Dunia Internasional Acungi Jempol Kematangan Demokrasi Indonesia

Jum'at, 03 Agustus 2018 - 21:27 WIB
Dunia Internasional Acungi Jempol Kematangan Demokrasi Indonesia
Dunia Internasional Acungi Jempol Kematangan Demokrasi Indonesia
A A A
JAKARTA - Suhu politik di Indonesia mungkin bisa semakin meningkat seiring jelang dibukanya pendaftaran capres/cawapres 2019 pada 4-10 Agustus 2018. Kematangan demokrasi Indonesia yang menjadi perhatian dunia kini diuji.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan, dunia internasional dan negara-negara sahabat kagum dengan demokrasi yang berjalan di Indonesia. Kesan itu ia dapatkan ketika mewakili Presiden Joko Widodo (Jokowi) hadir di ajang Open Government Partnership (OGP) Global Summit di Georgia, beberapa waktu lalu.

Moeldoko bercerita tentang keberhasilan Indonesia menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di 171 wilayah secara serentak. “Mereka terheran-heran, Indonesia sebagai negara yang sangat besar dan sangat plural, baru saja selesai Pilkada Serentak di daerah sebanyak itu,” kata Moeldoko kepada wartawan di Jakarta, Jumat (3/8/2018) siang.

Sejauh ini, demokrasi di Indonesia dianggap sudah cukup matang. Karena tidak ada konflik horizontal yang muncul, meski persaingan antara masing-masing kubu politik terjadi cukup ketat.

Oleh karena itu, ia berharap agar pencapaian Indonesia itu bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia, terutama kondusivitas saat proses penyelenggaraan Pemilu. “Ini menunjukkan kematangan demokrasi di Indonesia, negara lain perlu melihat Indonesia. Model seperti ini sangat menarik untuk negara-negara OGP,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, perilaku elit politik punya peran yang cukup penting dalam menjaga suhu politik. Apalagi figur yang menjadi capres dan cawapres nanti.

“Tokoh politik harus menjadi aktor terdepan dalam meredam potensi konflik antarwarga. Bahwa perbedaan politik bukan berarti harus membuat perpecahan, apalagi perilaku destruktif dan anarkis,” ujarnya.

Ia juga berharap penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU menggandeng seluruh pihak dalam menjalankan proses Pemilu. “Terutama penegak hukum, harus ada tindakan tegas bagi provokator-provokator yang menjadi pemicu perpecahan,” tuturnya.

Menurutnya, Indonesia adalah negara populasi muslim terbesar yang paling demokratis di dunia dan sudah patut menjadi contoh bagi negara lain. Ia yakin tidak akan ada konflik horizontal di Indonesia terkait Pemilu 2019. “Dalam demokrasi global, jauh sekali kalau dibandingkan dengan negara Timur Tengah, atau jika dibandingkan negara tetangga seperti Thailand,” tuturnya.

Pandangan yang sama diungkapkan anggota Komisi II DPR, Achmad Baidowi. Menurut Wasekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, sistem demokrasi Indonesia yang ada saat ini sudah menunjukkan kemajuan yang cukup baik. “Alhamdulillah itu menunjukkan indeks demokrasi Indonesia tinggi,” ungkapnya.

Kemajuan yang pesat itu, kata dia, terlihat dari kedewasaan masyarakat dalam menyikapi pelaksanaan Pilkada serentak yang baru saja dilaksanakan. Masyarakat, bisa menerima apapun yang dihasilkan.

Namun itu tidak terlepas dari kekurangan. Salah satu contoh yang ia ungkapkan adalah mempertahankan demokrasi sesuai jalur dan aturan yang ada, lalu merealisasikan kesejahteraan rakyat. Contoh lainnya adalah masih seringnya ditemukan praktik politik uang, penggunaan isu SARA, dan penyebaran berita bohong. Untuk itu ia mengusulkan agar ada penguatan dalam ketentuan perundang-undangan.

Usulan itu disambut baik pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti. Ia menyarankan ada pendefinisian lebih detail dalam hal pelanggaran-pelanggaran pidana Pemilu. “Kita dorong agar ada penegasan di hukum pidananya,” katanya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7610 seconds (0.1#10.140)