Tujuh Rekomendasi IHW Terkait UU tentang Jaminan Produk Halal

Rabu, 06 Juni 2018 - 22:09 WIB
Tujuh Rekomendasi IHW Terkait UU tentang Jaminan Produk Halal
Tujuh Rekomendasi IHW Terkait UU tentang Jaminan Produk Halal
A A A
JAKARTA - Indonesia Halal Watch (IHW) menyampaikan tujuh rekomendasi terkait dengan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) memberikan perintah kepada negara untuk membiayai sertifikasi halal.

Direktur IHW Ikhsan Abdullah mengatakan, poin pertama berkaitan dengan ketentuan Pasal 4 UU JPH yang menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

"Maka sertifikasi halal bukan lagi menjadi sukarela (voluntary) tetapi wajib (mandatory)
dilakukan oleh pelaku usaha untuk mensertifikasi semua produknya, tidak terkecuali
produk UMKM," kata Ikhsan dalam siaran pers, Rabu (6/6/2018).

Kedua, pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi selambat-lambatnya tanggal 17 Oktober 2019 sebagaimana ketentuan Pasal 67 UU JPH. Pelaku usaha yang tidak melakukan kewajibannya (melakukan sertifikasi halal) dalam masa mandatory tersebut, dapat dikenakan sanksi berupa denda dan sanksi hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 56 dan Pasal 57 UU JPH.

Ketiga, akan tetapi dengan memperhatikan ketentuan Pasal 4 UU ini, yang mengatur sertifikasi halal adalah wajib bagi semua produk yang beredar, maka berarti Negara mengatur dan membebani kewajiban bagi warga Negara. Oleh karenanya Negara juga berkewajiban untuk memberikan subsidi kepada pelaku usaha.

Keempat, oleh karena kemampuan pelaku usaha tidak sama, khususnya pelaku usaha UMKM
yang jumlahnya besar dan produknya beragam, serta rentan dalam hal permodalan, maka pemerintah-negara wajib memberikan bimbingan bagaimana melakukan sertifikasi halal dan wajib membiayai sektor usaha ini agar memiliki daya saing di pasar.

Kelima, sertifikasi halal menjadi wajib (mandatory) maka sesungguhnya negara telah hadir untuk memberikan perlindungan bagi pelaku usaha dan warga negara untuk adanya kepastian mengenai sistem jaminan produk halal, sehingga pelaku usaha dan masyarakat terlindungi kepentingannya.

Keenam, niat baik Pemerintah yang hadir dalam rangka perlindungan kepada Pelaku Usaha
dan masyarakat masih harus menghadapi tantangan dari dunia Internasional khususnya dari Negara-negara anggota World Trade Organization (WTO), mengingat UU JPH mengatur bahwa sertifikasi halal dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Ketujuh, di berbagai negara, sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang setara dengan
NGO, atau lembaga yang merupakan kuasi Negara, atau NGO yang diberikan penguatan oleh Negara. Seperti halnya model sertifikasi halal yang selama ini dilakukan oleh MUI.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5691 seconds (0.1#10.140)