Dua Warga Sultra Uji UU Ketenagakerjaan tentang Tenaga Kerja Asing

Rabu, 12 Agustus 2020 - 20:18 WIB
loading...
A A A
"Sehingga frasa 'jabatan tertentu' dan frasa 'waktu tertentu' bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945," kata Erdin.

Dia melanjutkan, ada 12 alasan permohonan diajukan yang dibagi pada dua item. Pertama, frasa "jabatan tertentu" pada a quo bersifat multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum serta melanggar hak untuk bekerja sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, dengan enam alasan. Kedua, frasa "waktu tertentu" pada pasal a quo bersifat multitafsir tidak memberikan kejelasan sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum, dengan enam alasan.

Pada bagian petitum, Erdin menyatakan, ada empat hal yang dimohonkan ke MK untuk diputuskan. Satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan frasa "jabatan tertentu" dalam Pasal 42 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang "untuk kategori jabatan yang diperuntukan bagi tenaga kerja asing yang memiliki keahlian dan keterampilan yang tidak dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan tidak diperuntukan kepada tenaga kerja asing sebagai pekerja kasar".( )

Tiga, menyatakan frasa "waktu tertentu" dalam Pasal 42 ayat (4) UU Keterbukaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang dimaknai "untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun". Empat, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

"Atau apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ucap Erdin.

Atas permohonan uji materiil ini, hakim panel memberikan beberapa masukan. Hakim konstitusi Saldi Isra menyoroti petitum. Saldi mengatakan, para pemohon meminta sesuatu yang berbeda dengan yang dijelaskan sebelumnya pada bagian alasan permohonan. Saldi lantas menyoroti kedudukan hukum para pemohon. Saldi menyarankan agar para pemohon untuk menjelaskan lebih detail tentang jumlah TKA yang dipersoalkan.

"Mestinya hakim diberikan perspektif masuknya sekian ribu tenaga kerja asing dan sebagainya. Jadi orang bisa menghubungkan, lalu diperiksa bukti-buktinya. Agar para Pemohon memiliki kedudukan hukum, perlu ada penjelasan yang akurat soal tenaga kerja asing. Kalau Anda tidak bisa menjelaskan kerugian hak konstitusional, Anda dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan," kata Saldi.

Hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menyoroti teknis penulisan permohonan para pemohon. Daniel mengungkapkan, karena pemohon lebih dari satu, maka mestinya dituliskan para pemohon. Dari sisi petitum, mestinya para pemohon lebih mencermati bahwa penulisan UU harus disertai lembaran negara dan tambahan lembaran negara. Pada aspek kedudukan hukum para pemohon, Daniel meminta para pemohon yang merupakan lulusan S1 agar melampirkan ijazah dan kartu kerja untuk memperkuat argumentasi para pemohon.

Hakim konstitusi Suhartoyo menilai, sistematika permohonan para pemohon sudah cukup baik meskipun baru pertama kali berperkara di MK. Hanya, kata Suhartoyo, substansi permohonan mestinya dipadatkan dan tidak terjadi pengulangan. Kemudian untuk kewenangan MK, menurut Suhartoyo, rujukannya sudah cukup bagus.

"Sedangkan untuk kedudukan hukum, perlu dijelaskan lagi keterkaitannya dengan kerugian konstitusional para pemohon dengan berlakunya norma yang diujikan ke MK," kata Suhartoyo.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3312 seconds (0.1#10.140)