Dokter Bimanesh Akui Bersalah Halangi Kasus E-KTP

Jum'at, 08 Juni 2018 - 06:47 WIB
Dokter Bimanesh Akui Bersalah Halangi Kasus E-KTP
Dokter Bimanesh Akui Bersalah Halangi Kasus E-KTP
A A A
JAKARTA - Terdakwa menghalangi penyidikan kartu tanda penduduk elektronik, dokter spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Medika Permata Hijau (RSMPH) Bimanesh Sutarjo ‎mengaku bersalah atas perbuatannya.

Di saat bersamaan Bimanesh Sutarjo membongkar dugaan keterlibatan dokter dan perawat RSMPH. Bahkan Bimanesh memastikan terdakwa advokat sekaligus pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates Fr‎ederich Yunadi ‎sebagai otak utama pengaturan perawatan Setya Novanto selaku Ketua DPR saat itu.

Semua pengakuan itu dibongkar Bimanesh saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/6/2018).

Bimanesh Sutarjo menceritakan, dirinya pernah bertugas sebagai dokter RS Polri. Sebelumnya memang Bimanesh bertugas di Kepolisian dengan pangkat terakhir Komisaris Besar (Kombes). Semasa bertugas selain menjadi dokter spesialis, Bimanesh juga ahli forensik. Dia mengakui kenal dengan Fredrich Yunadi pertama kali pada 2004. Ketika itu Bimanesh masih di RS Bhayangkara Polri dan salah satu pasien Bimanesh adalah klien Fredich.

Selepas pensiun, Bimanesh menjadi dokter di beberapa rumah sakit di antaranya RSMPH, RS Premier Bintaro, dan RS Haji. Singkat cerita, tutur Bimanesh, beberapa tahun kemudian tepatnya 16 November 2017 Fredrich menelepon Bimanesh. Fredrich menyampaikan ke Bimanesh bahwa klien Fredrich yakni Setya Novanto meminta agar dirawat.

Pasalnya Setnov mengalami pusing setelah keluar dari RS Premier Jatinegara. Fredrich juga mengatakan Setnov punya riwayat hipertensi berat. Hanya saja, Bimanesh menyampaikan ke Fredrich pasien atas nama Setnov tidak bisa dirawat kalau tidak ada resume medis atau laporan medik dari rumah sebelumnya.

Singkat cerita akhirnya Fredrich meminta agar Setnov dirawat di rumah sakit terdekat tempat praktik Bimanesh yakni RSMH. Pada hari yang sama, Fredrich akhirnya datang ke apartemen Bimanesh dan menyerahkan resume medis. Padahal Bimanesh tidak menyuruh dan meminta Fredrich datang ke apartemen. Resume medis harusnya diserahkan di RS.

Bimanesh mengakui saat bertemu Fredrich, Bimanesh sempat menelepon dokter Alia Shahab selaku Plt Manajer Pelayanan RSMPH untuk menyampaikan keinginan Fredrich. Telepon seluler Bimanesh disodorkan ke Fredrich. Suaranya di-loadspeaker. Fredrich meminta ke dokter Alia agar disediakan ruang perawatan VIP.

"Saya bersalah, percaya orang sehingga saya masuk tahanan KPK. 30 tahun saya jadi dokter, tidak ada masalah. Di ujung saya pensiun (sebagai dokter) kok tiba-tiba saya masuk tahanan? Ini pukulan hebat sekali, pemberitaan media banyak sekali, anak-anak saya tersiksa, istri saya, keluarga saya nggak berani buka media," ujar Bimanesh di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dia membeberkan, sebenarnya dirinya sempat bertanya ke Fredrich tentang status hukum Setnov dalam kasus e-KTP karena menjadi tersangka di KPK. Fredich menggaransi sudah tidak ada masalah. Pada 16 November 2017 sore, Fredrich menelepon Bimanesh bahwa skenario Setnov masuk RSMPH adalah kecelakaan. Padahal ketika itu kecelakaannya belum terjadi.

"Saya memang salah, percaya orang memperdaya saya tapi sulit untuk membuktikan itu, niat saya adalah untuk menolong pasien (Setnov dengan diagnosis hipertensi). Saya salah, nyesel bener, ngapain saya nolong-nolong Fredrich. Nggak pernah ada kejadian begini. Tapi naluri saya seperti inilah, menurut saya baik, tapi setelah saya istiqarah inilah niat saya sebenarnya mau nolong‎," paparnya.

Dia menuturkan, masih pada 16 November 2017 sore beberapa menit setelah telepon masuk dari Fredrich kemudian ada panggilan masuk dari dokter Alia. Alia menyampaikan ke Bimanesh bahwa Kepala IGD sekaligus dokter jaga IGD RSMPH dokter Michael Chia Cahaya menolak memeriksa Setnov di IGD.

Selepas Magrib, dari apartemen Bimanesh lantas meluncur ke IGD RSMPH. Saat bertemu dokter Michael, Bimanesh menyampaikan ke Michael bahwa diagnosis awal pasien atas nama Setnov adalah hipertensi. Rupanya ketika itu, Michael mengarahkan agar Setnov langsung masuk ke ruang perawatan VIP lantai 3 RSMPH tanpa melalui IGD.

"Saya bilang ke dokter Michael kalau sudah selesai di sini (IGD) baru langsung dibawa ke atas saja. Jadi harus lewat IGD. Bukan saya yang bilang Setya Novanto langsung ke lantai 3 ruang VIP, tapi dokter Michael. Jadi Michael yang minta dibawa lewat Poli saja jangan lewat IGD karena dia tidak mau periksa," paparnya.

Bimanesh lantas naik ke lantai 3. Rupanya kedatangan dan dimasukkannya Setnov ke ruang perawatan sangat janggal. Setnov dibawa dan didorong oleh beberapa orang termasuk petugas keamanan dan seseorang berbaju putih yang kemudian diketahui adalah AKP ‎Reza Pahlevi, ajudan Setnov saat itu. Bagi Bimanesh ini adalah janggal.‎

Anggota Majelis Hakim Sigit Herman Binaji lantas mengonfirmasi tentang surat pengantar rawat inap dan diagnosis pasien atas Setnov selepas pasien masuk ruang perawatan.

Bimanesh mengaku langsung memeriksa kondisi Setnov yang terbaring. Dari tubuh Setnov tidak ada luka serius. Hanya luka kecil di pelipis (dahi). Bimanesh lantas membuat (hanya) satu surat pengantar rawat inap dengan diagnosis hipertensi berat, cedera kepala ringan, dan diabetes.

"Jadi saya buat surat rawat itu setelah periksa Setya Novanto, bukan sebelumnya. Jadi di surat pengantar bukan kecelakaan. Maaf pak hakim, kecelakaan itu bukan diagnosis. Saya tidak bisa bilang pasien kecelakaan," imbuhnya.

Selepas itu, Fredrich datang. Malam 16 November 2017, Bimanesh membuat tulisan di pintu kamar perawatan Setnov 'pasien perlu istirahat karena penyakitnya mohon tidak dibesuk'. "Saya menyesal membuat tulisan itu. Yang mana tulisan itu disalahgunakan Fredrich Yunadi untuk melarang masuk penyidik KPK. Saya mengakui ini sebagai kesalahan," paparnya.

Malam saat Setnov pertama kali masuk RS, ada penyidik KPK yang datang. Sehari setelahnya atau 17 November 2017, pada pagi hari tim penyidik KPK datang. Penyidik KPK menyampaikan Setnov diburu sejak 15 November dan 17 November akan ditangkap dan ditahan. Bimanesh setuju. Rupanya Fredrich menolak dengan berbagai alasan. Setelah itu, Bimanesh berbicara lagi dengan penyidik KPK agar menggunakan alasan medis dengan merujuk Setnov ke RSCM.

"Saya sampaikan ke penyidik (KPK), bohong ini semua (peristiwa kecelakaan Setnov sampai dirawat). Ini semua akal-akalan Fredrich," tegas Bimanesh.

Anggota Majelis Hakim Saifudin Zuhri lantas mengonfirmasi apa yang diterima Bimanesh karena membantu Fredich. Khususnya apakah Bimanesh menerima sejumlah uang dari Fredrich. Bimanesh memastikan tidak ada. Dia mengakui sempat ada pemberitaan media massa dan pertanyaan dari wartawan terkait hal yang sama. Pemberitaan dan pertanyaan serupa telah melukai Bimanesh dan keluarganya.

Di bagian akhir keterangannya, Bimanesh menyampaikan ke majelis hakim tentang berbagai testimoni dari para pasien dan keluarga pasien gagal ginjal BPJS yang ditangani Bimanesh di RS Premier Bintaro. Testimoni itu disatukan dalam satu jilid berkas. Dia menuturkan, seorang perawat RS Premier Bintaro mendatangi Bimanesh di Rutan Guntur selepas Bimanesh ditahan KPK pada 12 Januari 2018.

Para pasien gagal ginjal tersebut, rencananya melakukan cangkok ginjal dan cuci darah. Rupanya setelah Bimanesh ditahan KPK, ada total 6 pasien gagal ginjal BPJS meninggal dunia. Salah satunya, seorang pasien yang sempat mengajukan diri langsung untuk menjadi saksi meringankan bagi Bimanesh.

Bimanesh mengatakan sebagai dokter 22 tahun menangani pasien gagal ginjal, Bimanesh tidak tega dan tidak mau melihat orang mati. Bimanesh selalu ingin melihat dan berjuang untuk para pasien tetap punya harapan untuk tetap hidup.

"Jadi saya mohon diberikan putusan yang adil, mohon keadilan juga untuk masyarakat. Saya bersedia terima konsekuensi hukum. Saya mohon kiranya dapat dipertimbangkan asas manfaat bahwa tenaga saya masih mau didedikasikan untuk masyarakat," tutur Bimanesh sembari menangis sesunggukan.

Lima majelis hakim yang dipimpin Machfuddin kaget. Mereka tampak berempati dengan kejadian tersebut. Hakim Mahcfuddin kemudian menyampaikan himbauan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK dengan melihat testimoni dan kejadian para pasien tersebut.

"Kami prihatin melihat kondisi saudara. Saudara aset, sudah bekerja puluhan tahun. Kita berdoa bersama-sama agar tuntutan (dari JPU) jangan sampai maksimal (pidana 12 tahun). Kita prihati, kita doa sama-sama," ucap hakim Machfuddin.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6585 seconds (0.1#10.140)