Inflasi dan Motif Ekonomi THR

Jum'at, 08 Juni 2018 - 08:59 WIB
Inflasi dan Motif Ekonomi THR
Inflasi dan Motif Ekonomi THR
A A A
Asriana Ariyanti
Statistisi di Badan Pusat Statistik Bogor
Alumni The Australian National
University (ANU) Canberra

Apa yang ditunggu-tung­­gu ma­s­y­a­ra­kat In­donesia pa­da pe­r­te­ngahan men­je­lang akhir bulan puasa? Se­lain Le­baran itu sendiri, ten­tu saja tun­­jangan hari raya (THR) men­ja­di sesuatu yang sa­ngat di­nan­ti­kan. Tahun ini Pre­­siden Joko Wi­dodo (Jo­ko­wi) me­nan­da­­ta­ngani Per­­atu­r­an Pe­me­rin­tah (PP) ten­tang Pem­berian THR pa­d­a Apar­a­tur Sipil Ne­ga­ra (ASN), Non-PNS pada Lem­ba­ga Non­­struk­tur­al, serta bagi Pen­­siun­a­n.

Sua­t­u kebijakan yang mem­­be­ri­kan ro­na ba­ha­gia pada se­mua pe­ga­wai di bi­dang pemerintahan. Jika biasanya hanya pe­ga­wai swas­ta yang menikmati THR se­besar take home pay, ma­ka pada ta­hun ini ASN, pe­ga­wai non-PNS dan pensiunan ju­ga me­ne­rima sebesar take home pay.

THR dan Inflasi

Setiap bulan puasa dan L­e­ba­ran, inflasi menjadi kata yang sering diucapkan ma­sya­ra­kat awam, terutama di k­a­lang­an p­e­da­gang sebagai dalih ke­naikan har­ga yang mereka ber­lakukan. Me­ngapa selalu ada inflasi di se­t­iap bulan pua­sa dan Lebaran?

Inflasi yang sering disebut ini adalah bersumber dari sisi per­mintaan (demand push in­fla­tion). Harga akan perlahan meng­­alami pe­ningkatan se­iring dengan lon­jakan per­ubah­an permintaan di ­pa­sar. Pa­da kon­disi ini akan ter­cip­­ta equi­li­brium dengan kondisi ting­­kat har­ga dari sisi konsumen yang re­la dibayarkan de­ngan ting­kat har­ga dari sisi pro­dusen pa­da ting­kat to­le­ran­si profit ter­ten­­tu, yang ber­da­sarkan eks­pek­ta­­s­i harga dan tin­g­kat ke­un­tung­an di masa men­datang. Jika ti­dak di­ba­rengi dengan peng­aman­­an da­ri sisi stok barang, lon­­jakan ke­naik­an harga bisa tidak terkendali.

Hal-hal memengaruhi lon­jak­an permintaan selama bu­lan puasa dan Lebaran itu sen­di­ri sa­ngat beragam. Terjadi pem­be­lian kebutuhan pokok, pe­­ning­katan konsumsi ma­kan­an ja­di, pakaian, aksesori, trans­por­tasi, komunikasi, ser­ta ke­bu­tuhan lainnya m­e­ning­kat signifikan.

Selain pola konsumerisme yang mengalami perubahan dras­tis, ekspektasi akan tu­run­nya bonus atau THR serta pen­dapatan lainnya menjadi fak­t­or yang memengaruhi pe­ning­kat­an dari sisi per­min­ta­an pasar.

Bia­sanya, jumlah THR akan le­bih besar daripada pen­da­pat­an ru­tin bulanan. Karena THR di­be­ri­kan tanpa potongan-po­tong­an rutin, maka ma­sya­ra­kat ber­eks­pektasi bahwa pa­da bu­lan pua­sa dan Lebaran akan m­e­ne­­ri­ma uang hingga dua atau ti­ga ka­li lipat. Hal ini­lah m­e­nye­bab­­kan perubahan ke­s­eim­bang­an mo­ney supply ber­geser dan me­ning­katkan elas­ticity se­hin­g­ga harga-har­ga juga meng­alami ke­naikan un­tuk men­ca­pai equi­li­brium baru.

Oleh karena itu, inflasi yang me­­ningkat pada bulan puasa dan Lebaran dipengaruhi dua hal, yaitu sisi perubahan de­mand dan perubahan money sup­­ply. Faktor penting yang per­­lu dikendalikan agar pe­ning­kat­an harga tidak me­lam­paui ek­s­pek­tasi pasar adalah de­ngan pe­ngendalian pola kon­­su­meri­s­me masyarakat dan pe­man­faat­an THR. Bukan ha­nya sebagai ins­trumen pem­ba­yaran yang me­ningkatkan m­oney supply, ta­pi lebih men­ja­di savings atau ta­bungan masyarakat.

THR bukan satu-satunya fak­tor yang menyebabkan ber­ge­ser­nya equilibrium money sup­ply se­la­ma bulan puasa dan Le­baran. Da­na segar yang d­i­per­oleh dari pin­jaman lembaga-lembaga fi­nan­sial, se­perti bank, pe­ga­dai­an, dan ko­perasi, juga ber­pe­nga­ruh be­sar terhadap ke­se­im­bang­an jum­lah uang ber­edar.

Motif Ekonomi THR

Banyak pihak yang meng­ang­gap pemberian THR se­ba­gai pemicu utama inflasi. Hal ini tidak sepenuhnya salah, ka­re­na ada faktor-faktor lain yang ber­pe­ngaruh nyata pada ge­jolak in­flasi selama bulan pua­sa dan Le­baran tahun ini. Ji­ka pada tahun-tahun se­be­lum­nya ­in­fla­si mencapai 0,69% pada bulan Ramadan, ma­­ka pemerintah ber­hasil me­ngen­dalikan inflasi pa­da pe­rio­de sama tahun ini pa­da Mei 2018 di level 0,21%.

Pengendalian inflasi sangat per­­lu dilakukan tidak hanya meng­­antisipasi lonjakan kon­sum­­si masyarakat serta ada­nya dam­pak THR, tapi juga pa­da faktor-faktor lain yang sudah le­bih dulu memenga­ruhi inflasi saat memasuki bu­lan puasa. Fak­­tor pelemahan ni­lai rupiah, ke­nai­k­an tarif da­sar listrik serta ke­naik­an harga ba­han bakar non­sub­sidi me­n­jadi faktor-fak­tor sangat pen­ting diperhitungkan.

Awal puasa dan Lebaran yang jatuh di awal bulan me­nye­bab­kan inflasi tidak hanya ter­­ja­di lonjakan pada satu bu­lan saja, ta­pi lebih terbagi ke Mei dan Ju­ni. Hal ini cukup meng­­un­tung­kan dalam peng­a­m­bilan ke­bi­jak­­an pen­ang­gu­la­nga­n lon­jak­an inflasi. Ge­jo­lak inflasi yang ber­fluktuasi ka­re­na pen­ing­kat­an per­min­ta­an, apalagi dengan ada­nya eks­pek­tasi akan tu­run­nya THR, da­pat diredam de­ngan pen­ja­min­an ketersediaan stok ke­b­u­tuh­an masyarakat pa­da level aman. Jika stok per­min­ta­an ba­rangnya adalah pro­duk­si da­lam negeri, maka volatility ni­lai tu­kar tidak menjadi faktor pe­nyum­bang inflasi.

Motif ekonomi THR untuk me­menuhi dana segar ma­sya­ra­kat akan peningkatan ke­bu­tuh­an selama bulan puasa dan Le­bar­an menjadi sesuatu yang su­lit ter­capai saat ekspektasi ter­h­adap THR melampaui pola kon­­su­merismenya. Kondisi se­ba­­lik­nya akan terjadi, yaitu ter­jadinya pe­ningkatan hu­tang atau pin­jam­an m­a­sya­ra­kat ka­ren­a lebih be­sar pasak da­ri­pada tiang.

Me­nu­rut Ndia­me Diop (2016), eko­nom Bank Du­nia un­­tuk wilayah Asia Pa­si­fik, jika pem­berian THR bi­sa di­ana­lo­gi­kan dengan pe­nya­lur­­an ban­tu­an tunai untuk ma­sya­­rakat ku­rang mampu, ma­ka pe­nyaluran se­tiap Rp1 akan mem­­p­ercepat pe­n­­urunan ke­mis­­kinan sebesar 2,5 kali di­ban­ding­kan pem­be­ri­an ban­tu­an da­lam bentuk beras mi­­s­kin. De­ngan analog ini, se­ha­­­rus­nya THR ber­potensi besar se­­bagai salah satu faktor yang si­g­­nifikan da­lam menurunkan kemiskinan.

Selain itu, dengan ter­ja­ga­nya inflasi pada Juni diiringi ada­nya peningkatan ke­mam­pu­an masyarakat dengan THR, maka terjadi pening­kat­an daya beli masyarakat. Se­ca­ra makro, hal ini me­ning­kat­kan agregat konsumsi rumah tang­ga. Dari sisi pertumbuhan eko­nomi, peningkatan ko­n­sum­si rumah tangga tentu saja men­jadi sinyal positif bagi Laju Per­tumbuhan Ekonomi (LPE) kuar­tal II.

Gubernur Bank In­do­ne­sia (BI), Per­ry Warjiyo, mem­p­­re­dik­si­kan selama tri­wu­lan II/2018 per­ekonomian akan tumbuh men­dekati level 5,15%. Pe­ning­kat­an pend­a­pat­an masyarakat ka­rena THR men­jadi stimulus po­sitif bagi per­tumbuhan eko­nomi kuar­tal II yang lebih cepat di­­ban­ding­kan kuartal I.

Walaupun peningkatan kon­sum­si rumah tangga men­jadi sti­­mu­lus bagi per­tum­buh­an eko­no­mi, tapi perlu suatu pro­ses per­ubahan pola kon­sum­si m­a­sya­rakat berkaitan de­ngan THR yang diterima. Ma­syarakat he­n­dak­nya mulai me­nyisihkan se­ba­gian THR-nya untuk ditabung. Hal ini akan berdampak pada pe­ngen­­da­lian inflasi secara oto­ma­tis ka­rena tidak adanya lonjakan per­­mintaan barang maupun jum­lah uang beredar. Selain itu, THR tidak lagi hanya ber­mo­tif pe­­menuhan kebutuhan kon­sum­si, tetapi juga akan me­ning­kat­kan savings.

Memanfaatkan THR d­e­ngan bijaksana menjadi PR ber­sama bagi masyarakat dan pe­merintah. Masyarakat hen­d­ak­nya tidak berfoya-foya de­ngan konsumsi berlebihan se­te­lah menerima THR. Pe­me­rin­tah juga perlu menyiapkan satgas khu­sus untuk memantau ge­jo­lak harga agar tetap terkendali ser­ta menjamin kecukupan ke­ter­sediaan barang di pasar se­hing­ga dapat memenuhi per­min­taan masyarakat. Kecuali itu, pemerintah juga menc­ip­ta­kan sistem yang menarik un­tuk masyarakat sehingga me­re­ka mau menabung dan ber­in­vestasi dengan uang THR-nya. Selamat Berhari Raya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0814 seconds (0.1#10.140)