia) juga menyimpan banyak “surga kecil” lain. Bahkan, gelombang air menampar nampar menakutkan kala speedboat melaju kencang di tengah danau pun sensasinya terasa bagai bermain di “surga kecil”.

Danau Sentarum termasuk area Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) yang pengawasan dan pengelolaannya di bawah Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNKBDS).

Pengelolaan TNBKDS ini berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.7/Menlhk/Setjen/ OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Keunikan Danau Sentarum ini, di dalamnya ada gugusan pulau dan kompleks-kompleks danau: 20 danau besar kecil, 89.000 ha hutan rawa ter genang, dan 43.000 ha daratan.

Di danau ini ikan arwana merah merupakan ikan endemik dan tempat habibat anggrek hitam (black orchid), buaya sinyulong, bekantan, beruang madu, serta persinggahan burung migran. Danau ini sebentuk hamparan banjir yang dipengaruhi pasang surut volume air terluas di Asia Tenggara. Diperkirakan, tersimpan 16 triliun meter kubik air per tahun di kawasan ini.

“Kawasan hutan rawa tergenang yang terdapat di Danau Sentarum serta sungai-sungai besar dan kecil ini merupakan salah satu kebanggaan Indonesia. Hutan semacam ini sangat langka di dunia,” kata Kabid Wilayah 3 TNBKDS Gunawan Budi kepada tim Teras Indonesia KORAN SINDO-BRI yang ber kunjung ke Kapuas Hulu.

Seperti selimut mahaluas, Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) membentang di Kecamatan Embaloh Hulu, Embaloh Hilir, hingga Putussibau (ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu). Luasnya mencapai 816.693,40 ha, meliputi hampir 28% luas daerah Kabupaten Kapuas Hulu.

Betung Kerihun merupakan kawasan perbukitan dari bentangan Pegunungan Muller yang menghubungkan Gunung Betung dan Gunung Kerihun. Punggung gunung ini menjadi pembatas alam antara wilayah Indonesia dan negara bagian Serawak, Malaysia. Keanekaragaman eko sistem di kawasan TNBK sangat tinggi dan vegetasi hutannya ma sih baik dan relatif utuh. TNBK memiliki 1.216 jenis keanekaragaman tumbuhan yang terdiri atas 418 genus dan 110 famili (75% endemik Kalimantan).

Tumbuhan baru yang ditemukan: Castanopsis inermis, Musa lawitiensis, Neouvaria acuminatissima, Lithocarpus philippinensis, Chisocheton cauliflorus, Syzygium spicata, dan Shorea peltata . Selain itu, TNBK juga memiliki 48 jenis mamalia, 301 jenis burung (151 genus dan 36 famili), 170 jenis insekta, 112 jenis ikan, 52 jenis reptilia, 51 jenis amfibia, 24 jenis endemik Kalimantan, dan 15 jenis burung migran.

Adapun satwa langka yang dilindungi di sini ada lah orangutan (Pongo satyrus), tangkasi (Tarsius bancanus borneanus), owa kalimantan (Hylobates muelleri), rusa sambar (Cervus unicolor brookei), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutra (Lutra sumatrana), kancil (Tragulus napu borneanus), dan klasi (Presbytis rubicunda rubicunda).

“Menurut sejumlah ahli yang melakukan penelitian di kawasan TNBK, dalam satu hektare hutan dalam kawasan TNBK ada 300 lebih spesies tum buhan maupun hewan. Ini tentu sangat luar biasa dan mesti dilestarikan. Untuk itulah partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam menjaga kawasan, agar terbangun harmonisasi antara pengelolaan kawasan (TNBKDS) dengan kearifan masyarakat yang berada sekitar kawasan,” kata Kabid 1 TNBKDS Junaidi yang mengajak tim Teras Indonesia KORAN SINDO menyusuri Sungai Embaloh hingga kamp Derian.

Sensasi Susur Sungai


Menjelajah TNBK belumlah lengkap jika tidak menyusuri sungai-sungai dalam kawasan, salah satunya Sungai Embaloh. Di aliran sungai berarus deras ini bisa ditemukan ikan semah, yang jika dibakar dan disantap rasa dagingnya sangat empuk, manis, dan gurih. Di pasaran harga ikan semah sangat mahal, hampir Rp2 juta per kilogram. Wow... Di Sungai Tekelan (cabang Sungai Embaloh), yang bisa ditempuh 3 jam perjalanan dengan longboat dari Sadap (kampung terakhir menuju gerbang TNBK), pengunjung bisa mengi nap (camping ground ) di kamp Nanga Tekelan atau kamp Lang sat.

Jika perjalanan diterus kan ke hulu lagi, akan bertemu kamp Derian yang menjadi titik start pendakian ke Gunung Betung dan menuju Gua Pajau. Masuk lagi jauh ke dalam menjumpai air terjun Dajo dan Laboh. Hal yang tak kalah menarik, di salah satu puncak bukit dekat DAS Tekelan tadi, ada bekas helipad pasukan Parako (Para Komando/sekarang Kopassus), yang dulunya dikerahkan Presiden Sukarno saat berkonfron tasi dengan Malaysia. Makanya, tak mengherankan jika sampai saat ini banyak masyarakat di kawasan ini kerap menemukan senjata, bahkan mortir, yang tertimbun tanah, menjadi “ranjau” di dalam hutan hingga di dasar sungai. Sungai lain yang juga wajib disusuri adalah Kapuas, Sibau, Mendalam, dan Bungan.

Seluruh aliran sungai menjadi jalur masuk menuju TNBK, karena per jalanan memang harus menyusuri sungai-sungai tersebut. Salah satunya untuk mencapai daerah Tanjung Lokang. Jika dari Nanga Bungan, penyusuran melewati riam Bakang, riam Homatop, riam Lapan dan riam Matahari yang memiliki grade (tingkat kesulitan arung jeram) sampai 6. Masuk lagi jauh ke dalam kawasan, penyusuran akan menemukan gua dan sarang burung walet serta makam leluhur masyarakat Dayak yang disebut Tembawang.

Berbasis Kearifan Lokal


Sejauh ini terdapat 200 ha kawasan hutan konservasi di zona tradisional yang dikelola melalui kemitraan dengan masyarakat dan penguatan kelembagaan adat di koridor TNBK. Meski awalnya tidak tertulis, kearifan lokal selalu terdapat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, dari aturan seharihari, pergaulan sosial, adat istiadat sampai pengelolaan sumber daya alam. Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan kayu untuk rumah tangga dan keperluan lain kerap menjadi salah satu alasan masyarakat Kapuas Hulu mene bang pohon dari kawasan. Itu sulit terhindar karena keberadaan warga jauh lebih dulu dari penetapan status taman nasional.

TNBKDS, bersama Pemkab Kapuas Hulu, membina sejumlah desa di daerah penyangga kawasan konservasi untuk menghindari konflik serta memenuhi hak kelola warga setempat. Namun, tetap mengedepankan konservasi. Sejumlah program partisipasi masyarakat yang sudah dilakukan, di antaranya, pendirian kampung wisata, organisasi pemuda dan masyarakat sadar wisata, komunitas petani lebah madu hutan, hingga pembuatan instalasi biogas dari limbah ternak untuk bahan bakar memasak kue ataupun ku liner khas Kapuas Hulu, seperti dodol, kerupuk basah, kerupuk re bung dan lain-lain. Program lainnya ada lah mengorganisir masyarakat adat yang berada di sekitar kawasan dalam mengelola dan melestarikan 20 danau adat, termasuk Danau Sentarum.

“Saya paling se nang ikut masyarakat adat panen ikan di danau. Seru sekali. Sekali panen bisa ratusan ton. Hasil dari panen ikan itulah yang kemu dian digunakan untuk keperlu an masyarakat adat. Apabila mereka butuh bahan bakar penggerak mesin diesel untuk listrik di kampungnya, bisa pakai uang dari hasil panen ikan tadi,” ujar Bupati Ka puas Hu lu AM Nasir saat dibincangi tim Teras Indone sia KORAN SINDO di kediamannya di Pontianak.

Membumikan NKRI


Isu pengelolaan kawasan perbatasan membuat TNBKDS menjadi target kebijakan Pemerintah Indonesia untuk pembangunan sarana dan prasarana. Ada 12 desa dalam kawasan TNDS dan 2 desa di dalamTNBK, yang keseluruhan penduduknya selama ini hidup harmonis dan secara arif menjaga kawasan. Di 12 desa itu beberapa subetnis Dayak mendiami Danau Sentarum: Dayak Iban dan Dayak Tamambaloh di bagian barat kawasan; Dayak Taman, Dayak Kantuí, Dayak Kayan, Dayak Bukat di bagian tengah; dan Dayak Punan Hovongan di bagian timur kawasan.

Kelompok masyarakat adat (Dayak) ini rata-rata masih menghuni rumah Betang (panjang), yang panjangnya lebih dari seratus meter. Terbuat dari kayu padat berkualitas tinggi, rumah rumah panjang itu dihuni puluhan keluarga dan menjadi pusat kehidupan serta aktivitas masyarakat Dayak. Di waktu-wak tu tertentu pengunjung bisa menjumpai upacara Gawai Dayak, sebuah ungkapan syukur kepada Jubata (Tuhan) karena masyarakat mendapatkan panen berlimpah, sekaligus meminta agar panen berikutnya akan makmur. Bagi masyarakat Kapuas Hulu, terutama Suku Dayak yang tinggal di rumah panjang, keberadaan sungai merupakan denyut nadi kehidupan sekaligus akses transportasi yang menghubungkan mereka dengan dunia luar.

Putussibau sebagai ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, yang terpisah jarak sekitar 800 km dari Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, menjadi gerbang utama tujuan ekowisata ke TNBKDS. Pintu lainnya bisa diakses lewat Serawak, Malaysia, yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Badau, Kapuas Hulu.

“Tugas utama TNI di daerah perbatasan menjaga kedaulatan negara sekaligus meyakinkan masyarakat perbatasan bahwa negara hadir dan memerhatikan mereka,” kata Danyon 320/Badak Putih Letkol Inf Imam Wicaksana. Imam ber sama anggotanya mendapat giliran tugas menjaga pintu perbatasan RI-Serawak, Malaysia, selama 9 bulan ke depan.

Ditetapkan sebagai Cagar Biosfer


Pada Sidang Ke-30 International Coordinating Council (ICC) Man and Biosphere (MAB) Unesco, kawasan TNBKDS secara resmi dikukuhkan men jadi cagar biosfer baru dengan nama Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentrum Kapuas Hulu. Pengukuhan itu berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan, pada 25 Juli lalu. Penghargaan ini menjadi bukti komitmen Kabupaten Kapuas Hulu dan TNBKDS dalam menjaga kelestarian alam, sehingga mendapatkan dukungan dan pengakuan internasional.

“Disepakatinya status cagar biosfer ini antara Pemerintah Daerah Kapuas Hulu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, serta BBTNBKDS telah melalui proses panjang dan saling meyakinkan. Status cagar biosfer merupakan sebuah kebutuhan mengingat komitmen kita adalah sama, yakni memadukan anta ra pembangunan dengan ke lestarian kawasan hutan,” kata Kepala Balai Besar TNBKDS Arief Mahmud. Sekadar untuk diketahui, ratusan ribu penduduk di Kapuas Hulu masih sangat ber gantung pada kelestarian hu tan, baik pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti gaharu, madu, maupun potensi satwanya seperti ikan, potensi airnya, hingga potensi wisatanya.

Masyarakat adat yang hidup di dalam kawasan telah diakomodasikan dalam zona tradisional dan zona khusus serta zona pemanfaatan. Artinya, masyarakat tetap dapat memanfaatkan dan mengelola hutan sesuai kaidah konservasi sehingga tercipta kelestarian. Aktivitas mereka pun terjamin aturan yang berlaku.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7179 seconds (0.1#10.140)