Making (Demokrasi) Indonesia 4.0

Sabtu, 26 Mei 2018 - 08:14 WIB
Making (Demokrasi) Indonesia 4.0
Making (Demokrasi) Indonesia 4.0
A A A
Nyarwi AhmadDosen Fisipol UGM

MELALUI agenda Ma­king Indonesia 4.0, Presiden Joko Wi­do­do sering me­ng­­ingat­kan agar kita se­ba­gai se­buah negara-bangsa ma­kin siap dan mampu berpikir dan ber­tin­dak cepat dan cang­gih dalam menghadapi Re­vo­lusi Industri 4.0. Agenda ter­se­but selalu di­sampaikan oleh Presiden me­lalui rapat dengan para menteri dan diserukan dalam berbagai kegiatan per­te­muan dengan para pe­mim­pin lembaga ne­ga­ra, parpol, dan organisasi sosial ke­agama­an dan kepemudaan.

Mengapa agenda Making Indonesia 4.0 perlu diwujud­kan? Langkah apa saja yang bisa kita dalam menopang kesuk­ses­an agenda tersebut?

Gelombang Akselerasi dan Transformasi

Saat ini kita telah dikepung oleh gelombang akselerasi dan transformasi global. Selama satu dekade terakhir, dunia kian mengalami akselerasi yang sa­ngat cepat karena perkem­ba­ngan teknologi, globalisasi, dan perubahan iklim. Ketiga faktor tersebut telah mengubah lans­kap struktur sosial, ekonomi, dan politik di hampir semua ne­gara. Ketiganya juga secara ber­samaan menjadi faktor pe­nen­tu di tengah fluktuasi geopolitik global saat ini (Friedman, 2016).

Senada dengan Friedman, sejumlah pakar yang tergabung dalam World Economic Forum (WEF) sejak dua tahun lalu juga te­lah mengingatkan bahwa Re­volusi Industri 4.0 terus me­rambat secara eksponensial ke berbagai belahan dunia. Ber­be­da dengan Revolusi 3.0, Revo­lusi 4.0 ini melahirkan model sistem kapitalisme baru yang berbeda dengan sistem kapi­ta­lis­me lama yang dihasilkan oleh Revolusi 3.0. Dalam Revolusi 4.0, peran teknologi komu­ni­kasi dan informasi, khususnya internet dan sosial media men­jadi kekuatan determinan yang memengaruhi keseluruhan sis­tem produksi, manajemen dan governance, tidak hanya di ting­kat nasional dan regional, na­mun juga dalam skala global.

Di tengah kondisi tersebut, mungkinkah kita berhasil me­wu­judkan “Indonesia 4.0”? Ten­tu saja sangat mungkin. Asal­kan, kita mampu mengelola per­kembangan demokrasi digi­tal dan mewujudkan efektivitas e-government .

Demokrasi Digital dan E-Government

Sejak 2000-an, Jan van Dijk, seorang profesor Ilmu Komu­ni­kasi di Twente Belanda, me­ya­kini bahwa perkembangan tek­nologi komunikasi dan peng­gu­na­an internet dalam arena poli­tik akan melahirkan demokrasi digital (digital democracy). Prak­tik-praktik dan proses de­mo­kra­si akan berubah ke formal di­gital yang tidak sepenuhnya di­ba­tasi oleh faktor geografis, ja­rak, dan waktu.

Seiring de­ngan keha­dir­an demokrasi di­gi­tal, e-govern­ment akan mudah di­kem­bang­kan. Akses dan per­tu­karan infor­masi antara pe­me­rintah, wakil-wakil rakyat, or­ga­nisasi dan komunitas poli­tik serta individu warga ne­ga­ra lebih mudah dilakukan. Ruang yang lebih lebar bagi ke­lang­sung­an debat publik, dan proses po­litik deli­be­ra­tive juga lebih mu­dah di­wu­jud­kan. Parti­si­pasi politik ma­sya­rakat, khu­sus­nya dalam pro­ses perumusan kebi­ja­kan po­li­tik/publik dan peng­am­bilan ke­pu­tusan yang terkait dengan kepentingan publik le­bih mu­dah diting­kat­kan dan di­ke­lola se­cara maksi­mal (Van Dijk, 2006).

Melalui demokrasi digital, setiap warga negara secara nor­ma­tif tidak hanya berhak meng­aktua­li­sa­si­kan hak-hak politik, mereka juga lebih me­mi­liki kuasa dalam proses pembuatan keputusan-keputusan politik. Keputusan-keputusan politik yang diambil melalui mekanisme demokrasi bukan hanya cerminan dari ke­hendak mayoritas warga ne­ga­ra, namun juga mampu meng­ako­modasi kehendak dan kebu­tuh­an warga negara minoritas. Setiap warga negara juga memi­li­ki peluang yang lebih luas se­ca­ra aktif dalam setiap peng­am­bil­an-pengambilan keputusan po­litik dan mengekspresikan pen­da­pat dan aspirasinya untuk me­mengaruhi proses pem­buat­an ke­pu­tus­an-keputusan ter­se­but (Van Dijk, 2006).

Selama 3,5 tahun men­­ja­lan­kan peme­rin­tahan, kita me­nyak­sikan intensitas dan ke­sung­guhan Presiden Joko Wi­do­do dalam mendorong terwu­jud­nya e-government di berbagai sektor pemerintahan. Dengan beragam instrumen e-govern­ment, kualitas pelayanan publik se­cara normatif dapat terus di­tingkatkan. Berbagai bentuk par­tisipasi masyarakat juga da­pat terus diakomodasi dan di­fa­si­litasi melalui beragam media sosial.

Melalui agenda Making Indo­­nesia 4.0, kita berharap bah­wa sistem demokrasi, seba­gai­mana yang disampaikan oleh Schmitter dan Karl (1991: 76), bisa mewujudkan sebuah sistem politik yang mampu meng­hadirkan sistem pem­e­rin­tahan efektif dan akun­tabel. Da­lam hal ini, lembaga-lem­ba­ga pemerintahan dan para aktor politik di dalamnya tidak hanya mampu bekerja secara mak­si­mal dalam me­me­nuhi harapan, ke­butuhan dan kepentingan masyarakat.

Le­bih dari itu, juga lebih akun­tabel atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan terkait dengan kepentingan ma­sya­ra­kat. Jika hal tersebut dapat terwujud, kita berpe­luang untuk menjadikan Indo­ne­sia sebagai role model demo­kra­si di mana sistem politik yang terbentuk mampu meng­ha­dirkan sistem pemerintahan yang efektif dan akuntabel, mampu memberikan manfaat lebih besar dan maksimal bagi masyarakatnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3026 seconds (0.1#10.140)